PACIS | 28

91 22 5
                                    

Federick dengan tampilan rapi dan wangi, memasukkan dua tangannya ke saku kemudian berjalan santai ke luar ruangan.

"Halo, Syifa, lo lagi di rumah, kan?"

Federick melirik Sani yang ada di meja resepsionis, menggenggam ponsel yang diapit ke telinga.

"Rizky, Syif. Rizky ngga datang ke restoran dan HP dia mati. Gue sama Reza bener-bener khawatir tapi ga bisa ninggalin resto. Nah, mumpung lo dapet shift malam, bisa ngga dateng ke kontrakan Iky sebentar?"

"Alhamdulillah, oke ditunggu kabarnya ya, Syif."

Federick mengeluarkan ponselnya setelah memastikan kalau Sani sudah selesai berteleponan. Ia mengetik nama Syifa.

Butuh 5 detik sebelum teleponnya diterima. Terdengar suara perempuan. "Ya, halo? Ada apa, Pak?"

Federick menarik ponselnya agar lebih dekat dengan mulut. "Hari ini jadwal kamu diubah. Datang sekarang ke restoran, ya. Saya tunggu 10 menit."

"Ta-tapi—"

"Ngga ada tapi. Hari ini Rizky ga datang, jadi kamu yang gantikan. Atau perlu saya jemput?"

"Saya bisa sendiri, Pak."

Federick langsung mematikan panggilannya. Bibirnya nampak tersenyum, melebar hingga garis matanya menyipit. Apakah dia sedang bahagia?

Seseorang mendekati Dasya, dengan rambut berwarna biru, perempuan itu berkata. "Ngga ada Rizky, Das."

"Hah, kok bisa? Coba periksa lagi!"

"Ngga ada, Das. Tadi juga gue denger ada temennya bilang sendiri kalo Rizky ga dateng."

Dasya nampak berpikir. Dengan tidak adanya Rizky, maka rencana yang ia buat otomatis gagal. "Oh, gini aja." Dasya membisik ke perempuan itu kemudian tersenyum puas.

"Sisanya, biar gue yang handle. Kalo ini gagal, abis lo sama gue."

"Oke, serahin sama gue."

Dasya menutup kaca mobilnya, mengetuk-ngetuk stir mobil dengan tatapan kosong. "Semakin seru."

Sudah belasan, bahkan puluhan kali sudah Syifa menelepon Rizky. Tapi semuanya sama saja, nihil. Tidak ada balasan. Dengan halangan dari Federick, membuat Syifa tak bisa mendatangi Rizky.

"Kak, udah sampe."

Syifa terkejut, lekas turun dari motor yang rupanya sudah berhenti sejak 10 detik lalu.

Syifa menapaki tangga menuju ruangan belakang khusus pegawai. Hatinya gundah, tapi di sisi lain ada rasa percaya tak percaya dengan kegundahannya sendiri. Pasalnya, ini pertama kali Rizky tak memberi kabar pada rekan-rekannya. Tapi bisa saja, Rizky kehabisan kuota internet atau sedang ada di kelas. Ya tapi tetap saja, Syifa khawatir.

"Syif"

Bugh!

Seketika, pikiran positif yang berusaha Syifa bangun hilang.

Syifa menubruk dada Federick yang mana dengan tegapnya pria itu berdiri di ambang pintu. Federick menarik tubuh Syifa dengan sekali gerakan, seolah tau cara menangkap dengan cepat. Atau, sudah terlatih?

"Maaf" ujar Syifa, dengan cepat menjauh dari tangan Federick.

"Hm" Federick mengangguk, turut ia lihat Syifa dari atas sampai bawah. "Hari ini bantu teman-teman kamu, ya. Jadi pramusaji dulu."

Federick memberikan celemek. "Taruh barang kamu di laci, trus langsung samperin Mas Fajri. Tau kan orangnya yang mana?"

Syifa mengangguk. "Kalo gitu saya permisi, Pak."

PACAR ISTIMEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang