PACIS | 16

181 36 5
                                    

Di hari libur, Rizky menyempatkan diri untuk menemani pujaan hatinya membeli beberapa perlengkapan rumah. Gaji pertama perempuan itu sudah benar-benar cair, bahkan Syifa selalu mengulas senyum di balik maskernya.

Tau mengapa Syifa mengenakan masker? Karena Rizky memaksanya, meski dengan cara halus. Satu sisi Rizky telah benar-benar sangat-sangat sungguh-sungguh mencintai Syifa, sehingga membuatnya pelit akan semua yang berhubungan dengan perempuan itu. Rizky tak mau ada pria lain yang melirik perempuannya. Dan di satu sisinya lagi, Syifa adalah orang yang mudah menurut. Apalagi Rizky sudah baik padanya, jadi hal-hal kecil seperti itu bukanlah suatu masalah.

Selama perjalanan mereka menjelajahi toko-toko furnitur, Rizky selalu memasang wajah sombong. Apalagi saat memergoki cowok-cowok yang ketahuan menatap Syifa. Syifa yang lebih pendek dari Rizky pastinya tak menyadari itu, karena ia juga terlalu jatuh hati dengan barang-barang yang disajikan.

"Kak, aku mau ini deh..." Syifa menahan lengan Rizky dengan mata berbinar menatap sebuah kursi kayu. Bentukannya memang cocok untuk perempuan feminim modelan Syifa.

Rizky yang berbunga-bunga karena perlakuan Syifa, membuatnya tak berhenti tersenyum. Kegugupan juga ia rasakan dan tidak fokus dengan apa yang Syifa ucapkan.

"Kak, kok ngelamun a-aja sih?" Syifa kesal, ia berjalan menjauh mencari sang penjual.

"Ah Syifa-" Rizky menarik tangan Syifa. "Iya iya, maaf. Yaudah, mau ini aja?"

Syifa mengangguk. Rizky memberikan tawaran lain karena sempat melihat kursi serupa yang lebih bagus.

Sampai akhirnya Syifa sudah mendapatkan semua mebel yang ia butuhkan. Sementara mebel-mebel itu dikemas, keduanya beralih ke rumah makan untuk mengisi perut.

"Ma-makasih ya udah temenin aku."

"Iya, Syif. Gue juga ga mung--" ucapannya terhenti kala Syifa menatapnya datar. "Kenapa?"

"Katanya ke-kemarin mau pakai aku-kamu, kok ga jadi? Aku pe-perhatiin juga tadi pagi kamu masih lo-gue."

Rizky baru teringat. Ah sudah terlalu sering ia menggunakan lo-gue, jadi maklumi saja.

"Ah cup cup, maaf ya..." Rizky menepuk-nepuk puncak kepala Syifa perlahan, membuat perempuan itu jengkel.

"Oiya..." Rizky mengeluarkan sesuatu dari sakunya. "Buat kebutuhan lo yang lain." Rizky memberikan amplop coklat dengan uang di dalamnya.

"Ya ampun, ngga usah Kak. Udah te-terlalu banyak kamu bantuin aku."

Rizky memaksa Syifa supaya menerima. "Udah! Pake ini dan jangan pernah mikirin gimana caranya untuk ngembaliin. Anggap aja... Eum..." Rizky berpikir.

Syifa mengerut alis. "Anggep aja apa?"

"Eum... Anggep aja ini bayaran lo karena udah nemenin gue selama ini. Oke?"







Syifa duduk terbonceng. Mereka menuju rumah baru Syifa yang sebenarnya tak terlalu jauh dari kontrakan Rizky bila menaiki motor. Kira-kira hanya butuh 10 menit.

Pemilik mebel bilang, furnitur-furnitur tadi sudah di perjalanan, jadi Rizky menyusulnya untuk membantu menata semuanya.

Dalam boncengan, Syifa menatap wajah Rizky lewat kaca spion yang kebetulan belum Rizky benahi. Jadi pantulan laki-laki itu terlihat jelas.

Syifa mengulas senyum. Memperhatikan wajah Rizky yang nyatanya memang benar-benar tampan. Tak sadar dua tangannya meremas ujung baju Rizky yang sejak tadi ia genggam.

Matanya berkaca-kaca. Syifa masih tak percaya bahwa ada orang sebaik laki-laki itu. Demi apapun Syifa bersaksi bahwa Rizky tak pernah menyentuhnya, dalam artian yang lain.

PACAR ISTIMEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang