PACIS | 14

220 37 6
                                    

Lambat hari dari Senin sampai Minggu begitu hangat Rizky rasakan. Tak bisa berbohong, kehadiran Syifa amat merubah Rizky. Pagi yang biasanya diawali dengan begitu masam dan datar, kini berubah senyum dan semangat bara. Malam yang mulanya lelah, penat dan amarah akan suatu hal, kini terganti dengan sebuah rasa senang yang ia sendiri pun tak tau apa alasan validnya.

Namun yang Rizky simpulkan, ia senang apabila Syifa Arellia berada di sisinya.

Dan jika kalian ingat, sebelumnya Rizky pernah mencari banyak sumber untuk mencari artikel tentang kegagapan Syifa. Dan beberapa hari ini ia sudah menerapkannya, dengan tidak berbicara terlalu cepat, tak memotong ucapan Syifa dan lainnya. Sedikit demi sedikit hasil pun mulai terlihat. Syifa tak mengetahui usaha yang Rizky lakukan dan menjalani hari seperti biasanya.

Sebagai seorang pejuang, tentu kemajuan sekecil apapun berarti sangat besar. Rizky menuntut Syifa secara halus untuk terus bicara sebagai terapi gagapnya, berguna untuk meningkatkan rasa percaya diri dan melatih kemampuan bicaranya dalam menata kata juga aturan napas.








Syifa duduk di kursi, menyandarkan tubuhnya ke tembok dan mulai menutup matanya. Lelah ternyata. Lalu muncul Aldo yang sebelumnya masih merapikan dapur.

"Minum Syif," katanya sembari membukakan sebotol air. Syifa meneguknya.

"Ma-makasih."

Aldo menatap Syifa. "Syif, kita itu belum lama kenal. Bahkan kamu belum kenal aku sepenuhnya, tapi... Kenapa kemarin..." ucap Aldo menggantung.

Syifa tersenyum simpul. "So-soalnya aku denger, kalo di sini a-ada pekerja lama yang bu-buat kesalahan maka hukumannya lebih berat dibandingkan pemula. Lebih baik aku yang kena, kan?"

Aldo tak bisa mengucapkan apa-apa lagi selain terima kasihnya.

"SYIFA!" panggil Sani dengan lantang. Membuat Syifa pastinya terkejut. "Iya, San?"

"Cepet ikut gue! Rizky kecelakaan!"



♥️




Sani dan Syifa langsung bergerak dan menuju ruang karyawan. Kentara sekali dari wajahnya, Syifa amat khawatir.

"Kak? Kak Rizky?" Syifa membelah kerumunan dengan dua tangannya. Dan mendapati Rizky yang sedang diobati oleh Reza.

"Eh Syif," sapa Rizky dengan senyum tipis. Lengannya turut diperban dengan bekas merah yang pastinya darah. Juga di keningnya diberikan plester.

"Gue ngga apa-apa kok," ujar Rizky. Syifa terus memandangnya dari kepala sampai ujung kaki. Setiap ia menemukan goresan, rasa khawatirnya semakin meledak-ledak.

"Kok bisa?"

"Ya... Kurang konsentrasi tadi."

Sani terkekeh. "Kan kerjaan dia ngelamunin elo Syif." Rizky langsung mendorong Sani, mengisyaratkan bahwa mulut perempuan itu musti diberi lakban agar tidak bocor.







Malam yang seperti biasanya, remang dan sepi karena tidak ada burung yang berkicau. Dan tidak ada pekik jangkrik. Namun ada satu yang berbeda di malam ini, kekhawatiran. Khawatir Syifa memenangkan seluruh emosionalnya hari itu, tidak ada senyum bahagia seperti hari sebelumnya.

"Khawatir banget ya, Syif?" goda Rizky. Syifa yang mendengar itu langsung mengalihkan pandang.

"Seneng deh kalo kamu khawatirin aku kayak gitu," ujarnya lagi terang-terangan. Syifa berdecak. "Khawatirku i-itu formal. Kalo semisal Kak Reza sa-sakit pun aku khawatir."

PACAR ISTIMEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang