Happy reading guys 🤗💙
.
.
.
.
.
.
.'Kebaikan yang takkan menyakiti lebih utama dari pada ketegaran untuk terluka.'
~RAN~
Sinar matahari mulai pudar di gantikan indahnya Purnama di bulan Desember. Setelah perjalanan panjang, akhirnya Aril sampai di sebuah Villa pribadi milik orang tuanya sekaligus menjadi tempat tinggalnya.
Motor sudah terparkir di bagasi, lalu ia segera masuk ke dalam dan seperti biasa ia melihat kedua orang tua nya shalat Maghrib berjama'ah di mushola.
Aril segera mengambil wudu dan ikut berjama'ah, setelah itu satu keluarga makan malam bersama di meja makan dengan hikmad.
"Aril kenapa muka mu lebam gitu, nak?" tanya seorang wanita yang sangat menyayangi Aril dan siapa lagi orang yang paling menyayangi Aril di rumah ini kalau bukan Widya Ratnasari.
"Kamu tawuran lagi?" ucap Putra Bharata, yang tidak lain adalah Ayahnya Aril yang sangat ia segani akan kedisiplinannya.
"Pa, Aril tadi, di pukuli orang yang nggak jelas maksud dan tujuannya," tegas Aril.
"Kamu ini kebi_"
"Udahlah Pa, Aril, kan, udah jelasin semuanya," Sela Ratna menenangkan emosi Bhara.
"Aril, Papa peringatkan kamu! Kamu jangan main geng motor lagi. Kamu sudah janji sama Papa dan dia, kan? Tolong ingat itu, Aril!" ancam Bhara.
"Cukup Pa! Aril tahu apa yang nggak harus Aril lakukan dan tolong jangan mengungkit masalah itu lagi!" protes Aril sembari menatam tajam Ayahnya.
Suasana meja makan seketika menjadi canggung akibat ucapan Bhara yang menyinggung hati putra semata wayangnya. "Udah! KALIAN MAU MAKAN ATAU BERANTEM DI SINI, HAH?" bentak Ratna membuat Ayah dan anak ini ketakutan.
"Mau makan lah Bun..." jawab mereka serentak.
"Bunda, Aril udah kenyang, Aril naik dulu ya. Hehehe... " celetuk Aril sedikit teriak karena ia melarikan diri dari amarah Ratna.
"Lihat putramu itu," gerutu Ratna.
"Putramu juga," sahut Bhara yang membuat Ratna sedikit malu.
Sesampainya di kamar, Aril menatap intensif kamar yang sunyi dan gelam itu, setiap langkah membuatnya teringat akan kehilangannya.
Indahnya sinar Purnama di gantikan awan hitam tanda hujan akan turun. Rinai hujan pembawa kenangan yang lalu, Aril duduk di kursi dekat jendela mengobati bekas luka yang ada wajahnya sembari memandangi tetesan air hujan.
Tak terasa sudah dua tahun ia menjalani hidup tanpa jiwa, merenung dan mengamati waktu mungkin itu yang bisa ia lakukan hingga sekarang.
Tanpa sadar setetes air mata perlahan mengalir di pipi Aril bersamaan deruh air hujan. Jujur, penyesalan itu masih ada hingga sekarang.
⚜️⚜️⚜️⚜️⚜️
Di saat yang bersamaan, Ranya tengah berdiri di balkon depan kamarnya. Menikmati setiap tetes air hujan yang turun membasahi bumi sembari mendengarkan music faforitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RANARIL ||✔️
Fiksi Remaja[⚠!️WARNING!⚠️] [CERITA MENGANDUNG UNSUR CANDU DAN BIKIN KAKU, AWAS ENTAR BAPER![ [MENURUT IMAJINASI AUTHOR, BUKAN "MENURUT ATURAN KELUARGA," KALAU ITU NAMANYA DWISATYA.] [MAAF BILA ADA KESALAHAN DALAM KEPENULISAN, MAKLUM LAH KARYA PERTAMA😆😆] Aril...