Aku sudah pernah bilang atau belum, kalau aku cinta sama kamu?
Minggu Ke-38
Senin Malam💔🖤
"Kita ngobrol di teras kos aja, ya," usul Surya sambil menyalakan mesin mobilnya. Saat ini masih pukul 9 malam, masih ada waktu satu jam untuk mengobrol sebelum pagar kos Wulan ditutup.
Selama bulan puasa, jadwal kuliah mereka ada sedikit perubahan, yang biasanya dimulai dari pukul 18.30 hingga pukul 21.30, sekarang menjadi pukul 19.00 hingga 21.00.
"He-em. Di kos aja. Kalau ngobrolnya di rumah Mas Surya entar tangannya kemana-mana," gurau Wulan. Tentu saja dia hanya bergurau.
Surya tertawa, lalu mengendarai mobilnya keluar gerbang kampus, menuju arah kos Wulan. Selama 14 hari Wulan menjalani puasa, Surya selalu berlaku sepantasnya kepadanya. Setelah waktu berbuka, dia juga tetap menjaga sikap dengan menunjukkan ekspresi sayangnya sebatas mengusap kepala Wulan atau sesekali mencium pipinya. Pada akhir minggu, Wulan tetap menginap di rumah Surya agar mereka bisa sahur bersama--tentu saja Surya yang memasak menu sahurnya-- dan puasa bersama. Mereka memang tidur satu ranjang dan berpelukan sepanjang malam, tetapi tak ada cumbuan mesra seperti malam-malam sebelumnya.
Surya memarkir mobilnya di depan pagar paviliun, menurunkan kaca jendela beberapa sentimeter, lalu mematikan mesin mobilnya. Malam ini semua teras kos Wulan sudah terisi sehingga mereka hanya bisa mengobrol di dalam mobil.
"Besok kamu sahurnya apa, Sayang?" tanya Surya.
"Di kulkas masih ada rendang yang dibeliin Mas Surya. Palingan aku tambahin ceplok telur."
"Loh, rendang cuma beli 5 potong dari seminggu lalu belum habis?" tanya Surya dengan heran.
"Makannya dikit-dikit, Mas. Kadang kutambahin mi atau telur juga. Lagipula kalau sahur nggak selera makan banyak-banyak."
Surya mengangguk, memaklumi.
"Nanti libur lebarannya berapa lama?""Dua minggu. Seminggu sebelum dan sesudah lebaran. Kalau Mas gimana?"
"Cuma tanggal merah dua hari itu aja karena di kantor banyak yang ambil cuti lebaran," jawab Surya.
Surya kemudian menghitung dalam benaknya.
"Berarti liburnya mulai hari ke-23, ya? Atau 24?""Terakhir ngantor hari ke-24. Hari Kamis kayaknya. Tapi aku ke Jogjanya mungkin Sabtu soalnya, kan, kuliahnya belum libur. Balik dari Jogja juga nggak mepet sebelum masuk kantor lagi biar bisa beresin tugas kuliah," jawab Wulan.
"Oke. Kalau harinya pas Sabtu atau Minggu, Mas anterin sama jemput ke Jogjanya, ya." Surya menawarkan.
Wulan mengangguk.
Surya meraih tangan Wulan dan menggenggamnya.
"Mas nanti pas lebaran datang ke rumahku, enggak?" tanya Wulan.
"Iya, dong. Pasti. Enaknya pas hari pertama atau kedua?" Surya meminta pertimbangan.
"Mmm ... hari pertama juga boleh. Atau mau nginep, Mas? Dua hari libur itu di Jogja aja? Tapi, aku mesti nanya Ayah dulu ...." Wulan menawarkan dengan ragu.
"Nggak usah. Mas pulang pergi sehari aja. Segan kalau menginap karena belum jadi keluarga."
"Oh, ya, udah. Berangkat aja pagi-pagi biar sampai Jogja nggak kesiangan. Entar pulangnya sore."
Surya mengangguk.
"Iya. Nanti kalaupun Mas mau nginap, nyari guest house aja yang dekat rumah kamu. Nggak enak kalau nginapnya di rumah kamu, belum jadi menantu.""He-em, gitu aja."
Surya membawa tangan Wulan yang sedang digenggamnya ke bibirnya, lalu mengecupnya.
"Aku udah pernah bilang atau belum, kalau aku cinta sama kamu?""Kayaknya belum pernah," gurau Wulan.
"Kamu yang sering bilang cinta, ya. Sering banget," goda Surya lagi.
Wulan tertawa kecil.
"Iya ....""Aku cinta banget sama kamu sampai kadang dada ini terasa nyeri," ucap Surya lembut.
Wulan berpikir sejenak sebelum bergeser mendekat dan mencium pipi kiri Surya sekilas. Kemudian ia mundur kembali ke kursinya dengan tersipu malu.
Surya tersenyum, lalu menoleh ke arah teras paviliun Wulan.
"Tumben terasmu terang benderang. Biasanya remang-remang."Wulan melihat ke arah Ani dan Raka--pacarnya-- yang terlihat santun, duduk mengobrol di kursi masing-masing berbataskan meja dengan lampu teras menyala terang. Semenjak dua bulan yang lalu, Ani pindah dari rumah kosnya yang lama dan resmi menjadi penghuni kos ini.
"Karena ini bulan puasa, Mas. Kalau gelap-gelapan entar ada setan lewat yang menggoda iman," gurau Wulan.
"Memangnya di teras, tuh, mau ngapain?" tanya Surya heran.
Wulan tersenyum geli. Dia sering mendengar berbagai pengalaman teman-temannya selama berpacaran di teras kos yang gelap. Dari yang berpangkuan dan berciuman dengan pacar--yang pernah dia lakukan juga bersama Surya--maupun yang lebih jauh dari itu, sudah banyak yang sampai ke telinganya.
"Kita kalau di teras itu ngapain aja?" Wulan balik bertanya, menggoda Surya.
"Mmm ... kadang ciuman. Tapi, nggak berani lama-lama, takut dilihat orang lewat," jawab Surya geli.
"Ada yang berani ngelakuin lebih dari ciuman," ujar Wulan sambil menahan tawa.
Surya menaikkan alisnya.
"Maksudnya? Berani ngelakuin ...."
Surya menjulurkan lengannya ke dekat dada Wulan, tapi tidak menyentuhnya.Wulan mengangguk sambil cekikikan, lalu menunjuk ke bawah pusar Surya.
"Kadang tangannya ada yang sampai ke situ-situ.""Ya, ampun!" seru Surya, lalu tergelak.
"Kan, nggak semua orang bisa bebas pacaran di rumah kayak Mas Surya atau nginep di hotel," kata Wulan.
"Iya. Bener ... bener ...."
"Gimana lagi, udah umur-umur kawin, tapi masih pada ngejar gelar sama karir jadinya nggak tahan, Mas."
"Orang dulu umur di bawah 20 tahun udah pada nikah, ya, Sayang."
"He-em. Jaman dulu seumuran aku udah disebut perawan tua, Mas," kata Wulan.
"Tapi kalau aku perawan tua beneran. Temenku banyak yang perawan tua, tapi udah nggak perawan," lanjut Wulan lagi."Oh ... iya?" Surya menanggapi dengan kikuk.
"Ani, tuh, sering check in sama cowoknya. Tiap gonta-ganti cowok selalu gituan," ucap Wulan sambil bergidik. "Penampilannya kalem, nggak kayak aku yang pecicilan, tapi pacarannya berani banget," lanjut Wulan lagi.
"Oh ...."
Wulan mengangguk dengan tawa geli. Dia sama sekali tak pernah menghakimi teman-temannya yang sudah berpetualang cinta sampai sejauh itu. Namun, secara pribadi dia memilih untuk tak mau mengikuti mereka.
"Aku maunya ngelakuin yang pertama sama suamiku aja, biar enggak ngasih bekas orang lain. Karena akupun juga nggak mau kalau dapat bekasnya orang," ucap Wulan malu-malu. Membahas tentang hal yang satu itu memang selalu membuatnya tersipu meskipun dia membicarakannya dengan Surya, calon suaminya.
Surya terkesiap. Aliran darahnya serasa naik ke puncak kepala. Dadanya berdesir dengan irama degup jantung yang berdenyut kencang. Tangannya yang sedang menggenggam tangan Wulan terasa dingin. Sangat dingin.
💋💋💋
Kenapa, Surya?
Apa yang terjadi denganmu?
Jangan-jangan kamu seperti Ani, sudah pernah atau malah sering melakukannya juga?
Oh! Tidak!Lalu, sanggupkah Wulan menerima kenyataan, jika memang itu yang terjadi?
Ikuti terus kelanjutan ceritanya ya.
Silakan tekan bintang jika kamu menyukai tulisanku.Terima kasih sudah mampir dan membaca.
Love love love.
😘4/3/2022 (14.05)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tak Selalu Indah #3 (18+)
Romance💜 Cinta yang terhalang perbedaan keyakinan, terbentur restu orang tua, dan terganggu oleh mantan tunangan yang berkali-kali datang mengajak balikan 💜 Selamat membaca 🤗 WARNING (18+) Bakalan ada ADEGAN MESRA di beberapa episodenya. Jadi YANG MASI...