52. Berpisah Secara Baik-baik

144 15 2
                                    

Seharusnya dari dulu kulakukan ini,
Agar tak perlu terjadi semua yang membuat hati sedih.

💗

Sabtu malam

"Mbak Wulan!" Terdengar teriakan Weni dari arah luar paviliun.

"Apa?" sahut Wulan sambil berjalan mendekati pintu depan kamarnya, lalu membukanya. Teras paviliun terlihat gelap gulita karena Wulan dan Dina lupa belum menyalakan lampu luar. Tadi setelah Isya Dina dijemput Ani dan Putra. Malam ini mereka bertiga berkumpul dengan teman-teman yang lain untuk menyambut tahun baru. Wulan menolak tawaran mereka untuk bergabung.

"Kenapa, Wen?" tanya Wulan.

"Ada Mas Surya, masa nggak lihat?" sahut Weni sambil tertawa, lalu berjalan ke teras tengah yang berjarak beberapa meter dari paviliun Wulan dan dipisahkan oleh sebuah taman kecil, tempat Andi-pacarnya duduk.

Wulan terperanjat, lalu berbalik dan melihat Surya berdiri di hadapannya sambil tersenyum.

"Ngapain ke sini?" desis Wulan kesal. Seharian ini dia mengacuhkan panggilan-panggilan telepon dari Surya dan sama sekali tak mau membuka pesan-pesan yang dikirim oleh Surya. Dia tidak mematikan ponselnya karena mungkin ada orang lain yang perlu menghubunginya.

"Kan, malam minggu. Harus ngapelin pacarku," jawab Surya kalem.

"Siapa yang mengharuskan?" tanya Wulan sewot sambil melangkah mendekati pintu paviliunnya, bersiap untuk membukanya dan hendak masuk ke kamar meninggalkan Surya.

"Pesan-pesan yang kukirim nggak dibaca, Sayang?" tanya Surya sambil mendekati Wulan.

"Nggak mau baca! Nggak penting!" jawab Wulan sambil membuka pintu kamarnya.

"Mama Papa mau ke sini besok," kata Surya, "mau mengunjungi rumah orang tua Lucia."

Wulan terkejut mendengar ucapan Surya. Dia ingin bertanya, tetapi gengsi. Ditutupnya kembali pintu kamarnya, lalu berdiri menyadar pada pintu tanpa berkata apa-apa. Surya ingin mendekat, tetapi ragu.

"Aku boleh mendekat?" tanya Surya.

"Enggak!"

Surya menatap wajah Wulan yang berdiri dengan jarak sekitar satu meter darinya, dalam keremangan teras paviliun.

"Udah makan malam belum, Sayang?" tanya Surya.

Wulan diam saja. Dia menanti Surya menjelaskan tentang rencana kedatangan orang tuanya, tetapi malah soal makan malam yang dibahas oleh Surya.

"Udah belum?" tanya Surya lagi dengan nada bicaranya yang lembut, seperti biasanya.

"Nggak pengin makan."

"Mas beliin makanan, ya. Udah hampir jam delapan. Kamu mau apa? Nanti Mas bungkuskan, makan di sini aja," kata Surya.

"Udah kubilang, aku nggak pengin makan."

"Ya, udah. Mas duduk, ya." kata Surya yang kemudian duduk di kursi yang berada di dekat pintu. Wulan berdiri di sebelahnya dengan satu tangan memegang handel pintu dan wajah lurus ke arah jalan.

Selama perjalanan pulang dari kos Wulan tadi pagi, Surya mengendarai mobilnya sambil merenungkan tentang peristiwa kedatangan Lucia. Sikap tenang yang ditunjukkan oleh Wulan membuat Surya kalut. Apakah Wulan sungguh-sungguh ingin berpisah dengannya? Sepertinya tak tampak ekspresi kehilangan dari raut wajah dan sikap Wulan. Apakah Wulan sudah benar-benar tak bisa memaafkannya lagi kali ini? Sesampainya di rumah, Surya memutuskan untuk menelepon ibunya.

"Lucia tadi datang ke rumah, Ma," ucap Surya setelah saling menyapa dengan ibunya.

"Oh, iya?" sahut ibunya dengan nada riang.

Cinta Tak Selalu Indah #3 (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang