Tragedy
Jennie sedang duduk di sofa dengan ponsel di tangannya, benar-benar frustasi mendengar suara yang berulang kali mengatakan 'nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi.' Dia dengan kesal melemparkan ponselnya ke sofa di sampingnya.
Jisoo tidak bisa dihubungi selama berhari-hari sejak panggilan singkatnya terakhir kali. Jennie menelepon Irene dan bertanya tentang Jisoo, dia memang punya nomor Irene kalau-kalau Jisoo tidak dapat dihubungi seperti ini, dan yang lebih tua menyuruhnya untuk menunggu sampai Jisoo meneleponnya, mengatakan bahwa Jisoo sibuk karena sesuatu hal. Tapi sudah berhari-hari dan itu membuat Jennie kesal.
"Siapa yang membuatmu bad mood unnie?" Rosé dengan sepiring penuh berbagai macam buah di tangannya meletakkan pantatnya di samping Jennie.
Jennie melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada orang selain mereka di rumah sebelum dia menjawab, "Siapa lagi selain si dickhead itu?" Dia mengambil stroberi dari piring Rosé dan memakannya.
"Apa yang dia lakukan?"
"Aku sudah lama tidak mendengar kabar darinya, sangat sulit hanya untuk berbicara dengannya akhir-akhir ini. Aku bahkan tidak bisa mengatakan padanya bahwa aku merindukannya."
"Ooh seseorang begitu dalam jatuh cinta ya?" Rosé menggoda saat dia menyikut Jennie menggunakan sikunya.
Itu membuat Jennie memberinya tatapan maut.
"Apa? Aku tahu betul unnie. Berbeda dengan mantanmu. Merekalah yang berinisiatif untuk meminta bertemu denganmu, bukan kau yang merasa putus asa hanya karena tidak bisa bertemu dengannya..." Yang lebih muda menaruh anggur ke dalam mulutnya dan mengunyah menunggu temannya menjawab.
"Ah...molla." Jennie menyandarkan punggungnya ke sofa, "Dia agak istimewa."
Rosé mendekat ke telinganya dan berbisik, "Bukan karena seks?-"
"Siapa yang istimewa dari siapa?" Terdengar suara oppa-nya.
Keduanya melompat di tempat duduk mereka. Jennie merasa tidak nyaman dengan seberapa banyak oppa-nya mendengar percakapan mereka, terutama bagian terakhir yang diucapkan oleh Rosé. Sebaiknya oppa-nya tidak mendengar hal itu atau dia akan membunuh Rosé karena mulutnya yang nakal itu.
Kecuali Rosé, keluarganya tidak tahu bahwa dia sedang menjalin hubungan dengan geng. Yang pasti, dia tidak menginginkan mereka tahu tentang hubungannya, setidaknya untuk saat ini.
"Uh-t-tidak ada..." Jennie tergagap.
"Tidak perlu merahasiakan darinya juga. Dia oppa mu."
Sekali lagi, Jennie langsung melotot ke arah Rosé yang menyeringai lebar memperlihatkan gigi putihnya.
"Dan dia tahu kau buruk dalam olahraga unnie, kan Mino oppa?" Rosé menoleh ke oppa Jennie, "Kami sedang membicarakan guru olahraga kami. Jennie unnie harus berlari sepuluh ronde kemarin karena dia tidak bisa menahan pergelangan kaki pasangannya dengan benar saat olahraga. Guru olahraga benar-benar marah kemarin." Rosé dan kebohongannya.
Mino tertawa terbahak-bahak, "Lucu sekali! Tapi orang-orang akan menertawakanku jika mereka tahu adikku sangat buruk dalam olahraga seperti ini."
Sekarang Mino yang menerima tatapan maut dari Jennie, "Aku merasa tersinggung." Dia mengerutkan keningnya.
"Oh haha!" Pria itu tertawa lagi, "Kapan-kapan ikutlah denganku, aku akan melatihmu untuk meningkatkan staminamu."
"Nope, thank you. Aku suka siapa diriku. Lagipula, aku punya banyak stamina, aku hanya tidak suka olahraga." Kata Jennie, sambil menyilangkan tangannya.