34. Kamu Masih Seperti yang Dulu

137 16 6
                                    

Cara bicaramu masih sama.
Sikap dan perhatianmu masih sama.
Amarah dan sakit hatiku pun masih sama.

🖤

Sabtu Malam

"Mau ikut turun, Mas?" tanya Wulan ketika mobil Surya sudah berhenti di halaman kafe.

Surya menggeleng sambil tersenyum.
"Nggak usah. Nunggu di sini saja."

"Beneran? Gapapa?"

"Iya, Sayang. Nggak apa-apa," jawab Surya sambil mengusap kepala Wulan.

"Ya, udah. Aku turun dulu, ya, Mas," pamit Wulan sambil membuka pintu mobil dan berjalan dengan langkah ragu menuju pintu kafe. Tangan kirinya menenteng sebuah tas spundond besar berisi tumpukan buku-buku yang sudah diikat dengan rapi oleh Sasa. Setelah memikirkan selama beberapa hari, tadi malam Wulan baru berani membicarakan tentang buku-buku Rhino kepada Surya.

"Mas ...." panggil Wulan kepada Surya yang sedang berbaring di sebelahnya sambil menonton balap formula 1.

"Hmmm ...."

"Aku, kan, kapan itu bilang buku-buku yang kubawa dari Jogja, tuh, punya temanku ...."

Surya mengalihkan pandangannya dari televisi, lalu menoleh ke arah Wulan.
"Iya. Terus kenapa?"

Wulan menjawab dengan ragu.
"Sebenarnya itu punya Rhino. Dulu dia minjemin untuk dipakai belajar Sasa."

Surya terdiam dan hanya menatap Wulan.

"Rencananya mau aku balikin ke kafenya dia aja. Gapapa, Mas?"

"Iya. Nggak apa-apa."

"Mas Surya mau nganterin aku ke sana?" tanya Wulan.

"Mau dikembalikan kapan?"

Wulan berpikir sejenak.
"Kalau besok malam gimana, Mas?"

Surya mengangguk mengiyakan. Dan sekarang Wulan sedang berjalan dengan langkah pelan dan ragu, berharap di dalam kafe tak bertemu dengan Rhino.

"Hai, Wulan! Apa kabar?" Terdengar panggilan dari arah sebelah kirinya. Wulan menghentikan langkahnya dan menoleh. Andika sedang tersenyum dan berjalan ke arahnya.

"Eh, Dika. Kabar baik," jawab Wulan sambil menerima uluran tangan Andika, "kamu sendiri gimana kabarnya?"

"Baik juga. Yuk, masuk aja. Ada kursi kosong di dalam."

"Nggak usah. Aku cuma mau nitip ini aja," kata Wulan sambil menyodorkan tas yang dibawanya ke arah Andika.

Andika mengulurkan kepalanya dan mengintip isi tas.
"Nitip apa? Dan buat siapa?"

"Buat Rhino. Aku mau ngembaliin buku-buku yang dulu dipinjamkan untuk adikku."

"Oh, Rhino? Dia ada, kok," sahut Andika sambil berjalan mendekati pintu kafe dan melambaikan tangan ke arah Wulan untuk mengikuti langkahnya, "yuk, kupanggilkan dia."

Wulan tetap berdiri di tempatnya.
"Dika! Nggak usah. Aku nitip aja!" seru Wulan yang tidak ditanggapi oleh Andika. Lelaki itu tetap meneruskan langkahnya memasuki kafe dan terus berjalan ke arah meja konter. Dari kejauhan Wulan melihat Rhino yang melongok dari balik milk steamer, berbincang sejenak dengan Andika, lalu bergegas melangkah menuju pintu kafe.

Wulan menatap sosok Rhino yang berjalan menghampirinya dengan perasaan gamang. Rasanya dia ingin berbalik dan berlari, meninggalkan tas berisi buku-buku yang dibawanya di lantai saja. Melihat Rhino yang semakin mendekat membuat dadanya bergemuruh. Teringat masa-masa ketika lelaki itu masih menjadi pasangannya. Teringat semua sikapnya yang lembut dan perhatian, yang ternyata hanya untuk membuatnya luluh dan jatuh cinta. Teringat hatinya yang patah ketika diputuskan begitu saja demi perempuan lain.

Cinta Tak Selalu Indah #3 (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang