Sembilan Belas

65 9 0
                                    

Selamat Membaca:)

***

Tidur Danish terganggu oleh ketukan pintu yang bertubi-tubi. Danish bangun, berjalan untuk membuka pintu.

"Apaan sih?" tanya Danish sedikit meninggikan nada bicaranya.

"Bangun anjir, jam 8 ini." Sagara sudah rapih tapi bukan kemeja flanel dan celana dasar yang biasa ia kenakan ketika kerja. Sagara cukup tampan dengan jeans hitam dan kaos putih polosnya.

"Ya terus kenapa anjir, masih ngantuk gue abis movie marathon."

"Sidang mak bapak lo hari ini anjing." ujar Sagara pelan, takut mamanya mendengar. Kedua kakak adik ini memang seperti teman kalau sedang berbicara.

Danish baru ingat, hari ini sidang pertama perceraian kedua orang tuanya. Danish dan Sagara diminta datang, entah untuk apa. Padahal Danish benar-benar tidak ada hasrat untuk mengikuti persidangan kedua orang tuanya.

"Jam berapa? Lupa gue."

"Jam 9." jawab Sagara.

"Bareng kak. 15 menit gue kelar."

Kemudian Danish langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Padahal biasanya kalau libur semester, Danish selalu menghabiskan waktu di kamar yang di dominasi warna abu-abu dan putih itu.

Tapi liburan kali ini berbeda. Danish bolak-balik tidur di rumah mama dan papanya secara bergantian.

"Males banget gue." celetuk Sagara saat mereka sudah berada dalam perjalanan menuju pengadilan. Mamanya tadi berangkat dari kantor, jadi tidak berangkat bersama dengan anak-anaknya.

"Lo pikir. Lo doang yang males. Ini gue dari sebelum liburan udah kerasa malesnya." ujar Danish hiperbola, membuat Sagara tertawa renyah, berusaha menghibur diri.

"Lo di kampus nggak ikut organisasi Nish? Biasanya kan kalo ikut organisasi lebih milih di kosan dari pada pulang ke rumahnya."

"Nggak lah, nggak se ambis itu gue buat ikut organisasi segala."

Sagara mengangguk, "Kirain, soalnya kan lo SMA wakil ketua osis."

Danish memang mantan wakil ketua osis saat SMA dulu. "Males gue, di jurusan gue anak himanya rada rusuh. Kawan gue pernah masuk hima, sebulan kemudian keluar karena nggak betah sama anggotanya."

"Ilmu organisasi lo ngilang dong."

Danish menggelengkan kepalanya, tampak tidak setuju dengan ucapan sang kakak. "Nggak juga. Mungkin kalo relasi sama anak kampus gue kurang. Tapi coba aja lo dateng ke jurusan gue terus ke ruang dosen. Tanya tuh namanya Danish Reksa yang mana, pasti dosen-dosen pada kenal." jawab Danish menyombongkan dirinya. Memang benar, Danish termasuk salah satu mahasiswa terkenal dikalangan para dosen.

"Widih... Gaya banget lo." Gara memukul kepala Danish dari samping.

"Seriusan, ya kalo anak angkatan sih sebagian kenal lah sama gue. Kan gue mantan kosma."

"Lagian ikut organisasi nggak ngejamin lo bakal maju kok. Bukannya gue ngejelekin anak organisasi. Gue akuin jadi anak organisasi tuh manfaatnya banyak banget. Tapi ya kalo dari pribadinya ikut organisasi cuma buat gaya-gayaan ya untuk apa juga. Nggak guna."

"Anak organisasi yang beneran anak organisasi di jurusan gue dikit kak. Sisanya cuma numpang tenar pas ospek doang."

***

"Sendiri pa?" tanya Danish basa-basi.

Sagara yang mendengar itu langsung memukul belakang kepala Danish. "Ya lo pikir aja Nish."

Cerita Danish [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang