67. Galau yang tak Kunjung Usai

74 7 3
                                    

Sanggupkah aku melupakan masa lalumu bersama dia?
Aku rasa, aku tak sanggup melakukannya.

💛💛💛

"Pulang ke ... kos atau ... mmm .... ke ...."

"Mas besok Sabtu puasa?" Wulan balik bertanya dengan nada datar. Dia masih ingin mempertahankan ekspresinya yang tenang tanpa Surya perlu tahu pergulatan batinnya yang penuh dengan rasa rindu dan ragu.

Surya mengangguk.
"Iya."

"Ya, udah. Pulang ke rumah Mas biar besok bisa sahur bareng," ucap Wulan tanpa menatap wajah Surya. Dia berpura-pura sibuk memeriksa pesan-pesan yang masuk di ponselnya yang sebenarnya sudah dia baca semua.

Secara spontan, Surya mengulurkan lengannya hendak meraih tangan Wulan dan hendak mengecupnya setelah mendengar jawaban itu. Namun, setengah detik kemudian kesadaran menamparnya sebelum tangan Wulan yang melakukannya. Surya menarik tangannya dari udara, lalu kembali meletakkannya di kemudi.

"Oke," sahut Surya dengan lagak tenang padahal hatinya jumpalitan dan merasa seperti bermimpi. Baru empat hari yang lalu Wulan marah besar dan mengisyaratkan hubungan mereka kemungkinan akan berakhir. Namun, malam ini sikap Wulan sangat biasa, seolah tak pernah ada pertikaian di antara mereka.

"Mau beli lauk untuk sahur, Sayang?" tanya Surya sambil mengarahkan mobilnya keluar dari gerbang. Di seputar kampus banyak warung lesehan yang menjual ayam goreng dan seafood.

"Nggak usah. Nasi goreng aja," jawab Wulan.

"Oke," sahut Surya cepat, lalu mengendarai mobilnya ke arah rumah dengan perasaan bahagia. Dia rela memasak nasi goreng setiap pagi, siang, dan malam asalkan Wulan tidak marah lagi kepadanya.

"Sehat, kan, Sayang?" tanya Surya dalam perjalanan.

"He-em," jawab Wulan pendek.

"Kerjaan di kantor gimana? Nggak ada masalah?"

"He-em."

"Tinggal empat hari kerja, terus kantormu libur, kan?"

"He-em."

"Pulang ke Jogjanya jadi hari Sabtu depan abis kuliah?"

"He-em."

"Mas anterin, ya."

"He-em. Eh, nggak usah."

Surya spontan menoleh ke arah Wulan.
"Kok, nggak usah?"

"Iya. Nggak usah."

"Kenapa. Sayang."

"Pokoknya nggak usah!"

"Oh, oke ... oke ...." sahut Surya terburu-buru dengan kadar kebahagiaan dan harapan yang mulai mengempis. Ternyata Wulan masih memendam kekesalan dan rentan meledak sewaktu-waktu.

Wulan melihat keluar jendelanya dengan gusar dan sedikit menyesal. Seharusnya mereka tak berbaikan dengan semudah ini. Bahkan, seharusnya dia mempertimbangkan masak-masak apakah dia memang siap untuk kembali berbaikan dengan Surya. Wulan yakin bahwa dia masih sangat mencintai Surya. Namun, apakah itu menjamin hubungannya dengan Surya akan mulus-mulus saja tanpa terganggu oleh bayangan-bayangannya tentang masa lalu Surya?

Mereka berdua tak berbicara lagi sepanjang sisa perjalanan. Setelah mobil Surya masuk ke dalam garasi, Yatno segera menutup pintu di belakang mereka. Surya mematikan mesin mobilnya, lalu keluar dari mobil dan meraih tasnya dari kursi belakang. Wulan mendahuluinya melangkah dengan cepat dan membuka pintu akses yang menuju ruang tengah, lalu terus berjalan menuju tangga, kemudian naik ke lantai dua tanpa menunggu Surya.

Sesampainya di atas, Wulan menghempaskan diri, duduk di sofa dan menatap pintu kamar Surya yang terbuka dengan perasaan kesal. Mengapa dia tadi memutuskan pulang ke sini? Sanggupkah dia tidur di kamar Surya dan berbaring di atas ranjang yang dahulu merupakan tempat Surya dan Lucia bercinta?

'Sepertinya malam ini aku akan tidur di sofa saja,' pikir Wulan yang lalu menatap sofa yang dia duduki dan sebuah pemikiran melintas.
Mungkin Surya dan Lucia tak hanya melakukannya di ranjang saja. Mungkin mereka pernah bercinta di sofa ini juga. Spontan Wulan bergidik dan berdiri.

Surya muncul dari ujung tangga dan menatap Wulan dengan bingung.
"Kenapa, Sayang?"

Wulan tak menjawab pertanyaan Surya. Dia berjalan cepat ke kamar mandi dan mengunci pintunya. Malam ini dia bertekad tak akan mengganti pakaiannya dengan gaun tidur. Dia tetap akan memakai pakaian kuliahnya, setelan kaus lengan pendek dan celana panjang.

Wulan menatap pantulan wajahnya di kaca dan melihat bathtub di belakangnya. Dia dan Surya pernah bermesraan di sana meskipun masih dengan balutan pakaian dalam masing-masing. Pasti Surya dan Lucia juga pernah bercinta di sana. Kembali dia merasa kesal. Bisakah dia bermesraan dengan Surya jika bayangan masa lalu Surya selalu melintas di benaknya? Apakah perasaannya ketika Surya mencumbunya akan tetap sama seperti sebelum dia mengetahui tentang masa lalu Surya?

Wulan meraih sikat gigi Surya dan melemparnya ke dalam tong sampah dengan gusar, lalu merosot dan merenung di belakang pintu kamar mandi tanpa memedulikan percikan air di lantai yang ia duduki.

Dua puluh menit kemudian terdengar ketukan dari luar pintu dan suara Surya yang berbalut rasa khawatir.
"Sayang ... kenapa lama di situ? Mas boleh masuk?"

Wulan bangkit berdiri dan memutar kunci pintu kamar mandi agar Surya tidak panik. Dia bukan Lucia yang penuh drama. Dia berkepala dingin dan mampu menghadapi masalah dengan cara dewasa. Dia membuka pintu dan menemukan Surya berdiri di hadapannya dengan ekspresi gelisah.

Surya spontan meraihnya dan memeluknya erat-erat. Rasa hangat menerpa sekujur tubuh Wulan. Ternyata pelukan Surya terasa sama seperti sebelumnya, tak terasa hampa seperti yang dia khawatirkan. Wulan masih merasakan berdebar dan bahagia saat Surya memeluknya dan mencemaskannya seperti ini.

Surya merenggangkan pelukannya, lalu memegang kedua sisi kepala Wulan dan memandangnya dengan tatapan murung. Dada Wulan terasa nyeri. Dia tak tega melihat Surya bersedih.
"Udah hampir jam setengah 11. Bobok sekarang, yuk, biar besok enggak telat sahur," ajak Surya.

Wulan mengangguk dengan bimbang. Di mana dia harus tidur malam ini? Di sofa, dia tak mau. Di ranjang Surya, apalagi. Di sofa ruang tamu? Di sofa ruang keluarga? Atau di kamar-kamar yang lain? Bagaimana bila Surya dan Lucia sudah pernah bercinta di semua sofa dan ranjang yang ada di rumah ini? Sepertinya hanya kursi balkon yang aman dari kemungkinan itu. Tak mungkin ada perempuan yang mau bercinta di balkon yang terbuka. Namun, kemudian Wulan agak sedikit meragukannya. Rasanya Lucia cukup punya keberanian dan kenekatan untuk melakukannya di sana.

💋💋💋

Sebenarnya masalah terbesar malam ini bukan soal di mana Wulan akan tidur.
Tapi, apakah Surya bisa menemukan sikat giginya yang hilang.

Ikuti terus kelanjutan ceritanya ya.
Silakan tekan bintang jika kamu menyukai tulisanku.

Terima kasih sudah mampir dan membaca.
Love love love.
😘

14/3/2022 (16.45)

Cinta Tak Selalu Indah #3 (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang