PACIS | 13

227 40 6
                                    

Perempuan berkaus hitam dengan rambut berantakan, menangis tersedu sampai sesenggukkan. Mata yang memerah karena tangis yang terus ada tak usai, hidung berair dan tubuhnya yang lemah karena belum mengonsumsi apapun setelah ia mendengar berita duka yang membuat dunianya hancur, bahkan tak berbentuk.

Tak ada kata yang ia ucapkan selain meraungkan nama ayah dan ibunya. Berita duka itu datang bertepatan saat setelah ia mendapat laporan kelulusannya.

Kerabat dari keluarga sang ayah mulai berdatangan, bisa dibilang merekalah keluarga yang sangat menyayangi Syifa seperti kepada putri mereka sendiri. Paman, bibik dan saudarinya terus menenangkan meski di mata mereka sendiri banjir air mata.

Dari pagi sampai pagi, sampai esok hari bahkan malamnya lagi Syifa tak menelan sesendok pun makanan yang sudah disajikan. Nafsunya hilang. Semuanya hancur.

Bagi Syifa, ayah dan ibunya adalah malaikatnya. Sosok paling berharga yang bahkan saat itu ia tak siap ditinggal, tak akan pernah siap. Namun Tuhan memang sudah menentukan takdir dan garis manusia di bumi ini. Selain menerima, Syifa juga harus mengikhlaskan.

Bangkitnya pun cukup sulit. Syifa membiarkan dirinya kehilangan beberapa kilo berat badannya, kehilangan seluruh cerianya.

Seminggu, dua minggu, sebulan sampai tiga bulan yang Syifa lakukan hanya diam di rumah mengenang semuanya. Ia berubah menjadi lebih diam. Seperti diamnya seorang introvert, begitu diam sunyi.

Dan saat kepergiaan orang tuanya, kerabat ibu yaitu Nugi memutuskan untuk menjaga keponakannya dengan pindah ke rumah milik Rian, bersama istri dan putranya Arsen.

Berkat kebaikan Nugi, keluarga pihak ayah cukup tenang dan kembali ke rumah mereka yang ada di luar kota, memang cukup jauh.

Syifa memang beruntung memiliki keluarga yang begitu menjaganya, mencintainya sedalam ia mencintai dua orang tuanya. Tak melihat apa yang kurang dan lebih mendengar kelebihan yang dimiliki.

Tiga bulan sudah disia-siakan, akhirnya Syifa memaksa dirinya untuk kembali bangkit meski masih sakit. Ia sadar kesedihannya tak ada guna. Ia tau sesuatu yang berlebihan akhirnya akan fatal. Jadi ia beranjak kembali, melangkah perlahan mengambil semua langkah yang awalnya ingin ia injak bersama Rian dan Nuri.

Dimulai dari mempersiapkan diri untuk masuk ke dunia perkuliahan yang akan ia ambil semester depan, lalu menulis kembali prospek pekerjaan yang ingin ia ambil nantinya.

Namun, ternyata ada yang salah.

Saat merenungi kesalahannya sambil menulis rencana masa depan, Syifa terpikirkan pada paman dan bibiknya yang sudah seatap dengannya, namun... Mereka sama sekali tak lagi ada di sisinya setelah kerabat keluarga Rian pulang, mereka membiarkan Syifa tersudut dan kesepian bersama kesedihan.

Syifa meletakkan pulpennya dan beranjak keluar kamar, perlahan ia melangkah, menuruni anak tangga untuk sampai di lantai dasar.

Orang yang ia cari berada di dapur, mungkin memasak? Ya, pasti memasak, untuknya.

Senyum manis yang lama tak muncul itu tercetak tipis di wajahnya. Syifa menemukan kue cokelat bertabur choco chips, membuat Syifa makin kesenangan. Ia julurkan tangan itu, namun sedetiknya Arsa menghalau. Terpukullah telapak tangan Syifa dengan keras, empunya hanya menahan sakit dengan terdiam.

"Main ambil aja, songong banget kamu."

Intonasi yang sangat tak pernah ia bayangkan.

PACAR ISTIMEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang