Aku merasa gamang.
Berada di antara dua kubu yang berbeda keinginan.💙💓💙
"Sayang, udah bobok belum?"
"Belum."
"Nungguin telepon dari Mas?"
Wulan tertawa kecil sebelum membalas pesan dari Surya.
"Enggak.""Boleh aku telepon sekarang? Enggak kemalaman, kan?"
"Gapapa. Boleh," tulis Wulan.
Tiga detik kemudian masuk panggilan telepon dari Surya yang segera Wulan terima.
"Hai, Ndukku Sayang." Terdengar suara Surya yang membuat hati Wulan bahagia."Hai, Mas. Tadi acaranya sama Mama apa aja?"
"Sore tadi ke Manyaran ngurusin wall paper yang mau diganti. Setelah itu ngantar Mama belanja," jawab Surya yang kemudian tersenyum geli. "Sebenarnya belanja buat aku, sih. Mama ngisi laci-laci dapur dan kulkas sampai penuh."
"Begitulah ibu-ibu, Mas," kata Wulan sambil tertawa. "Eh, nggak cuma ibu-ibu, ding. Ayah aja kalau mampir ke kos selalu bawain telur, indomie, atau beras."
"Mas Surya juga sering bawain makanan buat aku. Padahal bukan ibu-ibu atau bapak-bapak ...." gurau Wulan.
"Itu tandanya Mas sayang sama kamu," sahut Surya.
Wulan tersipu.
"Tadi buka puasanya apa, Mas?""Mmm .... Tadi jam 4 aku batalin puasa karena diajak makan sama Mama."
"Mama tahu kalau Mas sedang puasa?" tanya Wulan.
Surya berusaha menyusun kata-kata yang tepat agar tidak membuat Wulan salah terima. Begitupun tadi sore, dia juga berusaha mencari kata agar ibunya tidak kecewa. Berada di tengah dua kubu yang memiliki keinginan berbeda kadang membuatnya lelah. Namun, dia sangat mencintai Wulan dan tentu saja dia sangat mencintai orangtuanya. Syarat dari Wulan sudah jelas. Dia harus mengikuti keyakinan Wulan. Surya tak sanggup kehilangan Wulan maka dia harus bertahan dan berusaha semampunya agar orangtuanya luluh dan merelakannya berpindah keyakinan.
"Mama nggak mau. Sekarang saja. Jangan dibiasakan menunda-nunda makan. Nanti gampang sakit," tegas Ibunda Surya tadi sore.
Tadi Surya sempat berpikir untuk berbohong kepada ibunya, tetapi hati kecilnya menolak. Dia harus mulai menyinggung tentang hal yang sensitif ini sedikit demi sedikit.
"Aku ... sedang puasa, Ma. Aku menemani Wulan puasa," ucap Surya dengan hati-hati.Seperti yang sudah dia duga, ibunya langsung menatapnya dengan raut terkejut. Sempat beberapa detik berlalu tanpa ada komentar dari ibunya. Surya menepikan mobilnya di pinggir jalan.
"Kamu udah pindah keyakinan?" seru ibunya.
"Enggak, Mama. Enggak. Aku belum ... enggak pindah keyakinan," jawab Surya terburu-buru.
Ibunda Surya menarik napas lega meskipun dengan perasaan tercekat yang masih memenuhi tenggorokannya. Dadanya berdebur keras dengan irama jantung yang berdegub kencang.
"Lalu ... kenapa kamu ikut-ikutan puasa? Itu hanya wajib dilakukan oleh orang yang mengimaninya."
"Aku hanya toleransi, Ma. Menemani dia puasa selama hari libur saja."
"Toleransi tidak seperti itu! Toleransi itu, kamu cukup membiarkan Wulan puasa dan tidak makan di depan dia. Itu toleransi. Apakah dia juga toleransi ke kamu? Mau ikut kamu ibadah ke gereja? Mau kamu ajak berdoa sesuai ajaran kita?"
Surya diam. Dia memahami bahwa yang diucapkan oleh ibunya tidak salah. Namun, dia tidak sepenuhnya jujur kepada ibunya. Dia melakukan puasa bukan sekadar toleransi, tetapi sebagai tahap awal mengenal keyakinan Wulan disamping belajar dari buku-buku yang dikirim abangnya. Surya tak berani mengatakan kepada ibunya tentang janjinya pada Wulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tak Selalu Indah #3 (18+)
Storie d'amore💜 Cinta yang terhalang perbedaan keyakinan, terbentur restu orang tua, dan terganggu oleh mantan tunangan yang berkali-kali datang mengajak balikan 💜 Selamat membaca 🤗 WARNING (18+) Bakalan ada ADEGAN MESRA di beberapa episodenya. Jadi YANG MASI...