PACIS | 40

80 27 4
                                    

Atas dasar cinta, akhirnya Syifa mengiyakan ajakan Rizky untuk datang ke kediaman lelaki itu. Dengan pakaian yang rapi dan sopan, Syifa menginjakkan kakinya. "Selamat datang," ucap Rizky seraya membukakan pagar.

Selangkah di pekarangan, jantung Syifa kembali berdegup kencang. Selama di mobil, tak hentinya Rizky melontarkan candaan supaya kekasihnya tidak gugup. Tapi apalah candaan itu di kala raga sudah tiba di ambang pintu. Semuanya sia-sia, tungkai kaki Syifa terasa lemas.

"Halo, Syifa!" Rina membuka pintunya setelah Rizky mengetuk pintu. Perempuan yang kini sudah berwajah pucat langsung disambar pelukan.

"Ha-halo, Tante."

Rina mengembangkan senyum kemudian melepas pelukannya. "Ayo masuk, papa udah nunggu."

Tanpa melepaskan tangan dari pundak Syifa, Rina membawa gadis cantik itu ke dalam, jalan terus sampai tiba di ruang tengah. Semuanya benar-benar disiapkan dengan baik, wangi ruangannya semerbak dan sangat dipastikan kenyamanannya.

Ketika mereka sampai, terlihat Seno sudah berdiri, ada senyum tipis di sana, membuat hati Rizky tenang karena ternyata sang ayah betul-betul mendukungnya.

"Kemari, Nak."

Syifa menoleh ke arah Rina dan Rizky, lelaki itu mengangguk dengan senyuman yang sangat manis.

"Ayo duduk," kata Seno, mempersilakan Syifa. "Ky, sini."

Rizky bergegas menyusul, dan duduk di samping Syifa. "Nanti kita makan malam di sini, ya."

Syifa mengangguk.

"Kalian sudah kenal berapa lama?"

"Eum, hampir dua tahun, Pah."

Seno mengangguk, menyodorkan secangkir teh yang belum juga Syifa sentuh. "Siapa nama panjangmu, Syifa?"

"Syifa Arellia."

Seno menatap lekat mata Syifa. Namun kesunyian berakhir ketika ponsel genggam Rizky berbunyi sangat nyaring. Dengan cepat lelaki itu keluar dan menjauh dari keduanya.

"Rizky belum cerita banyak tentang kamu. Jadi, apa boleh saya tanya satu hal?"

Syifa mengangguk.

"Sedalam apa kamu mencintai Rizky?"

Syifa terdiam, mematung, dan tersipu malu. Bagaimana tidak, pertanyaan macam apa itu? Apa tidak ada yang lain? Jika Syifa datang ke rumah seorang lelaki ya sudah jelas bagaimana perasaannya.

"Sa-saya ... yang saya tau sa-saya takut kehilangan dia, Om."

"Berarti, selama ini kamu adalah orang yang Rizky pertahankan." Senopati menunduk, mengambil napas dalam dengan penyesalan.

"Saya bisa mengerti kok a-apa yang terjadi. Biarlah semua ja-jadi masa lalu."

Mendengar penuturan Syifa, Seno cukup tenang. "Awalnya saya benci dengan putra saya sendiri, sampai akhirnya kebencian yang tertanam cukup lama itu mampu tercabut ketika sebuah fakta terungkap."

Syifa sibuk mendengarkan. Seno menoleh ke samping. Karena ruang tengah tak memiliki pintu dan terbuka begitu saja, maka Seno harus memastikan bahwa cerita ini hanya mereka berdua yang membicarakannya.

"Saya yakin, sedikit banyak pasti kamu tau mengenai permasalahan di rumah ini, yang membuat Rizky pergi. Itu semua ... saya lakukan semata-mata 'tuk merealisasikan sebuah janji. Janji yang saya ucapkan pada seseorang yang sebenarnya adalah musuh dalam selimut."

Syifa termangu, apa maksudnya?

"Dia adalah teman saya sejak masa sekolah. Berlanjut terus sampai kami bertemu di sebuah perusahaan dan membangun nama perusahaan itu bersama. Namun kebusukannya mulai tercipta, saya ditendang keluar ketika nama perusahaan melambung. Tentu dia lakukan dengan sembunyi-sembunyi."

Seno membuang napas lagi. Meski begitu belum ada rasa plong yang keluar. "Mau tak mau saya bangkit lagi, mencari tempat baru dan ketika lagi-lagi saya sudah di posisi yang cukup baik, dia datang. Dia mengingatkan saya pada sebuah candaan anak remaja yang menginginkan persahabatan terus ada. Saya menyesali itu. Seharusnya saya tau kalau orang sepertinya tak pantas dijadikan sahabat.

Tapi apa boleh buat, dia tau kelemahan saya, dia tau saya takkan bisa menolak karena kondisi perusahaan saya saat itu sedang tidak baik. Sampai akhirnya di keesokan hari, perusahaan saya mendapat kucuran dana yang bukan main-main.

Waktu itu juga, saya meminta Rizky untuk datang, bertemu dengan dia dan putrinya. Sampai saya kalap, saya termakan ego dan merasa bahwa harga diri saya sudah dilahap tuntas oleh orang sialan itu, jadi yang menjadi korban dari semua ini adalah ... Rizky."

Siapa bilang kalau Rizky sibuk menelepon dan pergi membantu sang ibu di dapur? Haha tidak semudah itu. Ketika selesai bertelepon, Rizky hendak kembali ke ruang tengah tetapi ketika ia dengar kata "benci" lekaki itu seperti terpecut oleh masa lalu. Ia takut jika Seno mengatakan yang tidak-tidak.

Namun yang terdengar adalah kebalikannya. Rizky menyimak, di sana ia tersandar. Ia tak menyangka kalau selama ini ada cerita yang disembunyikan. Jika ditelaah, Rizky tebak sepertinya Rina juga tidak tau. Karena bila wanita itu sepaham, maka semuanya tidak akan serumit ini.

Rizky akui Senopati memang pria dingin yang cukup angkuh. Ia tak ingin harga dirinya diinjak-injak, dan ketika ia merasa demikian, ia takkan mau membukanya di depan orang lain apalagi pada keluarganya. Dan lihatlah apa yang sekarang didapat, hanya penyesalan.

Papa mempertahankan semuanya itu karena tau kalau Citra terlanjur jatuh cinta, ujar Rizky dalam hati.

"Ky, kamu ngapain di sini?" Rina menghampiri Rizky yang sedang duduk diam di pintu belakang. "Mama udah nyiapin makan malamnya."

"Loh, kok nggak bilang aku? Aku kan pengen bantuin."

Rina memutar bola matanya.

"Kak," sapa Syifa ketika Rizky datang. Wajahnya cantik dan bersinar, membuat Rizky ingin cepat-cepat duduk dan memperhatikan perempuan itu mengunyah. Pasti menggemaskan.

"Katanya Nuni mau ke sini," ujar Rina.

"Wah, Mama yang kasih tau?"

Rina mengangguk.

Syifa melempar tatapan bertanya. Rizky membalas dengan senyuman.

"Tadi kalian ngobrol apa aja?"

"Obrolan biasa aja kok, Mah."

"Hm masa? Coba Mama mau denger," tanya Rina menanggapi balasan suaminya.

"Syifa anak tunggal."

"Itu aja? Perasaan kalian ngabisin waktu setengah jam sendiri, deh."

"Kamu kalo mau lebih panjang ya ngobrol sendiri sama anaknya."

Rizky dan Syifa tertawa ketika pancingan Rina berhasil, Seno menunjukkan sisi pemarahnya yang cukup lucu. Iya lucu, karena ada Syifa. Coba kalau hanya keluarga inti, pasti Rina tak akan berani.

"Ky! Rizky?" Suara parau terdengar. Kedatangannya disertai dengan suara suara tongkat.

"Nun!" Rizky bangkit dan meraih tubuh eyangnya untuk dipeluk.

Syifa melotot, itu adalah sosok eyang yang juga ia kenal. Itu eyang.

"Loh?" Rupanya eyang juga mengingat wajah Syifa.

"Eyang.." Syifa tersenyum manis, berusaha mengambil telapak wanita itu untuk disalimi.

"Rizky, maksudnya apa?" Eyang menatap sang putra tanpa mempedulikan Syifa yang menatapnya penuh kasih.

"Ini pacar Rizky, Nun."

Ada rasa senang ketika Rizky menyebut seperangkat kalimat itu. Syifa merasa diakui dan disayangi.

"Sejak kapan kalian kenal?"

"Hampir dua tahun," gumam Rizky, "Yaudah ayo kita makan."

Semua kembali duduk, namun pergerakan mereka terhenti ketika Nuni mengucapkan kalimat paling mengejutkan.

---------------------------------







Selasa, 15 Nov 2022
1024 kata
18.40

PACAR ISTIMEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang