PACIS | 11

208 41 14
                                    

Syifa terbangun dari tidurnya, rupanya setelah Sani dan Reza pamit pulang, ia langsung tertidur. Karena hari itu ia mendapat shif pagi, jadi Syifa bangkit dan mencuci mukanya. Dering notifikasi memanggilnya dan membuat perempuan itu tersenyum.

Kak Rizky
Syif, kamu naik ojek aja ya, tinggal jalan
aja ke depan nanti di situ ada yang mangkal.
Satu lagi, uangnya aku taruh di deket kaca, semangat!

Syifa menoleh ke arah cermin dan benar terselip selembar uang. Syifa tak tau lagi harus mengatakan apa, yang jelas Rizky sangat baik.

Singkatnya Syifa memoles wajahnya dengan bedak lalu mengenakan sepatu yang biasa ia kenakan. Syifa juga mengenakan masker seperti apa yang Rizky ucapkan, di sini polusi udara cukup mengganggu.

Ia ambil uangnya dan melangkah keluar, Syifa mulai ingat perkataan Rizky bahwa jika mereka berada di shift yang berbeda, salah satu dari mereka harus meninggalkan kunci kepada Bu Janah, pemilik warung.

Syifa mengubah arah jalan dan berhenti di sebuah tenda. "Ibu, sa-saya mau titip ku-kunci." Syifa berjalan maju dengan perlahan. Bu Janah nampak diam, mungkin bingung.

"Kamu teh siapa?"

"Sa-saya Syifa, sepupunya Rizky."

"Oh iya, saya lupa. Syifa mau ke mana emangnya?"






Rizky berjalan menyusuri koridor, kelasnya baru saja selesai. Jam kerjanya masih lama, sore nanti dan mungkin saat ia memulainya Syifa sudah pulang. Lalu muncul Sani dan Reza, mereka menyusul langkah Rizky.

"Eh makan yuk?" ajak Sani.

"Makan mulu, abis nih duit gue!" cetus Reza.

"Lah emang gue ngajak elu?"

"Berantem dah, udah kayak tikus sama kucing lu."

Akhirnya mereka duduk di bangku salah satu kantin. Rizky memesan tiga minuman dan beberapa jajanan kecil. "Gue traktir."

"Asik! Tumben lu baik sama gue."

"Gue mah tiap hari baik, emang elu."

Sani hanya tertawa. "Oh iya, Ky elo ngga ada niat ngajak Syifa kuliah? Gue liat-liat keknya dia pinter anaknya."

"Hm iya juga, kira-kira jurusan apa ya yang dia pilih?" timpal Reza sambil membuka ponselnya. Rizky juga jadi kepikiran.

"Kayak nih ya, kayaknya lhoo..."

"Iya apaan?!" serbu Iky karena penasaran.

"Kayaknya Syifa milih seni."

"Ah ga mungkin, Syifa tuh tipe anak hukum."

"Yah mata lo mah picek Za, kalo elo Ky? Menurut lo Syifa bakalan masuk apa?"

"Hm, gatau."






Entah ini memang hari makan nasional atau kebetulan saja sedang ramai, Syifa dan satu rekan laki-lakinya tengah kelabakan karena begitu banyak alat makan yang kotor. Belum lagi tak sedikit pelanggan yang menyisakan makanannya, merepotkan sekali.

Syifa masih fokus dengan pergerakannya. Ia mendapat bagian piring sementara rekannya mencuci sendok dan teman-temannya. Sesekali mereka membicarakan hal kecil seperti hobi Syifa.
Yang Syifa tau rekannya yang bernama Aldo itu lumayan polos nan lugu dan bekerja di sini sudah cukup lama.

Aldo nampak sudah selesai dengan bagiannya, laki-laki itu menatap Syifa. "Aku bantuin sini."

"Ah, ga u-usah aku aja, kamu i-istirahat gih." Syifa menunjuk kursi di belakang dengan dagunya. Aldo terkekeh. Laki-laki itu nampak sedang mengelap keringat sambil menatap ke langit-langit.

PACAR ISTIMEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang