Home Sweet Home

2.4K 275 14
                                    

Rintik hujan terdengar bergantian dengan petir yang menyambar. Semilir angin dingin menyapa seluruh penghuni rumah yang tengah berkumpul di satu tempat.

"Dingin banget. Perasaan sekarang bukan musim hujan," celetuk Zavi.

"Itu karena lo segala pakai nyanyi di kamar mandi tadi sore. Disamperin hujan, kan, tuh!" tukas Reiga.

Hanya untuk membuat Zavi mengerucutkan bibirnya dan beralih ke pelukan sang bunda. "Bunda, lihat kelakuan Kak Reiga, tuh!" adunya.

Rosa menggelengkan kepalanya. Ada saja kelakuan anak-anaknya itu. Matanya kini beralih menatap Zio dan Asa yang tengah anteng entah menatap apa. Tumben sekali kedua anak itu tidak ikutan berisik.

"Bunda, Bunda punya mantan?"

Rosa terkejut. Begitupun beberapa orang yang ada disana. "Kenapa tiba-tiba bertanya begitu?" tanya Rosa.

"Ingin tahu saja," jawab Zio.

"Nggak punya," jawab Rosa.

"Bohong. Ingat Om Sean? Dia mantan bundamu," bantah sang Papa.

Zavi melongok, kembali berkumpul dengan saudara-saudaranya. "Om Sean yang ganteng itu? Kenapa Bunda nggak sama Om Sean saja? Kenapa sama Papa?" tanyanya.

"Ngaco, masih gantengan Papa kemana-mana," bantah Benjamin.

Abai dengan perkataan sang papa, Zio mendekat, "Awal Bunda ketemu sama Papa bagaimana? Kok bisa Bunda mau sama Papa? Siapa yang mengajak menikah lebih dulu?" tanyanya beruntun.

"Kalian nggak bertanya ke Papa?"

"Papa nggak diajak."

Benjamin misuh-misuh. Untung saja anak-anak yang di depan itu darah dagingnya, jika saja bukan, sudah Benjamin usir dari rumah sejak lama.

"Bunda, ayo cerita!" Zavi merengek. Bergelendotan di kaki sang Bunda. Memaksa untuk Rosa bercerita tentang masa lalunya bersama Ben.

Rosa terkekeh, "Kalian ingat, nggak? Bunda selalu bilang kepada Abang sama Adek, untuk jangan sering-sering memainkan hati perempuan?" tanyanya.

"Bagaimana bisa nggak ingat? Bunda aja bilang begitu hampir setiap hari," jawab Reiga. "Memang dasarnya itu beruk berdua bandel," lanjutnya.

Untung saja. Benar, untung saja Rei punya refleks cepat hingga bisa menangkap dengan tepat bantal yang dilempar Asa.

"Nah, dulu Papa mu itu begitu." Rosa melanjutkan ucapannya.

"Begitu, bagaimana?"

"Nggak bagaimana-bagaimana," potong Ben.

"Papa nggak diajak," tekan Reiga sekali lagi.

Rosa tergelak kala melihat wajah suaminya yang sudah masam. Seakan bilang bahwa seharusnya tak dibongkar masa lalunya seperti ini.

"Jadi, dulu Bunda sama Papa ketemu di universitas. Berbeda dengan Bunda yang memang sibuk organisasi banget, Papa mu itu anak yang sehabis kuliah langsung pulang," jelas Rosa. "Eits, tapi jangan salah. Pulang dalam kamus Papa mu itu berbeda. Mungkin bagi kalian dan Bunda, pulang itu ke rumah. Tapi bagi Papa mu, pulang itu nongkrong, nyebat, ke bar, dan segala macam," sambungnya.

Kelima anak itu sontak menatap Benjamin dengan tatapan aneh.

"Papamu waktu masih zaman kuliah itu, terkenal banget. Tapi bukan terkenal dalam hal baik."

Rosa hampir saja tersedak tawanya karena melihat wajah Benjamin yang semakin masam akibat ucapannya.

"Papa, Om Sean, Om Johan, sama Om Yuan dulu satu tongkrongan. Mereka terkenal karena suka mainin perempuan. Lalu, suatu ketika tiba saatnya Bunda yang dijadikan mereka taruhan."

[✓] Royal FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang