16. DVNM| Panik

6.9K 248 1
                                    

Devan berjalan sedikit lunglai, masuk ke dalam apartemennya. Ia hampir tidak ingat apa-apa perihal semalam.

Ia merebahkan tubuhnya di atas sofa yang ada di ruang TV. Awalnya ia mencari-cari keberadaan Vania. Tapi, ia ingat. Ini hari kerja. Sudah pasti perempuan itu sedang sekolah. Pikirnya.

Tanpa ragu, ia pun kembali memejamkan matanya.

Beberapa jam berlalu, Devan pun membuka matanya. Pusing karena efek mabukpun mulai reda. Ia menengok jam yang menempel di dinding. Tak jauh dari tempatnya. Sudah jam 5 sore. Tapi, ia belum melihat tanda-tanda keberadaan Vania. Apakah dia ada tugas?

Perlahan, ia meraih benda persegi yang ada di sakunya. Mengaktifkannya. Beberapa detik kemudian, kedua alis Devan saling bertaut saat melihat beberapa panggilan tak terjawab dari Vania. Matanya kini beralih pada aplikasi chating. Ada beberapa pesan dari Vania.

Mata lelaki itu melotot saat mengetahui isi dari rentetan pesan Vania.

Vania;

Van, Nia minta maaf.

Dengerin penjelasan Nia dulu. Ini semua salah paham.

Nia gak bermaksud ketemuan sama Arfan. Tadi, Netta yang ajak Nia. Dan Nia gak tahu kalau Netta mau nemuin Nia ke Arfan.

Van, Nia mohon percaya sama Nia.

Nia jujur Van.

Maafin Nia Van.

Sejenak Devan terdiam. Berusaha mengingat-ingat kembali kejadian yang terjadi tadi malam. Argghhhhhhhh! Efek minuman itu benar-benar membuat otaknya hampir tidak mengingat apapun.

Devan terus membaca pesan-pesan dari Vania. Sampai ia benar-benar terlonjak kaget saat membaca pesan terakhir dari rentetan pesan tersebut.

Vania;
Van, Nia takut. Tolongin Nia. Ada orang yang dari tadi ikutin Nia, Van. Nia mohon, datang ke Jl Surapati sekarang.

Devan berusaha menghubungi Vania via sambungan suara. Tapi, handphone perempuan itu tidak aktif. Room chatnya pun terakhir kali dilihat malam tadi.

Lelaki itu mulai panik, dengan cepat ia menghubungi Fakhri.

Hallo,

Hallo Van, ada apa?

Gue minta nomor Netta sekarang!

Tapi, gue gak punya.

CARI SEKARANG! Nada bicara Devan mendadak meninggi.

Di seberang sana, Fakhri masih tak habis pikir dengan perilaku Devan belakangan ini. Tanpa berpikir panjang, ia segera mencari nomor Netta. Tak butuh waktu lama juga, ia pun mendapatkan nomor perempuan itu dari grup Angkatan sekolah. Dengan sigap, ia mengirimkannya pada Devan.

Halo Net.

Maaf, ini siapa ya?

Ini gue Devan.

O...oh, i...iya Van ada apa? Netta cukup gugup. Ia masih canggung perihal kejadian semalam.

Vania tadi masuk sekolah?

Enggak Van. Gue udah coba nelpon dia. Tapi gak aktif.

Devan segera memutuskan telepon itu sepihak.

Arghhhhhhhhhhhh! Pekiknya.

***

Devan mengebutkan mobilnya menuju jalan Surapati. Pikirannya tidak bisa tenang sekarang. Apa benar Vania diculik? Kalaupun iya, siapa yang menculik dia? Secara kan, perempuan itu hampir bisa dipastikan tidak memiliki musuh.

Ia bergegas menuju pos penjagaan Jalan tersebut, meminta untuk diputarkan rekaman CCTV semalam.

"Tapi, kita tidak mungkin memutar semuanya. Kamu mau lihat Rekaman CCTV jam berapa?" Tanya seorang lelaki. Penjaga jalan itu.

Devan terdiam sejenak. Berusaha berpikir. Tatapannya kini beranjak pada ponsel di depannya. Pesan mengirim pesan padanya sekitar jam 22.30 malam, berarti kejadian itu seharusnya ada pada pukul tersebut juga.

"Sekitar jam setengah sebelas Pak,"

Lelaki itu mengangguk. "Baik, sebentar saya carikan dulu filenya."

Beberapa saat kemudian, lelaki itu memutar rekaman yang diminta oleh Devan.

Benar saja, ada sebuah angkot yang diikuti oleh dua motor sport.

"Pak, stop!" Devan menjeda, "zoom ke arah dua motor itu." Lelaki tersebut mengangguk.

Dengan seksama, Devan memperhatikan kedua pengendara motor tersebut. Sial! Wajah mereka tidak jelas terlihat.

Satu panggilan masuk ke dalam ponselnya.

"Netta?" Tanpa ragu, lelaki jangkung itupun mengangkat telepon tersebut.

"Hallo Van, Vania udah pulang?"

"Belum,"

"Gue dapat informasi kalau koordinat Vania ada di Ruko lama Timur."

Devan menautkan kedua alisnya. "Lo tau dari mana?"

"Gue tadi lacak nomor HPnya."

"Oke, gua akan kesana."

***

"Devan lagi ke sana." Ucap Netta.

"Ke Ruko Lama Timur?" Tanya Arfan,

Perempuan itu mengangguk.

"Gue juga mesti ke sana,"

Netta terkejut. "Jangan! Bisa kacau nantinya. Lo tau kan, semalam Devan semarah apa pas liat lo sama Vania?"

Apa yang dikatakan Netta ada benarnya juga.

"Tapi, setahu gue di sana itu sarangnya preman, Ta." Arfan menjeda. "Gue mau ikutin Devan, berjaga-jaga."

Netta tetap menahannya. "Gue hargain niat baik lo Fan. Cuma, itu juga berbahaya!"

"Ya, tapi kita harus gimana? Mungkin kalau gue gak ngerencanain semua itu, ini gak akan terjadi."

"Terus menurut lo, gue gak merasa bersalah gitu?" Netta menghela napas. "Gue juga terlibat di masalah ini."

"Saat ini kita harus berpikir jernih Fan, jangan terbawa emosi." Sambungnya.

***
Setelah mendapat kabar dari Netta, dengan cepat Devan melajukan mobilnya menuju titik dimana koordinat Vania terlacak. Ia sengaja pergi sendiri, tidak mengajak anggota "Royal" seorangpun. Ia berdalih, ini semua adalah urusan pribadinya.

Mobil pabrikan Jepang tersebut kini memasuki kawasan tersebut. Mata hazel Devan memperhatikan sekitar dengan seksama. Suasananya benar-benar sepi. Ia paham benar, ruko-ruko ini adalah pusat perkumpulan para gengster maupun preman. Ia pernah mendengar tempat ini. Tempat ini tak lain adalah markas para penjual barang haram.

Devan menghentikan laju mobilnya di depan sebuah ruko yang cukup besar. Ia memperhatikan sekilas sebuah motor yang terparkir di depan bangunan tersebut.

Matanya melotot saat mengetahui siapa si-empunya motor itu. Seharusnya dari awal ia tahu ini ulah siapa.

Devan berlari memasuki bangunan di depannya. Bangunan ini memiliki beberapa lantai. Dan dari bawah, terdengar suara tertawa beberapa orang dari lantai atas.

Beberapa orang tersebut terkejut saat melihat kedatangan Devan. Tanpa ragu, Lelaki jangkung itu dengan cepat melayangkan beberapa pukulan kepada orang-orang itu. Walau posisi kalah jumlah. Tapi, Devan cukup lihai dalam bidang berkelahi.

Suara dentuman pukulan pun terdengar santer. Satu persatu orang-orang tersebut berhasil Devan lumpuhkan.

"BUGGHHH!" Sebuah pukulan berhasil mendarat di kepala Devan. Spontan, lelaki itupun tersungkur jatuh ke lantai.




Married with Devan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang