9. Phoenix Vs Scorphy

87 12 1
                                    

Happy Reading Guys🤗🤗💙
.
.
.
.
.
.
.

'Jangan pernah membenci orang yang menyakitimu, sebab darinya kamu belajar sabar, tabah dan ketegaran untuk memaafkan.'
~RAN~

Seminggu telah berlalu, begitu pun saat yang ditunggu tinggal menghitung waktu.

Malam ini Ranya melakukan prepire kebutuhan untuk di Buper. Bukan barang pribadi atau semacamnya, melainkan tumpukan kertas, staple dan segalanya yang dibutuhkan seorang Kerani di Buper.

Disini bukan hanya Ranya yang menjadi korban prepire, namun Rangga pun ikut terseret mersakan kesengsaraan Ranya.

Karena bagi anak Pramuka, sakit satu, sakit semua. Makan satu, makan semua. Mati satu, MATIO DEWE! Canda dikit.

"Ish, ngapain gue ikut-ikutan jadi KORBAN. Padahal main ML lebih seru," gerutu Rangga.

"Nggak capek apa ngoceh mulu, Ga?" sahut Ranya geram.

"Kalau Ibu di rumah, pasti ibu yang bantuin kakak, bukannya gue,"

"Syukur nyadar!"

Tiba-tiba sesuatu terlintas di benak Rangga, bukan sesuatu yang baik namun niat-niat kotornya mulai rekreasi.

"Tapi, gue dapat keuntungan juga sih," ucap Rangga jahil.

"Keuntungan?" sahut Ranya tidak faham akan maksud Rangga.

"Ya, gue bisa santai selama empat hari, karena nenek sihir nggak ada di rumah dan satu lagi, kasih sayang ibu cuma buat Rangga seorang," celoteh Rangga.

Tidak masalah jika Rangga menyebutnya sebagai nenek sihir, tapi yang membuat Ranya geram ialah adiknya senang akan kepergiannya meskipun hanya empat hari.

Tangan Ranya sudah gatal untuk menghukum adiknya ini dengan cara menggelitikinya. Tak lama kemudian, mala petaka datang bak tamu tak di undang, sebab tangan Rangga tidak sengaja menyenggol secangkir kopi luwak milik Ranya.

Dan apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur kertas yang Ranya siapkan berjam-jam tertimpa kopi, alhasil kertas yang awalnya putih kini bereinkarnasi menjadi coklat.

"INI SEMUA SALAH KAKAK!" bentak Rangga, "KALAU AJA KAKAK NGGAK NGGELITIK GUE, NGGAK MUNGKIN TUH KERTAS REINKARNASI JADI COKLAT DAN LAGI, SIAPA SURUH TARUK KOPI DI SITU HAH?!" lanjut Rangga.

Ranya sama sekali tidak faham akan jalan pikiran Rangga, karena yang seharusnya marah adalah dirinya kenapa Rangga yang emosi padanya?

"Udah selesai ceramahnya? Yang harusnya marah itu gue, kenapa malah lo yang bentak gue?" protes Ranya.

"Hehehe... Ya mangap," jawab Rangga menggaruk tekuknya yang tidak gatal.

"Udah, yuk keluar!"

"Kemana?"

"Hati mu!"

"Ih, BUCIN. Nggak mau ah kalau gitu," Rangga bergidik ngeri mendengar kata kata itu.

"Beli kertas, Rangga. Kakak nggak tega ninggalin lo sendirian di rumah sendirian." jelas Ranya.

"Udah malam, mau beli dimana?"

"Alfa buka dua puluh empat jam, blongor!" sini Ranya.

"Yeah... Jalan-jalan!" teriak Rangga.

Ranya beranjak mengambil jaket kesayangannya atau bisa di sebut hasil nggasap milik orang yang tersimpan di dalam lemarinya.

Setelah selesai, ia mengunci rumah dan mengambil sepeda motor di dalam bagasi. Saat Ranya menaiki motornya, ia tampak modis dengan hijab hitam yang serasi dengan jaketnya dan tak lupa sepatu putih melekat di kakinya.

RANARIL ||✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang