PACIS | 39

63 22 6
                                    

Kematin memang benar adanya. Sudah ketiga kalinya Syifa kehilangan orang yang berarti di hidupnya. Federick berhasil menanam rasa sakit yang begitu dalam di lubuk hati Syifa. Berkat kebaikannya selama ini, Syifa menangis tersedu dan air mata pun mengering.

Rizky yang juga mendengar kabar menyedihkan itu langsung menyusul ke rumah sakit. Dan sorenya, kegiatan pemakaman dilaksanakan. Syifa tidak berkata sedikit pun meski itu dengan Rizky maupun Sani. Ia diam layaknya sedang berbicara pada Federick di dimensi lain.

Pukul tujuh malam suasana pemakaman mulai sepi. Setengah jam lalu almarhum sudah mendapati tempat peristirahatan terbaiknya. Syifa menemani Carlos yang terisak di samping batu nisan. Saudara-saudara Federick juga datang, mereka saling berbagi haru.

"Syifa, apakah Federick pernah menjanjikan kamu sesuatu? Atau hal yang tertinggal?"

Syifa menggeleng lemas. "Ti-tidak ada, Pak."

Carlos menjeda beberapa saat sebelum akhirnya bicara lagi. "Saya tidak akan melupakan kamu, Syifa. Kamu pernah menjadi bagian terbaik di hidup Federick, dia bilang sendiri sama saya."

Syifa terkesima.

"Apapun yang kamu butuhkan, tolong katakan pada saya. Anggap saya ayah kamu, ya? Saya gak punya putri cantik di rumah.."

"Te-terima kasih banyak."

"Jaga dirimu, ya, Nak."

Sani menatap Syifa dari kejauhan, terlihat sangat kehilangan.

"Pak Federick ... gue gak nyangka," kata Reza.

"Sama," sahut Iky.

"Dosa gue banyak sama dia, duh ...."

"Udah deh, Za, jangan gini terus nanti gue nangis lagii!" sungut Sani.

Rizky bersandar pada tembok, matanya menatap Syifa. "Kalian tau nggak ...."

"Apa?"

"Pak Federick ... dia cinta banget sama Syifa."

Reza dan Sani melongo.

"Ketika gue hilang gitu aja dari hidup Syifa, yang jagain cewek itu adalah dia. Dia ngurusin banyak hal yang gak gue mampu. Dia ... baik."

Sani kembali berlinang.

"Terakhir kami ketemu, dia bilang kalo gue gak jaga Syifa dengan baik, maka jangan salahkan dia kalo sewaktu-waktu dia rebut Syifa dari gue. Awalnya gue takut, karena ... Ya, siapa sih yang bisa nolak Pak Federick? Kaya, royal, ganteng juga ...."

"Berarti ... Syifa lebih milih lo ya, Ky?"

Rizky menunduk. "Hm, mungkin iya. Tapi gue yakin, seandainya gue telat dateng, pasti Syifa akan nerima Federick. Gue yakin itu, San."

Benar. Hampir saja Syifa kehilangan arah sewaktu Federick membantunya banyak hal. Bahwasannya, dia yang membantu di kala susah, pasti akan selalu terkenang. Dan Federick mulai mengisi hati yang kesepian, kecewa dan bingung. Tapi Syifa masih memendam cinta untuk Rizky di bagian yang lain, yang tak banyak orang tau.

"Syif, mau ke mana lagi kita?"

Syifa menoleh ke arah Rizky. "Kan kamu yang pu-punya tujuan," katanya.

Rizky bungkam. Ia rasa Syifa sedang di fase malas bicara. Air mukanya begitu datar. Mungkin kelelahan karena menangis terus dan juga mengantuk.

"Kamu laper, kan? Mau mampir makan dulu?"

Syifa menggeleng.

"Ayolah, aku tau Syif kamu laper." Karena melihat kedai makanan yang menyediakan drive thru, Rizky pun membelokkan mobil dan memesan beberapa makanan. Jujur dirinya juga lapar.

PACAR ISTIMEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang