42. RAN Vs ARIL

29 2 0
                                    


~*~*~*~*~*

'Seseorang yang kembali setelah di terjang ombak, tidak akan goyah oleh derasnya hujan.'

"Wah, hebat sekali," akhirnya suara itu muncul bersamaan dengan suara tepuk tangan. Ia tertunduk bukannya malu, tapi ia tak ingin siapa pun melihat dirinya yang sekarang.

"Sandiwara yang begitu epic," kata-kata singkat tapi sangat menusuk hati.

Apa Ranya menangis? Memangnya untuk siapa ia harus menangis? Baginya tak ada lagi yang harus ia tangisi. Semua telah hancur, jadi untuk apa lagi ia menyembunyikan jadi dirinya sendiri?

"Kakak senior yang terhormat." Ranya berjalan mendekat ke arah dua pasangan baru itu.

"Kau tahu, sejauh aku mengenalmu. Kau itu sangat suka sekali jika berbicara masalah fakta."

Semua orang diam, bahkan Aril yang hendak bicara terus di potong oleh Ranya. Kali ini waktunya bagi Ranya untuk menguasai.

"Tanyakan pada semua orang yang ada di sini. Siapa yang tampar siapa?"

"Dalam pramuka aku sering sekali mendapat trining, agar mengasa mental. Sekarang, apa senior terhormat tidak bisa membalas setiap ucapan ku?"

"Terus saja diam dan diam. Sembari menutup mata akan kebutaan!"

"Kau tadi bilang jika aku wanita hina, p*lac*r dan yang lainnya. Jika aku seperti itu, lalu apa kabar dengan keka_ ups, maaf, calon istri mu itu?"

"Lo_"

Tangan Sara hampir saja melayang jika ia tidak sigap untuk menangkap nya. Dengan melihatnya saja, kalian akan tahu jika cengkeraman itu sangat kuat hingga membuat Sara meringis kesakitan.

"Huh, kenapa? Sakit?"

Sebelum Aril bertindak, Ranya segera melepaskan cengkeramannya yang membekas merah di pergelangan tangan Sara.

"Lihat, siapa yang hobi gampar anak orang," sinis Ranya menatap puas ke arah Sara.

"Panggilan ditujukan pada siswi yang bernama Aranya Sekar Galuh kelas XI.9, di mohon segera ke kantor ..."

Suara pengumuman melalui TOA menghentikan aksi Ranya untuk kali ini.

"Lo pergi sama Anis, yang di sini biar gue yang urus." ucap Aurel yang selalu siap sedia.

"Thanks." balas Ranya sembari menatap ke arah Aurel.

Ia berjalan mendekat ke arah Sara. Kini kepalanya telah bersandar di pundak dan mulutnya tepat di telinga Sara.

"Lo tahu, kan? Siapa pelakor sesungguhnya di antara kita berdua." pekik Ranya yang hanya bisa di dengar oleh Sara. Entah mengapa, setelah mendengar ancaman itu, bulu kuduk Sara terasa terangkat, apa ia merasa takut?

Ranya berjalan mundur, kali ini ia ingin mengatakan sesuatu pada dia yang pernah hadir dalam hatinya, Arilangga Putra Bharata.

"Kau tahu kak, selama ini aku telah banyak kehilangan sesuatu yang sangat berharga bagiku."

Ranya menatap tajam ke arah Aril. Kali ini ia tidak ragu lagi untuk memperlihatkan dirinya yang asli. Ia tidak peduli lagi bila nanti banyak yang mengecam dirinya. Baginya itu sama sekali tidak ada gunanya lagi.

"Jadi, untuk apa aku harus bersedih bila kehilangan sebutir debu saja," ungkapan itu bagaikan katana yang siap merobek dadanya.

Jujur, ia belum pernah melihat dan merasakan aura gelap ini dari Ranya. Cewek barbar serta murah senyum, sekarang ia seakan menjadi seorang pembantai. Tak ada lagi tatapan mata menyejukkan itu, hanya ada pandangan mata yang mengintimidasi siapa pun yang melihatnya.

'Apa gue ngelakuin hal yang salah lagi?'

Ranya berjalan ke depan, hingga menabrak tubuh Aril, hingga ia tersungkur ke tepian. Sungguh Aril tidak menyangka hal tersebut, sampai akhirnya ia tersadar dari lamunan.

Sebelum bayangannya menghilang, Ranya sempat menoleh ke belakang, menatap tajam serta memberi senyuman sinis pada Aril.

'Seseorang yang kembali setelah di terjang ombak, tidak akan goyah oleh derasnya hujan.'

Itulah yang dikatakan hati kecil Aurel, tatkala melihat ketangguhan dari sahabatnya.

⚜️⚜️⚜️⚜️

RANARIL ||✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang