Lima

122 14 0
                                    

Selamat Membaca:)

***
"Yo!!!!!"

Tok tok tok...

"Theo!"

Danish masih berusaha mengetuk pintu kamar Theo sejak 5 menit yang lalu. Tapi sampai saat ini belum ada tanda-tanda kehidupan dari si pemilik kamar.

"Berisik banget sih Nish." Jefri keluar kamar dengan muka bantalnya. Sepertinya suara Danish yang terlalu kencang atau mungkin juga terdengar di pertigaan gang komplek.

"Theo minta bangunin jam 6, mana pintunya di kunci."

"Mati kali."

"Theo!"

"Yo! Woy..."

Ceklek

Akhirnya pintu kamar Theo terbuka. "Hmm."

"Bangun anjir udah jam setengah 6."

"Hmm, thanks." Theo masuk kembali ke kamar, kemudian keluar sambil membawa handuk.

Danish kembali ke kamarnya, tugasnya membangunkan Theo pagi ini sudah selesai. Tidak ada yang bisa dikerjakan selain kembali merajut mimpi bersama boneka pinguin kesayangannya. Sedikit aneh memang untuk ukuran laki-laki galak seperti Danish, tapi saat pindah ke kosan, boneka pinguin itu ia bawa dan selalu di letakkan di pojok kiri tempat tidurnya.

Hari ini tidak ada jadwal kuliah, Danish dengan segala kemagerannya memilih untuk tidak kemana-mana. Padahal beberapa tugas kuliahnya sudah berteriak untuk dikerjakan. Tapi namanya juga Danish, walaupun ambis tetap saja ada masa dimana dia akan mengerjakan tugas saat deadline sudah dekat.

Pukul 8 Danish bangun dari tidurnya, merasa perutnya minta diisi. Kosan pagi ini sepi, entah belum pada bangun atau memang sudah pergi saat Danish terlelap tadi.

Di dapur ada nasi goreng yang dilihat dari bentuknya seperti buatan Joni. Joni tidak terlalu suka kecap, jadi nasi goreng yang ia buat tidak pernah coklat seperti buatan Sannan atau Theo, tapi beruntung rasanya tetap enak.

Tok tok tok

Suara ketukan menghentikan Danish saat sendok penuh nasi goreng ingin masuk ke mulutnya.

"Siapa?"

Ceklek

Danish menghela napas panjang saat tau siapa yang bertamu sepagi ini.

"Mau ngapain? Jefri nggak ada."

"Iya tau kok, Jefri lagi ada kelas pagi. Aku kesini mau nemuin kamu."

Danish mengernyitkan dahinya, tidak paham maksud perkataan perempuan yang belakangan ini sering Jefri bawa ke kosan.

"Ada perlu apa?" tanya Danish masih sopan.

"Mau main aja, kayanya dari semua orang yang ada di kosan ini kamu yang paling jauh sama aku." ujar Hilya.

"Gue nggak ada niat buat deket sama lo." Danish masih berdiri di ambang pintu, sama sekali tidak membiarkan Hilya memiliki akses masuk ke kosannya.

"Pulang sana." usir Danish. Dirinya sudah mulai jengah dengan perempuan yang sepertinya dibuat sok lembut dalam hal berbicara. Danish heran kenapa Jefri bisa kenal sama perempuan seperti Hilya.

Hilya menghela napas gusar, dirinya mencoba tetap bersabar menghadapi Danish. "Kamu tuh emang dingin ya?"

"Suhu badan gue normal."

Niat hati ingin membuat Hilya kesal, malah Danish yang kesal. Pasalnya perkataanya tadi justru mengundang gelak tawa dari Hilya.

"Nggak ada yang lucu, pulang sana lo."

Cerita Danish [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang