Masa lalumu terpampang di hadapanku.
Bahagiamu, tawamu, bersama dia.Minggu Sore
💕
"Perjalananannya lancar, Nduk?" tanya Surya seraya menoleh ke arah Wulan yang duduk di sebelahnya. Hari ini dia pulang dari Surabaya dengan penerbangan siang, bukan sore seperti biasanya agar bisa segera bertemu dengan Wulan dan menjemputnya di kantor agen bus.
"Macet sebentar di Bawen karena ada truk terperosok, tapi selebihnya lancar," jawab Wulan.
"Syukurlah. Kita ngobrol di rumah Mas aja, ya. Mau?"
Wulan mengangguk.
"Mau mampir bungkus makan malam dulu? Nanti kita makan di rumah."
"Aku bawa gudeg banyak, kok," kata Wulan yang lalu tertawa, "tapi nasinya nggak ada."
"Nanti masak nasi aja, ya."
Wulan kembali mengangguk. Surya meraih tangan kanan Wulan dan menggenggamnya seperti biasa. Ketika dia memerlukan tangannya untuk memindahkan perseneling dia meletakkan tangan Wulan di atas pahanya dan kemudian menggenggamnya kembali saat tangannya sudah bebas.
Surya membunyikan klakson di depan pagar rumahnya dan tak lama kemudian pagar terbuka. Yatno--si penjaga rumah--memegang ujung pagar dan mengganggukkan kepala ketika mobil Surya melewatinya dan berhenti di depan pintu garasi. Mereka berdua keluar dari mobil dan berjalan bergandengan tangan menuju pintu rumah.
"Yuk, masuk," ajak Surya, "kita letakkan gudegnya di meja makan sekalian masak nasi, ya."
Wulan berjalan memasuki rumah Surya sambil memerhatikan sekeliling. Tampaknya penataan perabotan rumah Surya masih sama seperti yang diingatnya ketika dia datang ke rumah ini untuk mengerjakan tugas kelompok, sekitar satu tahun yang lalu. Mereka melewati ruang tamu, ruang keluarga, lalu berlanjut ke ruang makan yang berada di belakang tangga.
Surya meraih bungkusan gudeg dari tangan Wulan dan meletakkannya di atas meja makan, lalu mencuci beras untuk dimasak. Wulan mendekati jendela yang terbuka dan memandang keluar, ke halaman belakang rumah. Ternyata halaman rumah Surya tidak hanya luas di bagian depan saja. Halaman belakang juga sama luasnya dengan taman yang terawat dan sebuah kolam renang di tengahnya. Ada sebuah pondok kecil atau gazebo di samping kolam.
Surya berjalan mendekati Wulan dan memeluknya dari belakang. Jantung Wulan berdegub kencang, seluruh tubuhnya terasa hangat dan sejuk bergantian. Ini adalah kali pertama Surya memeluknya. Surya menyibakkan rambut Wulan ke belakang telinga kanannya dan mencium pipinya.
"Aku cinta kamu," bisiknya.
Wulan memejamkan matanya, tubuhnya serasa lunglai. Seandainya Surya tidak memeluk erat tubuhnya, mungkin dia akan jatuh luruh ke lantai. Mereka berdiri berpelukan hingga beberapa saat, lalu Surya memutar tubuh Wulan agar menghadap ke arahnya. Surya menatap wajah Wulan dan mati-matian menahan diri dari keinginan untuk mencium bibir Wulan. Dia sungguh ingin melakukannya, tetapi khawatir Wulan akan menganggapnya terlalu cepat bergerak dan menganggapnya lancang. Sekarang baru memasuki minggu ketiga hubungan mereka. Surya menyesal telah sedikit gegabah saat awal hubungan mereka, mencium pipi Wulan di hari kedua mereka berpacaran.
Wulan menengadah, menatap wajah Surya yang tampan. Matanya yang tajam, hidungnya yang mancung, dan bibirnya yang selalu mengulaskan senyum. Wulan kembali memejamkan mata ketika Surya mendekatkan wajahnya dan merasakan ciuman bibir Surya di keningnya. Wulan kecewa. Dia sangat ingin bibir itu mencium bibirnya.
"Kita ke atas aja, yuk, Sayang," ajak Surya.
Wulan mengangguk dengan pasrah. Ciuman yang diharapkannya tak kunjung tiba. Surya merangkul bahunya dan membimbingnya ke arah tangga yang menuju lantai dua. Di ujung tangga mereka berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tak Selalu Indah #3 (18+)
Romance💜 Cinta yang terhalang perbedaan keyakinan, terbentur restu orang tua, dan terganggu oleh mantan tunangan yang berkali-kali datang mengajak balikan 💜 Selamat membaca 🤗 WARNING (18+) Bakalan ada ADEGAN MESRA di beberapa episodenya. Jadi YANG MASI...