PACIS | 34

82 19 9
                                    

Dengan rasa kecewa dan marah, membawa seorang Citra berhenti di sebuah bangunan. Tangannya mengepal sampai buku jarinya berwarna putih. Langkahnya pun terdengar, ia masuk ke lingkup yang bukan wilayahnya.

Tok tok!

Ketukan yang tak disertai sapa, sahutan nama atau apapun sejenisnya membuat orang di dalam pun bingung. Namun menit setelahnya, Syifa membuka pintu.

Tak ada kata-kata di antara mereka melainkan saling memandang. Citra melempar tatapan tajam, apalagi tubuhnya yang lebih tinggi itu cukup terlihat mengerikan jika seperti ini. Syifa hanya bisa memegang ujung pakaiannya.

Ada tebakan demi tebakan. Syifa bisa melihat beberapa menit ke depan, pasti akan terjadi sesuatu yang kurang baik. Sepolosnya seseorang, pasti ia bisa peka akan suatu hal yang bisa merugikan.

Syifa mundur dan berusaha untuk menutup kembali pintunya. Karena dari tebakan itu, ia menemukan satu fakta yang ia ingat betul, bahwa wanita di depannya inilah yang ada di kontrakan Rizky beberapa waktu lalu. Wanita inilah yang pernah bertatapan dengan Rizky di restoran dan mengambil waktu istirahat lelaki itu. Dan terakhir, wanita ini juga yang menjatuhkan kepalanya di dada Rizky. Kurang ajar, ujar sisi jahat Syifa.

Sisa beberapa senti sebelum pintu benar-benar tertutup, Citra menahannya dengan kuat. Ternyata tubuhnya yang kurus itu memiliki stok energi yang besar. Ia mendorong dan membuat Syifa terkena dorongan itu pada keningnya.

"Jauhin Rizky! Kamu paham?"

Syifa mencoba mengatur napasnya, ia tak boleh terpancing oleh amarah. Ini semua bisa dibicarakan, pikirnya.

"Satu hal, ka-kamu bukan siapa-siapa. Jadi gak punya hak u-untuk bilang be-begitu." Syifa mengatakannya tanpa intonasi tinggi, sangat terjaga.

Citra menggeram, tangannya dilipat di depan dada kemudian matanya beralih ke objek lain. Seringai terdengar. "Kalo kamu gak tau, tandanya Rizky bohong sama kamu selama ini."

"Semua orang pu-punya urusannya sendiri. Kalo Kak Rizky memang bo-bohong yaudah, mau diapakan? Itu tandanya dia me-menunggu waktu yang tepat."

Citra terkesima dengan ucapan Syifa. Oh, tidak, maksudnya geli. "Waktu yang tepat? Kamu yakin dengan itu?"

Syifa mengangguk, meskipun ada cemas yang melintasi pancaran matanya.

"Oh bagus, berarti tugasku sekarang adalah kasih tau kamu kalo inilah 'waktu tepat' itu. Rizky dan aku akan bertunangan, seperti yang orang tua kami rencanakan setahun lalu."

Syifa terdiam, matanya terus menatap Citra. Air mukanya disisipi kekecewaan. Setahun lalu? Jika setahun lalu, maka ... maka posisiku selama ini apa? gumam Syifa dalam hati. Retakan rasa mulai terdengar.

"Gimana? Udah sakit hati belum? Selama ini Rizky cuma mainin kamu, karena buat dia, orang gak sempurna kayak kamu ini seru untuk dikasih harapan pal—"

"CUKUP!" Syifa berteriak, dua tangan itu menutup daun telinga rapat-rapat.

Citra menarik satu tangan itu dengan sekali hentakan. "Dengar ya, aku ini bantu kamu! Seandainya aku gak bilang kayak gini, selamanya kamu akan dipermainkan sama dia."

"Gak! Kak Rizky bu-bu-bu"

"Diem! Aku tuh capek denger kamu ngomong!" Citra membekap mulut Syifa sekaligus mendorongnya. Gurat amarah tercetak jelas di sana.

"Kenapa kamu harus ada di hidup Rizky?!" Citra terus mendorong Syifa sampai keduanya masuk ke kosan. Benar-benar kondisi yang tak lagi aman. Napas Citra begitu memburu.

Bruk

Syifa terjatuh ke sofa, posisinya telentang karena terjungkal akibat tangan sofa yang cukup tinggi. Terisap gelisah, faktanya tebakan Syifa tadi sangatlah akurat.

PACAR ISTIMEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang