PACIS | 32

72 21 13
                                    

Syifa tersenyum, hatinya hampa, tidak terlintas sedikit pun rasa yang berkelit minta dipertimbangkan. Pasalnya tak ada lagi hal yang bisa Syifa gunakan untuk mengiyakan pernyataan Federick.

"Pasti kamu hanya butuh waktu."

Syifa mengembalikan kertas yang ada di tangannya.

"Apa kamu mencintai orang lain?"

Dengan terpaksa Syifa mengangguk.

"Siapa dia? Reza?"

Syifa menggeleng.

"Apa saya kenal dengan dia?"

"Rizky Firman, ka-karyawan Bapak."

Federick termenung hingga beberapa saat. Matanya mengerjap beberapa kali untuk memastikan bahwa pendengarannya berfungsi dengan baik.

"Bukannya kalian ... Sepupu?"

Syifa tersenyum. "Bukan, kami nggak terhubung i-ikatan apapun, Pak."

Federick menyatukan tangannya ke paha, di bawah meja. Ia tumpahkan semua rasanya di sana. Mengepal kuat hingga buku jarinya memutih.

Rizky menatap kontrakannya. Ia tak bisa memastikan apa dirinya bisa kembali lagi ke sini atau tidak. Semua yang datang hari ini di luar dugaan. Ia pikir setelah ia menyakiti dirinya, yang datang adalah Syifa, lalu perempuan itu memeluknya untuk memastikan bahwa ia baik-baik saja. Bukan malah Citra.

"Ky, ada nggak HP-nya?"

Mendengar ibunya yang memanggil dari luar, menyadarkan laki-laki itu kalau dirinya sudah termenung di dalam dan menghabiskan waktu yang tidak sebentar.

Rizky menatap benda yang sedari tadi ia pertimbangkan untuk dibawa atau tidak. Totebag berisikan boneka beruang berwarna biru, yang cita-citanya ingin ia hadiahkan pada Syifa besok, di hari ulang tahunnya. Tapi siapa sangka, sekarang hubungan mereka benar-benar seperti di ujung tanduk.

"Mama masuk, ya?"

"Eh, iya Mah udah kok!" sahut Iky. Oke, dengan gerakan cepat ia tarik pegangan totebag dan menjinjingnya.

"Wah, apa itu?"

"Kado ulang tahun, Mah. Buat rekan Iky di resto."

"Mau diantar sekarang atau dibawa ke ru--"

"Sekarang. Biar aku yang bawa mobilnya."

Kendati penolakan tercetak jelas di wajah Syifa, Federick tak menyerah. Ia yakin dirinya bisa memenangkan pertarungan ini. Lagipula Rizky sudah resign, dan menurut tebakannya, Rizky memiliki kesibukan lain dan di antara kesibukan itu pasti tidak ada nama Syifa.

Iya, bisa saja cinta Syifa bertepuk sebelah tangan.

Mobil berhenti di sebuah bazzar kuliner. Sebelum ke pintu masuk pun banyak pedagang yang membuka stan, menjajarkan jualannya dengan senyum manis menarik pelanggan.

"Wah"

Mendengar sepatah kata saja berhasil menggairahkan perasaan Federick. Ini kali pertama Syifa merespons aksinya. "Gimana, kamu suka, kan?"

Syifa mengangguk. "Ini khusus ma-ma-makanan, ya?"

"Iya, bazzar kuliner. Pernah datang?"

Seketika raut yang cerah kembali menjadi awan mendung. Ingatannya menjurus pada masa lalu di mana ia dan laki-laki yang ia cintai bermain waktu. Memotret, menikmati cilok dan suasana hiruk-pikuk remaja.

"Mau coba yang mana, Syifa?"

Diliputi kekecewaan, diliputi api cemburu, dan diliputi rasa yang tak mengenakkan hatinya. Rupanya itu semua tidak membuat Rizky kehilangan rasa cintanya. Baginya, Syifa tetaplah perempuan yang sampai kini mengisi posisi yang sama.

PACAR ISTIMEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang