Menderita
'Kau tidak seharusnya memiliki anak dengan orang seperti ku.'
'Kau tidak boleh memiliki bayi ini.'
'Lakukan aborsi.'
"Kau jahat...menyesal aku terlambat tahu." Jennie sedang duduk di kasur, kedua tangan di pahanya. Tidak ada setetes air mata pun. Dia tidak menangis atau mungkin karena dia terlalu banyak menangis, atau karena dia hanya menahannya untuk saat ini.
Segalanya sangat menyakitkan sekarang. Semuanya. Putus dengan Jisoo, kehamilannya, dan fakta bahwa daddy dari anak yang dikandungnya telah berubah menjadi kriminal, rasanya seperti neraka...lebih dari neraka.
Jennie mengetahui bahwa dia hamil setelah putus dengan Jisoo, setelah Jisoo membuatnya patah hati dengan alasan yang wanita itu berikan padanya. Tapi dia masih berharap untuk menemukan Jisoo dan memberi tahu tentang kehamilannya, dia pikir itu akan mengubah pikiran Jisoo dan membawanya kembali padanya. Ya, dia masih mencintai wanita yang lebih tua itu bahkan setelah apa yang Jisoo lakukan pada hatinya.
Tapi apa yang mengejutkannya adalah bagaimana nama Jisoo ada di seluruh berita. Wanita itu tidak hanya terlibat dalam perdagangan narkoba tetapi juga pembunuhan. Belum lagi orang itu adalah Donghyuk, sahabat oppa-nya. Jennie tidak yakin itu adalah kenyataan atau hanya mimpi. Dia tahu Jisoo telah melakukan sesuatu yang buruk, bagaimanapun Jisoo adalah geng, tetapi Jennie tidak pernah membayangkan Jisoo akan bertindak sejauh ini.
Sebuah koper besar diletakkan di samping tempat tidurnya. Dia sudah berkemas untuk ke New York. Sudah waktunya dia harus pergi. Dia tidak lagi ingin berada di sini. Dia tidak bisa menahan rasa sakit setiap kali dia harus menggigit mulutnya, berpura-pura-- menahan dirinya dari menangis mendengar berita tentang Jisoo di televisi yang ditonton appa-nya setiap pagi.
Seseorang yang dia cintai telah berubah menjadi seseorang yang tidak pernah dia bayangkan akan menjadi seperti itu. Atau mungkin cinta membuatnya buta selama itu. Ya, dia masih muda, liar, gila dan bodoh karena mencintai seorang geng dan bahkan memberikan segalanya tetapi hal terakhir yang dia dapatkan adalah satu kata yang mencabik-cabik hatinya.
Bukan karena bagaimana Jisoo telah menjadi seperti itu, tetapi karena bagaimana wanita itu tidak ragu-ragu untuk mengatakan kata-kata yang kasar padanya. Jennie tahu bahwa Jisoo melakukannya karena yang lebih tua itu memikirkannya, tetapi tetap saja, mereka memiliki anak bersama. Itu adalah anak Jisoo tapi dia bahkan tidak berpikir sejenak sebelum menyuruh Jennie untuk mengugurkan anak mereka, darahnya sendiri. Bagaimana Jisoo bisa melakukan itu?
Tidak ada seorang pun di keluarganya yang tahu tentang kehamilannya kecuali Rosé. Ayahnya khawatir ketika dia melihat Jennie bergegas ke kamar mandi saat sarapan suatu hari. Dia bertanya apakah Jennie sakit dan Jennie berbohong, mengatakan perutnya merasa tidak enak. Hal itu terus terjadi sampai dia menyadari bahwa dia harus pergi ke New York sedikit lebih awal dari tanggal sebenarnya. Dia tidak bisa berada di sini lagi dan membuat ayahnya curiga karena morning sickness-nya atau keadaannya bisa lebih buruk lagi.
Appa Kim, dia meminum obatnya lagi sejak hari dia menemukan putranya terbaring tidak sadarkan diri di atas jalan, sebulan setelah hari dia mengucapkan selamat tinggal untuk berlibur. Mereka mengira Mino sedang menikmati liburannya tetapi mereka salah. Mino mengatakan dia dirampok dan bahkan menolak untuk membiarkan ayahnya melapor ke polisi. Pria itu tidak mengatakan alasannya, tetapi semua orang mengerti bahwa dia berduka karena kehilangan sahabatnya.
Sejak itu, dia mengunci diri di kamarnya bahkan tidak keluar untuk makan, sehingga bibi di rumah harus membawa makanan ke pintunya setiap hari. Kadang dia makan, kadang tidak dan itu membuat semua orang khawatir, terutama ayahnya.