Flashback

3.5K 137 0
                                    

Bella berjalan menuju stasiun pada malam itu. Hampir seharian ia habiskan waktunya di rumah Ghea untuk mengerjakan begitu banyak tugas sekolah. Walau termasuk siswi yang cukup cerdas, Bella lebih memilih untuk mengerjakan tugas bersama teman-temannya. Alasannya simple, semakin banyak orang semakin cepat selesai.

Tapi, kenyataan ternyata tidak berbanding lurus dengan apa yang terjadi di tempat. Hanya beberapa orang saja yang membantunya mengerjakan. Sisanya hanya menunggu hasil, dan lebih sibuk menggibah.

Belum sampai Bella di stasiun, fokusnya tiba-tiba terpecah. Melihat seorang lelaki yang tidak asing baginya sedang berjalan kelimpungan.

Bella benar-benar kaget, rupanya itu adalah Brian. Salah satu anak konglomerat terkenal di kota ini. Sebetulnya Bella tidak kaget dengan tingkah Bri yang mabuk-mabukan seperti sekarang. Tapi, hatinya begitu simpati saat melihat lelaki itu berjalan kelimpungan sesekali terjatuh ke aspal.

Tanpa ragu, perempuan 17 tahun itu menghampiri Brian. Bau alcohol yang menyengat benar-benar tercium dari tubuh lelaki itu.

"Bri, lo gak apa-apa?" Tanya Bella memastikan.

Bella menggaruk kepalanya. "Aduh gimana ini, mana gak ada orang. Gak mungkin juga kan gua bopong dia."

"Bri, lo denger gua gak?"

"Mmmmm..." Brian mengelu

"Syukur deh lo masih idup."

Bri tiba-tiba tersenyum. Matanya memperhatikan tubuh Bella dengan seksama. "Lo cantik." Perlahan, Bri mencoba untuk bangun dari posisinya. Dan dengan cepat meraih tangan Bella. Bukan hanya itu, Lelaki blasteran itu juga mendekatkan wajahnya ke wajah Bella.

"Bri, lo mau ngapain?" Bella kaget.

Masih dalam keadaan mabuk, Bri lagi-lagi tersenyum. Tangan Brian kini beranjak mendekap tubuh Bella.

"Bri, lo jangan macem-macem. Lepasin gue." Bella memberontak. Ia takut diapa-apakan Brian.

"Bri Lepasin!"

Bukannya melepaskannya Brian justru semakin mengeratkan dekapannya. Bella benar-benar panik. Bahkan sepanik-paniknya.

Dengan sekuat tenaga, Bella mencoba menjauhkan tubuh Brian dari tubuhnya. Tapi, sekuat apapun Bella berusaha tenaganya tidak cukup kuat untuk melawan tenaga dari seorang Brian.

"Bri, gua mohon jangan lakuin itu! Lepasin gue!"

"BRIIII LEPASIN GUA!"

Brian sama sekali tidak mengindahkannya.

"TOLONG! TOLOOOONG!" Bella benar-benad histeris. Sebisa mungkin ia menjerit meminta pertolongan. Tapi, sayangnya gang ini begitu sepi. Tidak ada seorangpun yang berlalu lalang di sini.

Dan, akhirnya hal itu pun terjadi.

...

Sejak kejadian tersebut, tidak ada satu hal pun dari Bella yang baik-baik saja. Bella jadi lebih sedikit pemurung dan lebih suka menyendiri.

Terlebih lagi respon Brian. Lelaki itu benar-benar bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Setiap bertemu di sekolah, dia bersikap acuh seperti biasanya.

Puncaknya adalah saat dua garis merah terlihat pada alat tes kehamilan yang baru saja Bella gunakan. Tidak ada kata lain dalam dirinya kecuali "Hancur"

Ia benar-benar terpuruk saat itu. Mau tidak mau Brian harus bertanggung jawab atas apa yang telah lelaki itu perbuat padanya.

"Bri, gua hamil."

Respon lelaki itu hanya santai. "Ya udah nih," Bri menyodorkan beberapa lembar uang padanya.

"Maksud lo apa?"

"Gugurin anak itu. Gua gak mau anak itu lahir. Lagian itu juga kecelakaan kan,"

"Gak gua gak mau. Apapun alasannya lo harus tanggung jawab Bri. Lo udah ngehancurin hidup gua!"

Bri berdecih. "Menurut lo kalau orang lain tau itu anak gue, masa depan gue gak ikut hancur? Udahlah satu-satunya solusi lo harus gugurin anak itu."

"Gak, gua gak mau." Elak Bella

"Ya udah kalau itu keputusan lo. Apapun alasannya gua gak mau tanggung jawab."

"Tapi Bri-"

"Cukup! Jangan bikin gua pusing! Sekali lagi gua pertegas kalau satu-satunya solusi gugurin anak itu!"

"Gua gak punya waktu!" Sambungnya. Beberapa detik setelahnya lelaki itu melaju kencang dengan motornya.

Gimana kalau kalian ada di posisi Bella?

Publish : 13 Agustus 2021

Married with Devan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang