41. Sebuah Penghinaan

29 3 0
                                    

'Aku menyadari rasa sakit itu. Aku akan baik baik saja jika aku terluka, karena aku tak lagi merasakan sakit itu.'

~RAN~

Plakkk!!

Satu tamparan keras membuat tubuh Ranya terasungkur hingga keluar cairan merah lekat dari bibirnya.

Orang itu membantu Sara berdiri, sedangkan Ranya dibantu oleh kedua sahabatnya. Membuka mata selebar mungkin dan melihat sebuah kenyataan pahit.

"Sayang, tangan aku sakit banget ..." adu Sara pada seseorang yang ia peluk.

'Cih,'

"Tadi aku di tampar, lihat! Tempat makan ku juga dijatuhin sama Ranya ..." lanjutnya, membuat orang di sekeliling menatap jijik akan sikapnya yang penuh kebohongan.

"BOHONG! Ranya nggak ngelakuin itu!" bentak Anis.

"Yang ada b*j*ngan itu yang gampar Ranya!" timpal Aurel tidak mau kalah. Namun sampai titik ini Ranya hanya diam tanpa ada tanda pembelaan dari dirinya.

"Sebaiknya lo cari tahu dulu_" saran Galang yang langsung di potong oleh Aril dengan tegas.

"Gue lebih percaya sama calon istri gue," potong Aril.

Kini ke empat temannya tidak ada yang bisa menghentikan amarah Aril yang sudah pada puncaknya.

"Huh, cewek kayak lo, mana bisa omongannya dipercaya." maki Aril pada Ranya. Sakit? Kau pasti bercanda.

"Cewek yang ngaku sok suci, ternyata punya simpanan di luar sana. Bahkan itu udah om-om." lanjutnya.

Aril mengatakan semua itu berdasarkan fakta saat ia gagal kencan akibat penghianatan dari Ranya. Hubungan suami istri saja bisa kandas, apa lagi yang sebatas komitmen.

"Muak gue! Ternyata gue salah menilai lo. Lo itu nggak ada bedanya kayak p*lac*ur di luar sana." Aril terus mengoceh sembari mengeluarkan segala emosinya. Karena jujur, ia sangat benci dengan penghianatan.

"ARILL!!" bentak Aurel yang sudah di ambang batas kesabarannya.

Sudah cukup Aurel berdiam diri, ia tidak bisa melihat atau pun mendengar hal buruk mengenai Ranya. Baginya, sudah cukup Ranya sengsara. Apa kurang badai gelombang besar yang lalu menghantam tubuhnya?

Ia tidak habis pikir, bagaimana Ranya tetap diam saat dirinya di maki dan dituding yang tidak-tidak. Terbuat dari apa hatinya itu, sehingga dengan mudahnya ia bersabar akan segala kejadian yang telah ia alami.

"Panggil gue kak Aril!" pekik Aril sembari menunjuk jarinya,

"Gue ini senior lo, tunjukkan rasa hormat mu!" lanjut nya.

"Tapi lo_" kali ini Ranya kembali menghentikan langkah Aurel untuk maju. Tangan itu menggeser tubuh Aurel ke belakang dan di gantikan Ranya yang ada di depan.

Entah ini hanya perasaan saja atau memang kenyataan bila suasana mendadak suram.

Prok ... prok ...

Tepuk tangan itu terasa nyaring saat semua orang diam membisu.

Sekarang, giliran Ranya untuk beraksi.

⚜️⚜️⚜️

RANARIL ||✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang