PACIS | 17

229 38 9
                                    

Waktu berjalan begitu cepat, kenangan demi kenangan terbentuk setiap harinya. Walau masa lalu masih melekat, namun sekarang Syifa tak begitu mempedulikannya karena ia merasa masa sekarang adalah masa terbaiknya yang harus terus berjalan.

Ternyata, setelah kepergian Syifa dari kontrakan Rizky membuat keduanya semakin erat. Setiap hari tak bosan Rizky menjemput perempuan itu dengan senyumnya, dari mulai pagi sampai sorenya lagi untuk pulang bersama. Meski sesekali Syifa menolak dan memilih menggunakan angkutan umum karena keduanya beda shift, Syifa ingin Rizky menggunakan waktunya untuk beristirahat saja.

Seperti kali ini, Syifa sedang menunggu angkutan umum di halte. Niatnya akan pulang untuk segera mencuci seragam karena kemarin ia lupa melakukannya. Tapi karena bis tak kunjung datang, terbesit keinginan untuk meminjam buku lagi di perpustakaan yang ada di belakang halte.

Syifa menyetop angkot karena ia terlalu lelah jika harus berjalan ke sana.

Syifa benar-benar cantik, senyum lugunya otomatis mengembang ketika berkontak mata dengan orang, sekalipun tak ia kenal. Namun akhir-akhir ini ia lebih sering menggunakan masker setiap kali keluar ke area bebas, seperti yang kita tau, Rizky yang menyarankan itu.

Dan Syifa pikir-pikir ada benarnya juga, selain modus Rizky yang bilang bahwa daerah di sana penuh polusi, Syifa juga ingin menjaga privasinya karena ia tak mau bertemu dengan siapapun yang mungkin mengenal ia di masa lalu.

"Udah sampe Neng," ucap pak sopir. Syifa langsung turun dan memberi selembar uang. Ia membalik badannya dan berjalan memasuki gedung besar itu.

"Eh Syifa, mau buku genre apa lagi nih?" tanya mbak penjaga perpustakaan yang sudah mengenal perempuan itu.

Syifa tersenyum. "Ga tau, mau lihat-lihat dulu aja, Kak." Mbak itu mempersilakan dan Syifa mulai menatap kagum rak-rak yang berbarik rapi begitupun letak buku-buku di sana.

Ia meletakkan tasnya di lemari penitipan, lalu melangkah mendekat. Memasuki rak yang menyediakan genre buku romantis, ia sempat menoleh ke kiri-kanan karena merasa malu jika ada seseorang yang memergokinya ada di sana.

Ia ingin mengambil buku dengan judul Sempurna, namun ragu.








Syifa membawa dua buku yang ternyata bertemakan komedi. Ia melangkah menuju trotoar untuk menunggu angkot supaya bisa kembali ke halte.

Perempuan itu mengenakan jaket denim berwarna merah muda dengan jeans hitam yang membuat kakinya terlihat panjang. Rambut yang dibiarkan terikat dan juga bulu matanya yang lentik. Sedikit menyipitkan mata karena debu-debu mulai berterbangan.

"Loh... Syifa?"

Di tempatnya yang sudah berdiri, melintas mobil sedan berwarna hitam yang mana seseorang membuka kaca belakang dan menyundulkan kepalanya agar bisa melihat lebih jelas.

"Ah... Eyang?" Syifa mendekati mobil itu.

"Kamu nunggu apa?"

"Syifa nunggu angkot, Eyang. Ma-mau pulang."

Nenek itu tersenyum lembut lalu membuka pintu mobil. "Ayo bareng Eyang aja."

"Ah ngga u--"

"Udah hayuk masuk, Nak." Nenek segera menarik lembut tangan Syifa. Jadi mau tak mau Syifa mengiakan saja.

"Rumahmu di mana?"

"Di depan Pe-perumahan Tulmass."

Nenek mengulang ucapan Syifa dan menyuruh sang sopir membawa mereka ke sana. Syifa senang bisa bertemu nenek itu lagi, dan karena nenek tau bahwa Syifa merindukan eyangnya yang sudah meninggal, maka nenek meminta Syifa untuk memanggilnya Eyang. Agar perempuan itu bisa merasakan kembali bagaimana rasanya menjadi seorang cucu.

PACAR ISTIMEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang