PACIS | 12

228 37 5
                                    

Rizky berlari menghampiri perempuan berambut hitam legam yang keluar dari sebuah restoran. Kakinya yang panjang mampu menahan perempuan itu agar tidak pergi lebih jauh.

"Syif!"

Syifa tentu kaget. "Iya?"

Bukannya menjelaskan apa yang terjadi, Rizky malah diam menatap Syifa. "Iya ada a-apa?" tanya Syifa mengulang ucapannya.

"Eum... Elo baik-baik aja, kan?"

Syifa mengerutkan kening. "Baik."

"Gue denger elo kena marah Pak Federick, ya?"

Syifa diam, ia sudah melarang Aldo untuk tidak menceritakan itu pada siapapun apalagi Rizky.

"Lo laper ga?" Rizky mengalihkan topik pembicaraan karena ia tau kalau Syifa sulit menceritakannya.

"Ngga kok." Mereka berjalan sampai duduk di kursi halte yang sepi. Derum kendaraan di depan mereka tak mengganggu Iky untuk terus menatap Syifa lewat ekor matanya.

"Kak Rizky bukannya ke--"

"Syif..." potong Iky. Syifa mengangkat dua alisnya. "Iya?"

"Kan udah perjanjian kalo kamu ga boleh panggil aku pake embel-embel 'kak' dan harus pake kata ganti 'kamu'." Rizky menjelaskan dengan sabar.

Syifa nampak frustasi karena mengiyakan itu. Ah kenapa Rizky tidak bisa merasakan betapa sulit melakukannya?!

Syifa menggaruk kepalanya dengan ragu.

"Coba dulu, please please..." Mohon Rizky.

"Gapapa?"

"Iya gapapa, aku yang minta kan."

Syifa menarik napas. "Ka-kamu kan kerja, ke-kenapa masih di si-sini?" Rizky tertawa mendengar nada Syifa yang begitu ragu.

"Susaaaahhh!"

"Hm yaudah, kamu ngelakuin itu kalo cuma kita berdua aja."

"Ahh s-syukurlah..."

Mulai teringat pertanyaan Syifa yang tadi, Rizky membenahi posisi. "Yaudah gue shift dulu, elo pulangnya hati-hati ya. Kalo udah di rumah kabarin gue," jelas Rizky. Syifa mengangguk patuh.






Sepatu sneaker berwarna putih menapak secara perlahan karena pemiliknya sedang melihat-lihat jajaran buku di perpustakaan yang tak jauh dari halte yang juga dijadikan pemberhentiannya dari angkot dua puluh menit lalu.

Syifa juga sudah mengabari Rizky kalau ia akan mampir ke beberapa tempat dan mungkin akan pulang terlambat.

"Ada yang bisa saya bantu, Kak?"

Syifa dengan masker juga rambut terurai hanya menggeleng. "A-aku udah nemuin bukunya." Ia juga memperlihatkan buku novel bertemakan persahabatan berjudul 'Hai for Bye.'

Setelah memberi data diri dan beberapa persyaratan lainnya, Syifa keluar dan menyunggingkan senyum karena mendapat buku incarannya selama setahun ini. Sebenarnya buku itu adalah rekomendasi dari Nuri, ibunya.

Keluar dari perpustakaan, Syifa menuju halte kembali dengan melewati parkiran sebuah kedai minuman yang cukup besar namanya. Menyelip di antara motor dan himpitan mobil.

Sempat tersandung karena tali sepatu yang lepas, Syifa tanpa basi-basi langsung berjongkok untuk mengikatkan, ditambah parkiran itu sepi jadi gas bae.

"Tali sepatunya lepas ya, Dek?"

Syifa terkejut, ia menoleh ke belakang dengan parno, tapi perasaan itu lekas hilang ketika mendapati seorang nenek yang duduk di kursi penumpang sebuah mobil sedan.

Selesai mengikat ia berdiri dan tersenyum. "Nenek ke-kenapa di sini se-sendirian?" Syifa mendekat beberapa langkah dan sama sekali tidak menghilangkan lekuk bibirnya.

Nenek itu nampak terkejut dengan apa yang ia dengar, membuat Syifa lagi-lagi mendapat pecutan mental. Seperti sudah tindakan spontan, Syifa menggigit bibir bersamaan dengan jemarinya yang bergerak tak keruan.

Nenek itu langsung tersenyum canggung. "Adek Sayang, maaf kalau sikap Nenek ngga sepatutnya, jujur Nenek kaget karena rasanya kamu terlalu sempurna untuk merasakan itu."

Syifa menarik napas lega, setidaknya ia tidak harus mendapat perlakuan seperti 'biasanya' jadi ia kembali tersenyum, sangat manis.

"Nenek lagi nunggu menantu Nenek, dia perlu kasih dokumen ke rekannya untuk presentasi," jelasnya, "Oh iya, nama kamu siapa?" Nenek itu membuka pintu mobil dengan perlahan karena usianya yang tak lagi mendukung.

"Ah... Na-namaku Syifa, Nek. Se-Syifa Arellia."








Rizky sedang bersandar di meja resepsionis, selain menunggu pengunjung baru dan menyediakan jasa untuk para tamu, ia juga sedang mengisi waktu sambil mengobrol dengan Sani.

"Cepet deh Ky elo siapin Syifa tempat baru, ga boleh tau kayak gitu kelamaan, bahaya."

Rizky mengangguk. "Iya, gue udah nemu kok kosan khusus putri. Daerah sini juga, itu lho yang biasa kita jadiin jalan pulang."

"Ah iya tau gue, btw, gue bilang gitu bukan karena ga suka atau apa ya, cuma gue menyadari kalo elo itu suka sama Syifa. Gue gamau aja suatu yang buruk terjadi, sorry to say."

"Iya San, ngerti gue, thanks lho."

"Hmm, mumpung ga ada Si Monyong Reza, coba dong elo cerita Ky kisah asmara lo sama Syifa. Gue kepo nih!"

Rizky tertawa kecil. "Ngga tau gue juga, San. Eum, lo pernah ngga sih rasain kayak... Belum tau banyak tapi udah terpikat?"

Sani hanya menggeleng dengan tatapan serius mendengarkan.

"Itu yang gue rasain. Gue ngga tau seperti apa latar belakang dia secara lengkap, tapi bagi gue itu bukan suatu permasalahan."

"Wah udah lah Ky, gue yakin ini adalah jatuh cinta elo yang sesungguhnya."

"Hahaha, mungkin sih. Dan lo tau? Gue ga ngerasain ini sewaktu sama Dasya."







Syifa duduk di sofa dengan kaki menyilang yang ia taikkan. Selesai mencuci pakaian dan membereskan pekerjaan rumah, Syifa melanjutkan aktivitas membacanya. Apalagi ia memiliki buku pinjaman jadi sangat bersemangat.

Ah ya, sebelum pulang sudah diceritakan bahwa ia bertemu seorang lansia. Mereka mengobrol beberapa lama sampai akhirnya Syifa pamit setelah sosok menantu nenek itu terlihat sedang berbicara di luar kantor.

Mereka berkenalan dan seperti sosok ibu yang Syifa rindukan, ia sangat senang bertemu nenek itu. Nenek pun menyambut Syifa dengan begitu manis sampai menanyakan hal-hal yang sebenarnya privasi.

Di bab pertama, Syifa disuguhkan oleh hangatnya tali persahabatan.

Bicara soal sahabat, perempuan itu sedikit terbesit sebuah kenangan. Kenangan bersama teman masa kecilnya yang sekaligus berposisi sebagai sepupunya, Ares.

Ares adalah sosok yang tidak pernah bisa Syifa lupakan. Walau katanya persahabatan masa kecil mudah digantikan, berbeda dengan cerita Syifa Arellia. Ares, orang yang selalu ada untuknya. Ares memang bukan orang pertama yang menghapus jejak air matanya kala itu, namun Ares lah orang pertama yang membuatnya kesal walau dalam kondisi menangis sekalipun, itulah momen yang paling Syifa ingat.

Jika Syifa memiliki Nuri dan Rian, maka Ares pun memiliki Arsa dan Nugi. Nugi adalah adik dari Nuri, dia baik namun sayangnya harus bersama perempuan yang licik.











---------------------------------


OH IYA GES! RENATA 2 AKAN DIPUBLISH SETELAH CERITA INI SELESAI. MAKA DARI ITU, 6 JUNI RENATA (1) AKAN DIREVISI.

Jadi untuk kalian yang masih save RENATA di library bisa dihapus dulu, atau tunggu aja buat baca ulang (dgn bbrpa adegan berbeda namun garis besarnya sama).

Cie sampul baru 👀


Senin, 30 Mei 2021
1024 kata
12.24

PACAR ISTIMEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang