DVNM | Cucu dan Jatah

10.9K 330 1
                                    

Makan malam kali ini berbeda, kalau biasanya hanya Devan dan Vania saja. Kini, ada Anya dan Tristan. Mereka sengaja berkunjung karena mendengar kabar kalau anak perempuannya sedang sakit.

"Besok kamu masuk sekolah Nia?" Tanya Anya.

Devan menyambar "Tanggung Mah, sekalian aja senin Vania baru masuk sekolah."

Mata Vania melotot. "Kok gitu? Nia udah sehat kok."

"Tanggung Van, besok jumat." ucap Devan.

"Lah emangnya kenapa?" Vania menjeda. "Ish, Nia Bete tau di rumah terus."

"Bete kenapa sih? Kan bisa berduaan sama Devan. Siapa tahu Mamah sama Papah bisa segera dapat cucu." Anya meledek mereka berdua.

"Bener tuh Mah. Papah juga gak sabar pengen nimang Cucu." Tristan ikut-ikutan.

"Uhuk! Uhuk!" Vania tersedak makanan yang sedang dikunyahnya. Tidak salah dengar kah ia?

"Ih Mamah sama Papah apa-apaan sih. Nia kan masih sekolah. Lagian kenapa gak minta Cucu dari Abang aja?"

"Becanda sayang, kamu mah serius banget nanggepinnya." Anya tertawa.

Devan juga ikut menyunggingkan senyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Devan,"

"Iya Pah, ada apa?" Saut Devan.

"Gimana Nia kalau lagi anu."

Nia yang mendengar ucapan itu hanya mengerutkan dahinya.

Devan melirik ke arah Vania "Oalah. Anak Papah ganas banget."

Tawa Tristan dan Anya pecah. Ah, topik pembicaraan ini begitu tidak nyaman bagi Vania. Lagi pula, Vania belum pernah melakukan hal tersebut. Dan ia juga belum berpikir sejauh itu.

...

Sepeninggal Anya dan Tristan pulang. Vania hanya rebahan. Memeluk erat gulingnya. Pikirannya benar-benar kacau sekarang.

Istri macam apa Vania ini. Ia pernah belajar tentang kewajiban istri terhadap suami, kalau istri harus menawarkan kebutuhan biologisnya kepada suami. Tapi, mengingat statusnya dan Devan yang masih sekolah membuatnya ragu untuk menawarkannya pada Devan.

Selang beberapa detik setelahnya. Devan masuk ke kamar dengan membawa bungkusan berwarna hitam, dan menyodorkannya pada Vania.

"I...ini apa Van?"

"Buka aja."

Vania mengangguk. Ia pun membuka bungkusan tersebut. Betapa terkejutnya Vania saat mengetahui isi bungkusan tersebut adalah sebuah ponsel IPHONE 12 PRO MAX keluaran terbaru.

"Van, apa ini gak kemalahan?"

Devan tersenyum, dan duduk di samping Vania.

"Gak kok. Selama kita nikah aku belum pernah kasih kamu hadiah pernikahan. Ya, jadi ini hadiahnya."

"Tapi, ini bener-bener mahal lho Van,"

"Gak apa-apa. Santai aja,"

Vania ikut tersenyum.

"Devan,"

"Hm,"

"Perihal omongan Mamah sama Papah tadi,"

"Minta cucu?" Sambar Devan.

"I...iya,"

Devan kembali tersenyum. "Kamu gak usah khawatir. Aku gak akan minta hak aku, kalau kamu belum siap."

"Ta...tapi, itu hak kamu Van,"

"Memangnya kamu siap?"

Vania mengangguk perlahan. "Nia siap kok, kalau memang kamu mau."

Duarrrrrr! Kacau ini sih kacau. Vania seakan-akan sudah memberi lampu hijau baginya.

Memang tidak bisa dipungkiri sebagai lelaki, Devan mempunyai naluri terhadap hal tersebut. Tapi, sadar Devan sadar. Ingat! Kamu dan Vania belum saling mencintai, kalau kamu melakukannya itu berarti sama saja kamu memperlakukan Vania layaknya perempuan murahan.

Memang status Devan dan Vania sudah sah di mata agama. Tapi, tetap saja ada keraguan di hati Devan untuk melakukannya. Mengingat, Ia dan Vania juga masih duduk di bangku sekolah. Ia tidak mau, hal tersebut malah kebablasan. Alhasil, itu akan menghancurkan masa depan mereka berdua, bahkan masa depan Vania akan lebih hancur daripada Devan apabila hal tersebut terjadi.

Devan tersenyum. "Tapi, aku nya lagi gak mau. Aku capek. Kalau begituan kan harus punya energi ekstra."

Devan tertawa geli. Sedangkan Vania hanya tersipu malu.

"Ya udah, mending kamu tidur aja."

"Kamu udah minum obatnya?" Lanjut Devan.

Nia mengangguk. "Udah kok tadi,"

Devan ikut merebahkan tubuhnya di atas kasur tersebut. Membuka lengannya lebar-lebar.

"Sini," ajaknya.

Vania tersenyum sekilas, dengan cepat berhambur ke dekapan suaminya. Entahlah, posisi seperti begitu nyaman bagi Vania.

Perempuan itu juga membalas dekapan Devan. Memposisikan kepalanya di leher Devan. Mengusel-uselkan wajahnya.

Sedangkan Devan hanya diam. Tahan, Devan Tahan. Ingat! Vania masih polos. Vania tidak sadar kalau leher adalah salah satu titik sensitif dari seorang Devan.

"Jangan bangun dong joni," ucap Devan dalam hati.

Nah lho. Makasih ya sudah mau berkunjung. Jangan lupa tekan bintang di pojok kiri. Terimakasih.

Publish : 16 Maret 2021

Married with Devan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang