26. Accidental Meeting

24.7K 3.4K 725
                                    

°Happy Reading°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


°Happy Reading°

Memperkuat pusat dan memperluas cabang penangkarannya tak membuahkan hasil apapun. Membuat Ines nyaris frustasi saat kembali menyesuaikan diri, karena kehadiran Hito hari-hari sebelumnya terasa mudah, mendadak hampa dan hidupnya seakan hilang arah.

Setiap saat Ines mencoba menguatkan diri, membiasakan kembali menjadi perempuan mandiri sama seperti sebelum mengenal sosok Hito.

Sudah banyak hal berat yang dilewati, dan terbukti ia mampu tetap berada di titik ini. Sebab, meskipun sulit, waktu tidak memberi toleransi akan keruwetan Yang menerpa, tetap angkuh dengan terus bergerak secara konstan.

Empat tahun setelahnya, hidup Ines terasa ringan. Ia sudah bekerja di salah satu Klinik Tumbuh Kembang Anak di Surabaya.

Kenapa Surabaya? Selain meninggalkan jejak kelamnya di Jogja, Surabaya memiliki UMR yang tinggi dan tidak ada sanak saudara yang tinggal di sini membuatnya merasakan kebebasan.

Baginya ini bukan bentuk pelarian, melainkan pertahanan diri.

Untuk apa tetap bertahan berada di lingkungan yang tidak membuatnya nyaman?

Suasana G-walk sedang ramai-ramainya menuju jam makan siang. Tempatnya yang asyik dan jenis makanannya tergolong lengkap membuat sebuah kompleks restoran dan café yang berjajar sepanjang beberapa puluh meter di salah satu perumahan elit di Surabaya Barat menjadi favorit banyak orang.

Ines menyuapkan gado-gado ke dalam mulutnya, sementara di sebelahnya ada Desy yang tengah mencelanya seperti biasa, mirip ibu-ibu kompleks yang hobi merecoki urusan orang lain, setengah menggurui.

"Kalau kamu nggak bisa tampil apa adanya waktu lagi sama mas Andra, ya rubah penampilan kamu lah, Nes, bukan malah jadi fake kayak gini." Desy berdecak. Mengguncang paper bag yang ada di samping Ines,  berisikan baju ganti wanita itu.

Apapun yang menyangkut Andra, Desy akan mengomentarinya dan memojokkannya.

"Yaudah sih, Des, hidup-hidup Ines napa kamu yang ribet." Dilla menatap cuek lalu menggigit kerupuk isian tahu campurnya.

"Bukan gitu!" bantah Desy. "Aku cuma nggak tega aja sama mas Andra dibohongin terus sama Ines." gumamnya mengasihani sembari geleng-geleng kepala.

Menyadari tatapan Desy semakin tajam mengarah padanya. Ines mengedikan kedua bahunya. Peduli amat, batinnya masa bodoh.

Dengan santainya ia menyuapkan sendok demi sendok makan siangnya hingga separuhnya berkurang dari ponsi awal.

"Kamu nggak ada pembelaan apa gitu. Nes?" tanya Desy menuntut.

Ines menghela napas berat, ia taruh sendok serta garpunya lalu menyesap es jeruk pesanannya. "Nanti aku cuma ganti rok span yang aku pakai ini jadi celana panjang kulot. Biar lebih nyaman aja, karena mas Andra entar bawa motor. Bagian mananya yang fake?"

Fight for HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang