Selamat Membaca:)
***
Seharian Theo bertugas di poli bedah umum. Theo akan selalu bersemangat ketika berada di poli bedah umum. Karena memang nantinya ia ingin sekali menjadi dokter bedah umum. Cita-cita yang sejak berada di sekolah dasar tidak pernah berubah.
"Ini dok." ujar Theo sambil menyerahkan kasa untuk menutup luka pasien yang jahitannya terlepas.
Theo tak sendirian, ada beberapa temannya yang juga memerhatikan segala sesuatu yang dilakukan dokter bedah. Tidak boleh lengah, agar saat ujian nanti Theo dapat menjawab segalanya dengan lancar.
"Yo, anter pasien ke lab segera, agar pasien segera dapat dirawat." ujar Dokter Adit kepada pasien barunya yang mengidap penyakit tumor axilla, yang harus di operasi.
Theo menurut, berjalan di depan agar pasiennya tidak kebingungan arah.
Saat perjalanan menuju lab yang terletak di gedung B. Gedung yang letaknya bersebrangan dengan gedung poli. Rumah sakit swasta tempatnya koas memang terkenal dengan luasnya.
Mata Theo yang awalnya lurus-lurus saja, kini beralih ke seorang gadis belia yang kini menatapnya. Theo mengela napas gusar, kemudian menggelengkan kepalanya sambil menatap gadis tersebut.
Gadis itu adalah Aca. Anak dari konsulen yang waktu itu mengajaknya makan malam bersama keluarganya.
"Nanti." ujar Theo tanpa bersuara. Tak sopan jika ia meladeni gadis tersebut. Nanti yang ada, ia dinilai tidak kompeten dalam bekerja.
Pukul 6 sore tugasnya selesai. Tidak ada jadwal apapun sore ini, jadi Theo memutuskan untuk pulang.
"Mas."
Theo memukul keningnya pelan. Dirinya lupa dan telah membiarkan gadis yang tadi siang menunggunya.
"Astaga, kamu belum pulang?"
Gadis tersebut menggeleng pelan. Melihat wajah putih yang gadis itu punya berubah menjadi sedikit kemerahan. Mungkin efek kelelahan dan terlalu lama karena harus menunggu Theo di luar gedung.
"Kenapa?"
"Nggak papa, mau main aja sama Mas Theo."
Theo terkekeh pelan, "Belum makan kan? Ayo makan."
Theo berjalan menuju parkiran dimana motornya berada. "Naik motor nggak papa? Aku cuma punya motor." ujar Theo merendah.
Aca mengangguk lugu, membuat Theo harus menahan diri untuk tidak mencubit pipi gembul Aca. Postur tubuh pendek tapi sedikit berisi. Apalagi pipinya, Theo curiga didalamnya terdapat bakpao yang masih utuh.
Theo mengajak Aca makan di lesehan yang biasa ia datangi dengan teman-teman rumah sakitnya. "Mau pesen apa?"
"Ayam goreng aja."
"Ayam goreng satu, bebek goreng satu." Ujar Theo ke penjual.
"Minumnya apa mas?"
"Air putih aja mba."
Aca mendengus sebal, padahal dirinya sudah ingin memesan es jeruk. Tapi Theo dengan cepat memesan air putih.
"Tapi aku mau es jeruk." protes Aca.
"Air putih lebih sehat."
Aca mendengus sebal, beginikah jika jalan dengan seorang dokter? Menyebalkan.
"Ini papi kamu nyariin nggak? Aku nggak mau kena marah ya." tanya Theo.
Aca menggelengkan kepalanya, "Aku tadi bilang kalo mau main sama Mas Theo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Danish [END]
Ficção GeralMelangkah jauh demi sebuah harapan. Awalnya aku mengira kalau keputusan itu adalah jalan terbaik yang pernah ada. Hingga tak sadar, bahwa banyak hambatan untuk mencapai garis selesai. -Danish- _______ Danish itu emosian dan galak. Tapi kalau sama Bi...