30. Waithing

33 4 2
                                    

Happy Reading guys🤗🤗💙
.
.
.
.
.
.

'Aku akan terus menunggu kehadiranmu, meski hati ini dilanda badai gelisa karena memikirkanmu.'
~RAN~

Malam semakin larut tapi sosok yang Ranya tunggu sedari tadi belum menunjukkan batang hidungnya. Selama berjam-jam ia hanya duduk menyendiri seraya menatap kemesraan dua pasangan itu dari jauh.

Karena Ranya tidak ingin mengganggu momen terbaik bagi Abangnya hanya demi untuk menemaninya.
Beribu kali ia menatap layar heandphone yang sunyi sepi tanpa ada kabar yang jelas untuknya.

Badai gelisa itu terus mendorong Ranya menuju titik di mana ia akan merasa putus asa.

Me: P

Me: Udh nyampek mana?

Me: Kak? Kakak repot ya? Kalau gitu aq bakal tunggu,

Me: Kedatangan mu, sayank

Semua ini membuat Ranya ingin menangis, 'Langit bisa kau turunkan rasa gelisah ini?'
Berbagai pertanyaan tertulis pada sebuah saksi bisu penantiannya, tapi hanya dua centang abu-abu yang menghiasinya. Ingin rasanya ia menangis dan mengadukan semua itu pada tetesan air hujan.

Hanya merenung dan menatap cucuran hujan yang bisa membuat hatinya merasa tenang untuk sesaat.

"Dek, lo nggak pulang?" tanya Anang membangunkan lamunan adiknnya, "Ini udah malam, loh." lanjutnya.

Zelin yang melihat wajah kusut dari adik iparnya ini pun ikut prihatin. Ia tidak terkejut bila Anang tidak peka atas apa yang terjadi pada adiknya, tapi Zelin bisa merasakan kegelisahan Ranya lewat matanya.

Zelin memegang pundak Ranya, "Ranya, ayo pulang bareng kita, ya?"

"Nggak, mbk. Ini masih jam 8, ntar aku pulang sama dia aja," sela Ranya dengan senyum dusta.

"Yakin?"

"Iya, bang. Udah sana antar mbk Zelin pulang!" usir Ranya.

"Tapi jam 9 harus sampek rumah!"

"Iya-iya."

Dengan perginya kedua pasangan serasi itu, berlanjut pula acara dadakan Ranya. Entah mengapa ia masih menunggu sesuatu yang belum pasti, mungkin rasa percaya di hatinya belum pupus oleh derasnya air hujan.

Perlahan matanya terasa berat, terlebih lagi suasana malam yang dingin tengah menyelimuti tubuhnya, Sugeng dalu sampean sing tak enteni sak waya-waya.

⚜️⚜️⚜️⚜️⚜️

"Mbk, mbk, bangun! Bangun mbk!"

Suara itu mulai membangunkan Ranya dari tidur singkat, "Maaf, mbak, cafenya mau tutup." lanjut pelayan itu saat custemernya bangun.

Dengan sisa nyawanya, Ranya mencoba membuka lebar matanya dan melihat jam menunujukkan pukul 00:00, hal itu membuatnya terkejut.

"Apa tadi ada cowok datang ke sini?" tanya Ranya penuh harapan.

"Nggak mbk, tapi hp mbak dari tadi bunyi terus," jelasnya.

Dengan sigap Ranya melihat notifikasi panggilan masuk sebanyak 50 kali itu dari Mayang dan bukannya seseorang yang ia tunggu sampai sekarang.

Kecewa? Sudah tentu ia rasakan. Bukannya merisauhkan keluarganya,  Ranya malah kecewa atas apa yang telah terjadi. Namun dengan berat hati ia meninggalkan cafe yang hampir tutup, meski ia masih berharap kedatangannya di sini.

Suasanya jalan yang sepi tidak membuatnya takut akan apa saja yang bisa terjadi kepada anak gadis sepertinya. Dengan melepas alas kaki, ia menusuri jalanan yang penuh bebatuan kecil, rasa sakit itu sampai tidak ia rasakan lagi.

Hujan turun lagi, seakan ia tahu suasana hatinya saat ini, air itu mengalir bersamaan dengan darah yang berasal dari kakinya yang lecet. Bukan air mata melainkan tatapan kosong yang ia ajukan.

⚜️⚜️⚜️⚜️⚜️

Tingtong! Tingtong!

Bel rumah berbunyi beberapa kali hingga membangunkan Arya dan Mayang yang terlelap di sofa ruang tamu. Arya sempat menghadang langkah Mayang untuk membukakan pintu, karena ia tahu kalau istrinya ini tengah demam memikirkan putrinya yang tak kunjung pulang.

Melihat jam yang menunjukkan pukul dua dini hari, semakin membuat Arya curiga siapa yang memencet bel rumahnya? Jangan-jangan itu maling!

Pintu terbuka, terlihat seseorang dengan gamis sedikit robek, wajah pucat dan pandangan kosong itu tengah berjalan pincang berlalu melewati Arya begitu saja. Namun pegangan tangan Arya berhasil menghentikan langkanya.

"Ranya." panggil Arya penuh kasih sayang.

"JANGAN GANGGU GUE!" pekik Ranya menatap ke arah Arya, "NGGAK PERLU SOK PERHATIAN SAMA GUE, LAGI PULA APA_"

Plakk!!!

Arya menapar pipi kiri putrinya dengan keras hingga meninggalkan bekas. Sebenarnya Arya adalah tipikal orang yang tidak bisa berbuat kasar kepada orang lain terlebih lagi keluarganya, tapi sekarang adalah wujud dari ketegasannya.

"Ayah nggak mungkin membiarkan Ranya terjerumus dalam hal yang salah, tapi Ranya yang berdiri di hadapanku ini, bukanlah putri yang Ayah sayangi!" tegas Arya.

Arya memegang punda Ranya lalu mensejajarkan kepalanya dengan putrinya, "Karena anak Ayah selalu tersenyum dan berperilaku sopan santun, itulah Aranya Galuh Sekar putri Ayah." lanjutnya.

Ranya terus saja menatap sayu Ayahnya, ingin rasanya mengadukan tentang segala beban yang ada di hatinya. Di sisi lain ia juga menyadari tentang apa yang ia lakukan sampai sekarang hanya demi cowok, sungguh ini bukanlah Ranya!

"RANYA!" panggil Mayang lalu berlari ke arah putrinya seperti hendak menamparnya, "Dasar anak nakal!"

Tapi bukannya tamparan melaikan pelukan yang ia berikan. Hal ini membuat terkejut hingga meneteskan air mata untuk kesekian kalinya.

"Jangan pernah lakukan ini lagi ..." lirih Mayang tersedu-sedu ketika melihat jejak merah yang dibuat putrinya.

Namun Ranya hanya bisa menangis di hangatnya melukan Mayang, menyesali apa yang telah ia lakukan sangatlah menyakiti hati kedua orang tuanya.

"Ma-maaf ..."

⚜️⚜️⚜️⚜️⚜️

RANARIL ||✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang