Mengidam🔞"Apa kamu menyuruh Imo membohongi Jisoo?" Nini meminta penjelasan.
"Bukan seperti itu--"
"Lalu apa?"
Jennie menghela nafas, menatap ibu tirinya yang sedang menyiram tanaman di dekat jendela. Dia baru saja kembali dari janji dengan dokter untuk kunjungan prenatal pertamanya. Mereka bermaksud memberitahu berita itu ke keluarga Kim--itu yang Jisoo pikirkan.
"Berpura-pura saja tidak tahu. Aku meminta pada kalian. Jisoo pikir dia adalah orang pertama yang tahu tentang hal ini."
"Itulah yang Imo bicarakan, sayang kamu berbohong. Apakah kita akan berbohong padanya?" Nini sepertinya tidak menyukai ide itu.
"Yah...untuk melindungi perasaannya. Jadi tolong?" Jennie memohon semampunya, "Tidak sesulit itu. Kalian bisa bertingkah kaget, bersemangat, atau apalah!"
"Aku tidak tahu tentang Nini tetapi bagi ku, kamu tidak perlu khawatir. Aku pergi ke sekolah akting ketika aku masih muda." Eomma Kim berkata dengan bangga di sana.
"Bagus sekali, Eomma. Well, Nini?" Jennie menatap Imo-nya tapi dia hanya mengangkat bahu.
Kemudian mereka melihat Minju masuk, "Glandpa tembali." Dia berkata.
"Benarkah? Imo rasa sudah waktunya. Lakukan aktingmu dengan baik, unnie." Nini berkata kepada kakak iparnya lalu dia meletakkan jarinya di bibirnya sendiri.
🥟🥟🥟
Jennie mengira semuanya akan baik-baik saja, tetapi ketika mereka memberi tahu para orang tua itu bahwa mereka hamil, ibu tirinya bereaksi berlebihan, Nini melakukan jauh lebih baik tetapi tetap saja itu tidak membantu karena satu orang--ayahnya. Appa Kim, yang Jennie pikir adalah satu-satunya yang belum tahu tentang berita ini tetapi bertindak seperti dia sudah tahu.
"Itu saja? Ku pikir berita yang lain." Appa Kim hanya berkata lalu kembali membaca korannya tanpa menunjukkan kegembiraan atau minat apa pun yang membuat semua orang terdiam.
Jisoo menjatuhkan wajahnya, dia melihat bolak-balik di antara mereka.
"Apakah ini direncanakan?" Appa Kim berkata dengan nada santai setelah beberapa saat, "Jennie, sebaiknya jangan menjatuhkan karirmu. Kamu masih harus banyak belajar dalam bisnis ini. Appa pikir kamu lebih pintar dari itu. Apakah kamu yakin berita ini cerdas untuk finansial?"
Nini terkesiap melihat sang oppa. Jennie juga menatap appa-nya dengan terkejut.
"Maaf, apa maksud anda?" Jisoo yang bertanya.
Ayah mertuanya meletakkan korannya, dia melirik Jisoo untuk pertama kalinya sejak Jisoo masuk ke sini tetapi itu hanya berlangsung setengah detik sebelum matanya kembali ke Jennie, lalu mulai berkata, "Hanya karena kamu putriku tidak berarti appa akan membayarmu jika kamu tidak masuk kerja. Ini belum lama sejak kamu mulai bekerja. Menurut ibumu, sepertinya kamu tidak berencana--"
"Jadi mereka sudah tahu?" Mata Jisoo bertanya pada istrinya menuntut penjelasan.
"Ya Tuhan, semuanya hancur." Nini mengusap wajahnya.
"Appa, aku tidak berpikir appa harus khawatir tentang hal itu. Aku akan tetap datang bekerja, aku akan mengambil cuti sebelum persalinan dan setelah--"
"Seharusnya, kamu lebih baik cari uang. Bibimu dan appa pasti tidak akan mendukungmu secara finansial kali ini."
Tuan Kim hanya membuat semua orang terkejut dengan ucapan pedasnya. Apalagi Jisoo yang sudah merasakan tikaman amarah di dadanya.
Jennie hendak mengatakan sesuatu tapi Jisoo langsung berdiri.