Jam dinding menunjukan pukul 1 malam. Devan terbangun dari tidurnya. Entah kenapa dia merasa tidak bisa tenang sekarang. Sepintas ia melirik Vania yang tengah tertidur di atas ranjang.
Mata Devan membulat saat melihat tubuh Vania menggigil. Reflek Devan menghampiri Vania yang masih tertidur pulas. Lelaki itu menempelkan telapak tangannya ke dahi Vania. Benar saja, perempuan itu demam.
Tanpa berpikir lama, Devan mengambil sebuah baskom berisi air hangat dan sebuah handuk kecil. Dengan berhati-hati, lelaki itu menempelkannya pada dahi Vania. Berharap hal itu dapat meredakan demamnya untuk beberapa saat.
Tubuh Vania masih menggigil. Pada awalnya Devan cukup panik menghadapi hal ini. Tapi, tiba-tiba Devan mempunyai inisiatif. Ia pernah mendengar kalau suhu tubuh laki-laki terasa lebih hangat dari pada perempuan. Dengan cepat, Devan melepaskan bajunya (shirtless) dan perlahan mendekap tubuh Vania dan memposisikan kepala istrinya tepat di dada bidang seorang Devan.
Devan tidak menampik, ia juga masih merasakan sakit akibat kejadian tadi. Tapi, melihat Vania seperti ini, rasa sakit tersebut tidak ada apa-apanya. Ia benar-benar merasa gagal menjadi suami bagi Vania. Terlebih lagi, kata Reza tadi sebelumnya Vania tidak pernah menangis seperti ini.
"Maafin aku Van, aku belum bisa jadi suami yang baik buat kamu. Kamu gak akan begini kalau bukan karena aku." Lirih Devan, perlahan mencium puncak kepala Vania dan semakin mengeratkan pelukannya.
...
Vania POV
Sinar matahari yang menembus dari jendela kamar menyilaukan mataku. Kontan, aku membuka mata.
Jantungku hampir copot saat tersadar kalau aku sedang ada di pelukan Devan. Dan, yang membuat aku kepikiran adalah kenapa Ia memelukku dalam keadaan bertelanjang dada?
Apa yang ia lakukan padaku semalam?
Setengah panik, aku berusaha melepaskan lingkaran lengan Devan pada tubuhku dengan cukup keras.
"Kamu udah bangun?" Tanyanya. Rupanya ia sudah terbangun sedari tadi.
Aku diam. Tidak sedikitpun ada rasa ingin meresponnya. Jujur, aku benar-benar masih kecewa dengannya.
Perlahan, aku merasakan telapak tangan Devan menyentuh dahiku. Beberapa detik setelahnya ia tersenyum.
"Kamu udah gak demam lagi. Kepala kamu pusing?"
Aku masih diam. Tapi sebentar, Devan kata aku demam? Perlahan aku melirik ke arah nakas di sampingku. Benar saja, ada sebuah baskom berisi air dan sebuah handuk kecil.
Devan menghela napas. "Kalau masih pusing nanti biar aku panggil dokter."
Aku memilih untuk bergeming. Tapi, Devan terus menatapku. Ah, suasana ini benar-benar tidak nyaman.
"Aku minta maaf," tiba-tiba kalimat bernada lirih keluar dari bibir Devan.
Aku yang muak mendengar kata maaf berinisiatif untuk beranjak darinya. Entahlah hatiku benar-benar masih sakit.
Tapi, belum sempat beranjak. Tangan Devan terlebih dahulu menahan tanganku.
"Aku mohon, dengerin penjelasan aku dulu Van."
Hening.
"Mungkin, kata maafku gak akan nyembuhin luka yang aku buat di hati kamu. Tapi, aku mohon kita perbaiki semuanya ya."
Aku tertegun. Aku sama sekali tidak bisa membedakan kalimat tadi dusta atau tidak. Tapi, entah mengapa hati aku merasa tersayat saat Devan memohon kepadaku.
"Aku mencintai kamu Vania. Benar-benar mencintai kamu. Aku gak punya alasan untuk meninggalkan kamu. Kejadian kemarin adalah salah aku. Aku yang terlalu terobsesi pada masalalu aku."
Hatiku tertusuk saat mendengar kata masalalu. Aku bingung kenapa orang-orang selalu terobesi pada masalalu? Bukannya kalau masalalu itu indah mengapa itu jadi masalalu? Kenapa tidak bertahan sampai sekarang?
"Tapi, aku sadar sekarang. Aku punya masa depan. Walau aku gak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi aku yakin selagi itu bersama kamu. Aku pasti bahagia."
Tahan Vania tahan. Jangan biarkan pertahanan batinmu roboh dengan ucapan manis Devan tadi. Mungkin, ini adalah kalimat termanis yang diucapkan Devan.
"Aku mohon sama kamu, tolong maafin aku. Dan, kita mulai semuanya lagi ya?"
Aku menghela napas panjang. Aku gak punya alasan untuk tidak memaafkan Devan. Semua orang bisa melakukan kesalahan tanpa terkecuali Devan. Tapi, aku tidak melihat dusta dalam nanar mata Devan. Mungkin Devan tulus dengan permintaan maafnya.
Aku menganggukan kepalaku perlahan. "Tapi, aku mohon Van. Jangan pernah ninggalin aku. Aku benar-benar cinta sama kamu." Ucapku.
Devan mengangguk antusias. "Itu pasti! Aku janji sama kamu. Aku janji!"
Aku tersenyum. Secara tiba-tiba Devan memeluk tubuhku. Dekapan tubuh Devan benar-benar membuatku pulang. Pulang ke dalam kenyamanan, kedaiamaian dan kebahagiaan. Sesakit apapun sakit hatiku tadi, aku bingung mengapa hal itu mendadak tidak terasa saat ia memelukku?
Selamat Hari Raya Aidil Fitri. Mohon maaf lahir dan Zahir.
Gimana? Lebih suka mereka berantem atau baikan?
Publish : 17 Mei 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Devan [END]
Teen Fiction15+ Devan Baskara Mahendra adalah Badboy kelas kakap di SMA Garuda yang terpaksa harus menikah dengan Agatha Vania Kirana yang tak lain adalah perempuan yang sangat membencinya. Apakah yang akan terjadi? Start : 27 Januari 2021 Finish : 22 Januari 2...