Keluarga kecil JensooJisoo turun dari mobil dan berjalan ke dalam rumah sambil melihat beberapa dokumen di tangannya--dia baru saja kembali dari bertemu klien. Begitu dia sampai di dalam, dia mendengar suara tangisan. Kerutan di wajahnya saat melihat Rion menangis sendirian di buaiannya di ruang tamu, tidak ada seorang pun di sana kecuali si kecil.
"Hei.. hei kenapa kamu menangis buddy?" Jisoo dengan cepat bergegas menuju putranya. Dia mengayunkan buaiannya sedikit, "Di mana mama? Halo? Di mana semua orang? Kenapa tidak ada yang merawat bayiku?" Dia bertanya pada siapa pun, "Uh, ohoh kamu lapar, kan baby? Mhm? Aku tahu, aku tahu tunggu, tunggu--"
"Dada!"
Jisoo menoleh untuk melihat ke arah Minju yang berlari cepat ke arahnya seperti kelinci, dia bertanya, "Minju, apa yang kamu lakukan? Tidak menjaga adikmu? Dia menangis--mana mama?"
"Minju cedang membuat tootie denan Nini." Minju menjawab sambil duduk untuk melihat adik laki-lakinya yang sekarang sedikit tenang berkat kehadiran sang dada mereka, lalu dia melanjutkan, "Di dapur."
"Okay, bagaimana dengan mama? Di mana dia?" Jisoo dengan lembut menepuk perut Rion, dia tidak yakin apakah dia harus mengangkat putranya atau tidak.
"Mama di sini." Wanita itu datang berlari dengan botol susu formula di tangannya untuk anaknya. Rion otomatis berhenti menangis saat itu.
Jisoo menatap istrinya yang sedang menyenandungkan lagu untuk putra mereka sambil memegang botol susu untuknya. "Apa yang sedang kau lakukan sayang? Kupikir tidak ada orang di rumah." Jisoo berkata, "Kau tidak bisa membiarkan anakku menangis sendirian seperti itu--"
"Aku sedang membuat susunya. Ada masalah?" Jennie memberi Jisoo tatapan tajam yang membuat Jisoo membeku untuk sejenak. Jisoo kemudian hanya melepas jaketnya, berusaha terlihat sibuk daripada berdebat dengan wanita itu.
"Bagaimana?" Sang istri bertanya, dia sekarang menyuruh Minju memegang botol untuk adiknya. Rion menggunakan jari-jari kecilnya untuk menarik gelang Minju yang menurutnya menarik.
"Hah? Oh rapat?"
"Iya."
"Baik-baik saja." Jisoo menjawab singkat. Dia mengeluarkan barang-barangnya dan meletakkannya di atas meja kopi sebelum duduk di atas sofa, tangannya meraih remote control dan menelusuri saluran TV.
"Baik-baik saja?"
"Ya--"
"Dia tidak mengatakan apa-apa tentang warnanya?"
"Kurasa dia tidak berani. Itu salahnya karena tidak memberikan informasi yang jelas tentang pesanannya. Bukan salahku. Aku bilang padanya aku bisa membuat yang lain lagi tapi dia harus membayar harga dua kali lipat jadi ya--" Jisoo mengangkat bahu seperti itu tidak ada masalah.
"Tapi tidakkah menurutmu itu bukan cara yang baik untuk membuat kesan seperti itu pada pelanggan? Dia mungkin tidak akan datang untuk memesan padamu lagi."
"Sekali lagi, itu bukan salahku. Apa yang harus aku lakukan?"
"Yah, aku hanya khawatir."
"Okay."
"Okay."
Jennie menghela nafas saat dia pergi untuk mengambil dot Chilli dari kamar tidur. Itu akan dibutuhkan segera setelah si kecil menghabiskan susunya.
Sebenarnya, Jisoo telah berhasil mengadakan pameran pertamanya dua bulan setelah Chilli lahir. Dia bisa menyebutnya sukses. Banyak orang yang diundang dan tidak diundang datang untuk melihat pertunjukan seni dan belajar lebih banyak tentang karya-karyanya. Dan yang mengejutkan adalah bahkan ayah mertuanya muncul di sana.