MwD | Langkah Awal

4.6K 180 9
                                    

"Sorry Bel. Gua mutusin buat batalin perjanjian ini."

"Apa? Batalin kata lo? Lo gak nyadar ini tuh baru mulai."

Arfan menggeleng. "Gua rasa gak perlu kita lanjutin semua ini Bel."

"Lo gak mau dapetin Vania hah?"

"Gua emang cinta sama dia. Tapi, gua gak bodoh Bel. Gua gak mungkin maksain Vania. Karena gua tau cinta itu gak bisa dipaksa dan memaksa." Arfan menjeda.

"Gua justru malah gak tega liat Vania kemarin. Gua merasa bersalah. Gua gak mau semakin bikin dia terluka Bel."

Bella semakin geram. "Gak! Lo gak bisa mutusin ini semua secara sepihak! Lo masih punya harapan hidup sama Vania. Dan, gua yakin lo bisa ngebahagiain dia lebih dari Devan." Hasut Bella.

Arfan kembali menggeleng. "Gak Bel. Vania udah menemukan kebahagiaannya. Gua sayang sama dia. Gua gak mungkin hancurin kebahagiaan orang yang gua sayang. Lagi pula, cinta gak harus memiliki."

"Omong kosong. Kalau lo cinta ya harus memiliki lah. Lo gak bisa ngalah begini. Lo harus berjuang buat bikin Vania jatuh cinta sama lo!"

"Bikin Vania cinta sama gue sama aja memaksakan gua buat ngelupain dia."

"Biar gua yang berusaha melupakan dia Bel." Lanjutnya.

"Jangan lemah dong! Jangan jadi pecundang! Lo bisa dapetin Vania!"

"Justru gua merasa pecundang kalau bisa dapetin Vania dari cara yang salah."

Bella mulai panik. Ia tidak bisa membiarkan ini semua. Ia pasti akan kesulitan untuk mendapatkan Devan tanpa  bantuan dari Arfan.

"Lebih baik kita mikirin cara lain."

"Gak Bel. Gua ingin berhenti sampai sini. Gua gak mau jadi orang bodoh cuma karena cinta. Maaf,"

Tanpa basa-basi, Arfan melenggang meninggalkan Bella. Kontan, Bella tidak terima dengan itu.

"FAN!"

"ARFAN DENGERIN GUA!"

Arfan tidak menoleh sama sekali.

"ARFAAAAAANNNNNNNNNN!"

...

Vania sedari tadi sibuk mengemasi beberapa dokumen, serta fotokopi rapot ke dalam tas nya.

"Ini buat apa?" Tanya Devan.

"Hari ini pemberkasan SNMPTN udah di mulai. Jadi, Nia buru-buru daftar. Takut servernya malah down. Biasanya kalau daftarnya belakangan pasti penuh."

"Oh,"

"Kamu gak mau daftar gitu Van?"

"Kayaknya enggak. Kamu aja" Devan mencubit hidung Vania. Gemas.

"Lah kamu gak mau kuliah?" Dahi Vania berkerut.

"Kuliah sayang. Tapi, gak di negeri. Palingan di swasta."

"Kenapa memangnya? Bukan negeri itu bagus?"

"Mau Negeri atau Swasta sama aja kok."

Nia terdiam beberapa saat.

"Apa lebih baik Nia gak perlu kuliah di negeri Van?" Sambung Vania.

"Kenapa memangnya?" Devan tidak habis pikir.

"Nia pikir-pikir, kayaknya kita nanti bakalan sering pisah deh Van."

Devan tersenyum. Menatap wajah Vania.

"Gak. Aku gak bakalan biarin kita pisah. Biar nanti aku cari PTS terdekat sama kuliahan kamu ya."

"Tapi-"

Grep!

Devan memeluk tubuh Vania secara mendadak. "Kamu gak usah khawatirin hal itu, yang terpenting kamu bisa raih apa yang kamu cita-citain. Aku gak mau, karena pernikahan ini impian kamu malah terkubur."

"Aku tahu, Kamu itu tipe orang yang punya mimpi besar Van. Dan, aku bakalan ngedukung kamu seutuhnya."

Vania menghela napas panjang.

"Nilai Nia juga gak tinggi-tinggi amat Van. Nia minder jadinya. Nia takut gak lolos juga."

Tangan Devan mengelus rambut Vania.

"Coba aja dulu. Jangan mikirin macem-macem. Kamu gak bakalan maju kalau kamu kebanyakan mikir."

"Kalau aku aja yakin sama kamu. Kenapa kamu gak yakin sama diri kamu sendiri?"

Devan sebisa mungkin menyemangati Vania. Ia tahu betul, Vania mempunyai cita-cita yang tinggi. Devan tidak mau, jika pernikahan ini menjadi penghalang bagi Vania dan mimpinya.

Karena ini juga Van, kenapa gua gak minta jatah gua sekarang. Gua gak mau lo malah kualahan mengurus anak nantinya. Batin Devan.

"Ini mau pelukan aja seharian? Gak jadi berangkatnya Yang?"

Vania terhenyak. Dengan cepat melepaskan dekapannya dari tubuh Devan. Devan tidak tahu sikon padahal sedang nyaman. Ya BTW Dada bidang Devan sangat pelukable.

"Lah kok cember-"

Cup!

Kini bukan Devan yang mencium bibir vania. Tapi, Vania yang mencium bibir Devan.

"Udah berani ya sekarang."

"Ya abis kamu rewel."

Vania mengulum senyum. Berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah.

"Kamu pakai krim bermekuri Yang?"

Alis Vania saling bertaut. "Gak lah. Bahaya."

"Lah terus itu kenapa muka kamu merah?"

...

Wkwkwkwkwk. Jangan lupa kasih Vote.

Publish : 20 Mei 2021

Married with Devan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang