20. Pengakuan

58 7 0
                                    

Happy Reading Guys🤗🤗💙
.
.
.
.
.
.
.

'Mengucapkan itu padamu memang sangat merepotkan bagiku, karena terhalang oleh ego dan keraguanku.'
~ARIL~

Hari menjelang sore, kini hanya menyisahkan anggota Dewan Galang, senior dan alumni, sudah pasti trining dadakan akan terjadi. Namun disini Ranya tidak ikut serta dalamnya, ia lebih memilih memikirkan bagaimana ia bisa shalat Ashar sekarang?

"Lo ngapain disini sendirian?" suara itu bersumber pada orang yang selalu membuatnya jengkel.

"Peduli apa kakak?" sahut Ranya cuek.

"Lo mau shalat Ashar?"

"Iya!"

"Ayo balik duluan!" ajak Aril.

"Emang boleh?"

"Menurut lo?"

'Di tanya malah tanya balik!'

Tanpa berdebat lagi Ranya segera mengambil sepedanya dan menaikinya. Namun begitu, Aril tak kunjung naik keboncengannya, entah apa yang sedang ia pikirkan?

"Ayo naik! Ntar ke sorean!" protes Ranya.

"Yakin?"

Segera Aril duduk diboncengan dan orang di depannya ini berusaha mengayuh perdal dengan sekuat tenaga. Namun sepeda yang mereka naiki tidak kunjung berjalan masih setia ditempat, hal itu membuat Ranya berdiri untuk memutar ayunan perdalnya.

Ia melihat apakah ada batu yang menghalanginya tapi jalan didepannya sangat mulus, sesaat pandangannya beralih pada sepasang kaki yang menahannya dari belakang dan sudah pasti pemiliknya adalah TIRANI KUTUB!

"KAKAK! Katanya mau balik! Kenapa kaki kakak ganjel disitu, sih?! Capek tauk!" sambar Ranya mulai pusing melihat perbuatan seniornya ini.

"Nyadar, kan, kalau capek. Cepet turun biar gue yang boncengin lo!" perintah Aril.

"Katanya pundak masih sakitlah, yang inilah yang itu_"

"Udah nggak lagi. Cepetan turun!" sela Aril sembari turun dari boncengan.

Ranya duduk manis dibelakang seniornya cewek itu tampak cemberut akibat ulah Aril, membuat orang lain merasa iri dengan kemersahan dua orang ini. Trining yang awalnya tegang berubah menjadi suasana bucin karena melihat adegan romantis Aril dan Ranya.

Matahari perlahan terbenam diufuk barat. Namun mereka belum sampai di SMP N Nusantara karena Aril memilih jalan menutar agar menemukan masjid atau musolah yang bisa mereka tempati untuk ibadah sekaligus menghindari bahaya melewati persawahan di senja hari.

"Kak." panggil Ranya.

"Hmm,"

"Boleh tanya, nggak?"

"Hmm,"

"Dari tadi kakak itu mau ngomongin sesuatau, tapi selalu kehalang sama yang lainnya. Sebenarnya kakak mau ngomongin apaan?" jujur kali ini Ranya merasa penasaran.

"Nggak jadi." balasnya dingin.

"Loh Kenapa?"

"Gue lupa!"

"Oh."

Bukan lupa tapi Aril tidak tahu cara untuk memulainnya, ia masih membutuhkan waktu untuk mengatakannya.

Kedatangan mereka disambut germelap cahaya lentera yang sudah dibuat oleh masing-masing regu untuk memeriahkan malam budaya atau bisa disebut pentas seni.

RANARIL ||✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang