Selamat Membaca:)
***
Menjadi anak rantau bagi sebagian orang itu menyenangkan, karena bisa terbebas dari omelan orang tua disetiap paginya. Mungkin itu juga yang ada dipikiran Danish, yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di kota orang. Terlebih kota tersebut yang diidamkannya saat masih berada di Sekolah Menengah.
Tapi nyatanya, untuk pertama kalinya Danish harus berpisah dari orang tua. Harus siap menjadi disiplin karena tidak ada teriakan ibu yang membangunkannya dari dapur. Harus bisa melakukan apa-apa dengan sendirian. Bahkan untuk seorang yang bisa dibilang mageran seperti Danish, ia harus ikut andil dalam beberes rumah kontrakan yang ia sewa bersama beberapa mahasiswa rantau lainnya.
Dulu saat masa SMA, Danish akan selalu bersemangat ketika ada kakak-kakak mahasiswa yang mensosialisasikan Universitas mereka. Danish akan menjadi orang terdepan ketika Kakak mahasiswa mengatakan "Ada yang ingin ditanyakan?"
Ia pikir, menjadi mahasiswa adalah hal paling menyenangkan, karena predikat sebagai mahanya para siswa. Memakai pakaian bebas tanpa seragam, ikut berbagai UKM dan Organisasi, masuk kelas rajin dan wisuda tepat waktu.
Tapi dugaannya semua salah. Menjadi mahasiswa terlalu berat dan melelahkan. Harus siap capek dan mendapatkan lingkar mata berwarna hitam, atau orang-orang sering menyebutnya dengan sebutan 'mata panda'. Bahkan Danish bisa rela meninggalkan jam makannya untuk menyelesaikan tugas-tugas dari para Dosen.
Sudah lewat 5 semester ini, Danish belajar banyak hal. Mulai dari hal kecil seperti mencuci baju sendiri sampai harus rela jam tidurnya terganggu karena ada salah satu teman kosannya yang baru pulang tengah malam, mengakibatkan dirinya harus siap untuk begadang karena sering sekali Danish terbangun kemudian tidak bisa melanjutkan tidurnya. Kosannya berupa rumah, atau lebih layak disebut kontrakan. Tapi ada 6 kamar dengan 6 penghuni.
Seperti saat ini, dirinya sedang buru-buru untuk menuju kampus. Karena ada presentasi yang merupakan tugas pertama setelah masuk semester 6.
"Yo buruan!" teriak Danish yang memutuskan untuk berangkat bersama Theo.
"Mau ke kampus?" tanya Sannan saat melihat Danish dan Theo berjalan keluar kamar.
"Gue ke rumah sakit Mas, si Danish malah minta anterin ke kampus." Jawab Theo.
"Nish Nish, bapak lo ngasih mobil tapi jarang banget dipake." Celetuk Teza.
"Bacot." Setelah mengatakan itu, Danish dan Theo benar-benar berangkat.
***
"Maaf pak saya terlambat, kehujanan di jalan, jadi berteduh dulu." Jelas Danish berusaha meyakinkan yang kebetulan cuaca sedang mendung.
Terkutuklah Theo yang lupa ngisi bensin tadi. Padahal hari ini dirinya harus presentasi dengan temannya yang bernama Bintang. Sedangkan Bintang yang mendengar itu hanya berdecih sebal.
Bagaimana tidak, baru lima menit Bintang menyelesaikan presentasinya sendirian, Danish dengan tampang tidak berdosa masuk kelas begitu saja.
Dan apa katanya tadi? Kehujanan di jalan? Cuaca memang mendung saat ini, namun jarak kontrakan Danish ke kampus hanya menempuh waktu 10 menit. Sedikit mustahil kalau Danish kehujanan, apalagi melihat pakaian Danish yang tidak ada tanda-tanda bahwa dirinya habis kehujanan.
"Kamu yang namanya Danish Reksa ?" tanya Pak Jaya sambil membaca cover makalah Bintang.
Yang mempunyai nama hanya mengangguk membenarkan. "Setelah kelas selesai, temui saya diruangan dosen. Silahkan kamu keluar sekarang, sesuai perjanjian kelas minggu lalu, mahasiswa hanya diperbolehkan masuk apabila telat maksimal 5 menit. Silahkan saudara tinggalkan kelas ini!" Perintah Pak Jaya mutlak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Danish [END]
General FictionMelangkah jauh demi sebuah harapan. Awalnya aku mengira kalau keputusan itu adalah jalan terbaik yang pernah ada. Hingga tak sadar, bahwa banyak hambatan untuk mencapai garis selesai. -Danish- _______ Danish itu emosian dan galak. Tapi kalau sama Bi...