PACIS | 25

109 26 12
                                    

Rizky menghembuskan napasnya perlahan. "Cit, maaf sebelumnya tapi aku ngga bisa kasih jawaban apa-apa."

Mendengar balasan Rizky yang seperti itu, tentu Citra sakit hati. Meski bagaimana pun, ia masih berharap akan balasan atas perasaannya.

"Ayo dimakan." Rizky menyodorkan puding yang Citra pesan. "Enak loh ini."

Citra tersenyum kecut, tangannya membelah kecil puding itu dan mengunyahnya. Rizky nampak memperhatikan pergerakan Citra. Tak bisa berbohong paras cantik wanita di depannya cukup membuat pangling. Rizky melihat cukup banyak perubahan di diri Citra setelah kuliah beberapa waktu di luar negeri.

"Eum... Studiku di Amerika sudah selesai."

"Jadi mau diterusin di sini?"

Siang ini rasanya Syifa tak ingin menelan apapun. Namun, atas paksaan Federick, ia melakukannya.

"Gimana, suka sama kerjaan baru?" Federick menunduk, mengunyah nasi goreng yang ia buat sendiri. Syifa juga ikut menikmatinya, dan rasa itu tidaklah biasa. Bakat memasak Federick benar-benar pantas mendapatkan penghargaan.

"Suka, Pak."

Federick menatap Syifa. "Kan udah gue bilang, ga usah pake 'Pak.'"

Syifa hanya tersenyum kaku.

"Oh iya satu lagi, gimana soal jadwal baru lo? Kalo ada yang mau diganti, bilang secepatnya ya supaya gue ubah."

Syifa nampak mengingat jadwal yang sempat ia lupakan. "Iya"

Federick menyelesaikan makannya dan meneguk airnya dengan cepat. Kemudian ia tatap Syifa yang masih makan dengan tenang.

"Berhubung besok lo masuk shift malam, jadi siangnya gue pengen lo temenin gue buat nyari barang. Mau, kan?"

"Duh.. maaf Pak, besok saya... Sa-saya ada janji."

Sudah menjadi sebuah kebiasaan, Syifa menyetop angkutan umum dan menaikinya dalam diam. Pikirannya sudah penuh jadi tidak ada celah kosong untuk memikirkan hal lain.

Entah mengapa Syifa benar-benar tidak mengerti dengan apa yang ia rasakan. Cemburu. Bagaimana bisa ia cemburu pada Rizky? Mengapa ia merasakan ini? Mengapa rasanya sakit dan sungguh menyusahkan?

Begitu banyak mengapa.

"Kiri!" pekik Syifa ketika sampai di tujuan. Setelah turun, ia berjalan sampai ke rumahnya. Langit mendadak mendung, membuatnya segera merapikan diri dan menonton rintik hujan lewat jendela.

Wajahnya tertekuk, ia terbayang perihal Rizky yang mengobrol dengan perempuan di saat jam kerja. Dan diperhatikan, Rizky nampak serius. Wajah cantik jelita di sana juga menjadi permasalahan terbesar. Siapa dia? Dan mengapa ada di sana? Sekadar pengunjung atau bagaimana?

Rizky meratapi nasibnya yang bukanlah siapa-siapa dari seorang Syifa Arellia. Ya, mau dikatakan apalagi? Ini semua salah Reza.

Tetapi di sisi lain, hatinya juga sedang diterpa hujan ribut karena kedatangan Citra. Ini bisa menjadi 2 hal. Pertama, hal membahagiakan apabila Rizky mampu membujuk Citra untuk menyudahi perjodohan ini. Namun hal kedua dan yang berpotensi akan terjadi adalah, Citra memilih meneruskannya.

Melihat dari sikapnya tadi, Citra kecewa. Meski Rizky berharap kekecewaan itu bisa menjadi titik kesadaran—bahwa cinta tidak bisa dipaksakan—tetapi tidak semua orang bisa peka atas titik itu.

Kini Rizky hanya bisa menatap boneka biru yang akan ia berikan sebagai hadiah untuk Syifa. Ia mengelus bagian di mana terdapat selipan kertas. Rizky menyimpan perasaannya di sana bersama seulas harapan. Yakni, Syifa membacanya di waktu yang tepat.

PACAR ISTIMEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang