Aku merasa marah dan kecewa.
Kamu tak seperti yang aku sangka.
Namun, aku cinta kamu.
Jadi aku harus bagaimana?💞💞
Hari Kamis
"Lan!"
Dina muncul di ambang pintu ruangan Wulan sambil menyodorkan ponselnya."Mas Surya nanyain kamu udah pulang atau belum. Dia nanya, kenapa kamu nggak kuliah. Emang kamu nggak bilang kalau dari kemarin kamu masuk sif malam?" tanya Dina dengan raut heran.
"Mmm ... bilangin aja aku lagi males kuliah," ujar Wulan sambil menyibukkan diri dengan lembaran-lembaran nota yang berada di atas mejanya agar Dina tidak melontarkan banyak pertanyaan yang enggan ia jawab. Dia berpura-pura tak melihat ponsel yang disodorkan oleh Dina.
"Kalian lagi marahan?" tanya Dina, lalu duduk di seberang meja Wulan sembari membalas pesan dari Surya.
"He-em ...," jawab Wulan malas-malasan. Sungguh, dia malas membahas tentang alasan dia menjauhi Surya selama tiga hari ke belakang. Tampaknya kali ini dia akan memendam ceritanya sendiri, tak akan dia ceritakan kepada siapapun tentang Surya yang sudah tidak perjaka. Memalukan sekali. Wulan selama ini menjaga diri agar tak kebablasan dan menyangka bahwa Surya juga sama seperti dirinya, tapi ternyata dia salah sangka.
Jika dia bercerita kepada Ani tentang kekecewaannya terhadap Surya, Ani tak akan memahaminya. Bagi Ani, keperawanan maupun keperjakaan tak penting lagi. Kenangan bercinta dengan mantan pasangan bukanlah hal yang mengganggu baginya. Tentu saja, karena dia sudah terbiasa melakukannya dan menganggap hal itu biasa saja.
Begitu pula jika dia bercerita kepada Dina. Mungkin Dina hanya akan merasa sedikit terkejut, lalu menyarankan Wulan untuk menerima saja masa lalu Surya. Yang penting sekarang Surya setia, penuh pengertian, dan sangat mencintainya. Untuk yang belum mengalaminya akan mudah saja memberi nasehat seperti itu. Mungkin jika Wulan tak mengalami, dia akan berpikir seperti itu juga. Namun, saat terjadi pada diri sendiri, ternyata menerapkannya tak semudah teori.
"Ini Mas Surya nanya, nanti malam mau jemput kamu, boleh atau enggak?" tanya Dina lagi.
"Bilangin, nggak usah jemput, Din. Aku entar pulang sama Rocky," jawab Wulan.
Dina menarik napas panjang, lalu menyampaikan jawaban Wulan kepada Surya.
"Kamu kalau marahan sama Mas Surya jangan lama-lama. Kasihan, dia kalang kabut dari kemarin nanyain kamu terus ke aku sama Ani.""Iya ...," sahut Wulan dengan raut wajah datar.
"Memangnya dia salah apa, sih?" tanya Dina ingin tahu seraya mencondongkan tubuhnya ke tengah meja. "Dia kutanyain nggak mau kasih tahu. Katanya nanya ke kamu aja."
Wulan mendengkus. Tentu saja Surya tak akan mengatakannya kepada Ani dan Dina.
"Ya, pokoknya ada," jawab Wulan. "Masalah pribadi dia, aku nggak bisa cerita ke kalian, kecuali dia yang ngomong sendiri."Dina mengangguk memaklumi meskipun sebenarnya masih penasaran. Dia menduga, mungkin ada masalah di keluarga Surya yang tak berkenan di hati Wulan.
Tiga hari yang lalu setelah mereka sahur, Wulan meminta Dina bertukar jadwal kerja. Minggu ini seharusnya Dina masuk siang, ditukar dengan jadwal kerja Wulan yang selalu pagi.
"Kenapa tukar, Lan? Memangnya kamu nggak kuliah?" tanya Dina ketika itu.
"Aku lagi pengin bolos kuliah, Din. Males," jawab Wulan.
"Tumben. Kok, tiba-tiba males gitu?"
"Ya, pokoknya lagi males, Din," sahut Wulan, "Mau atau enggak, tukar jadwal?"
Akhirnya ketika itu Dina mengiyakan permintaan Wulan. Hingga kemudian selama tiga hari ini Surya beberapa kali bertanya tentang Wulan kepadanya dan kepada Ani. Maka Dina menyimpulkan bahwa alasan Wulan bolos kuliah karena sedang menghindari Surya.
"Kamu, kan, udah bolos kuliah dua hari, Lan. Tiga hari sama nanti malam. Besok kerjamu masuk pagi lagi aja, ya. Biar nggak kelamaan ketinggalan kuliah," ujar Dina.
Wulan berpikir sejenak sebelum kemudian mengangguk. Menjelang akhir semester seperti ini memang tak seharusnya Wulan berlama-lama bolos kuliah.
"Yo, wis. Aku pulang dulu," pamit Dina sambil bangkit berdiri.
Wulan melambaikan tangan.
"Makasih, ya, Din.""He-em," jawab Dina sambil keluar dari pintu.
Wulan menyelesaikan laporan hariannya, lalu membawanya ke ruangan Direktur. Setelah itu dia duduk di front desk, membantu Lili dan Ani yang terlihat kerepotan melayani murid-murid.
Pada pukul setengah 5 seperti sekarang, front desk selalu penuh dengan murid yang meminjam telepon, membayar kursus, meminta sertifikat, meminta buku, dan bertanya macam-macam hal yang berhubungan dengan kursus maupun sekadar menanggapi obrolan basa-basi dan rayuan gombal. Beberapa rayuan berhasil menggaet hati gadis-gadis itu. Termasuk Wulan yang pernah terpikat oleh rayuan Rhino, yang sebenarnya bukan gombalan belaka, tetapi begitulah yang Wulan sangka .
"Mau beli bukaan apa?" tanya Wulan kepada Ani dan Lili ketika front desk mulai sepi.
"Eh, iya ... Tadi Mas Surya pulang kantor mampir sini bawain makanan buat kita bertiga," ujar Ani sambil membungkuk dan meraih bungkusan dari bawah meja.
Wulan tercengang
"Kapan dia ke sini? Kok, aku nggak lihat.""Tadi aku baru mau nelpon kamu, tapi rame banget yang ke front desk. Abis itu pas kamu ke sini, aku lupa bilang," jawab Ani. "Bawa aja ke belakang, Lan."
Wulan menatap bungkusan yang disodorkan oleh Ani dengan ragu, lalu menerimanya dan membawanya ke ruangan kerjanya. Teman-temannya biasa menumpang istirahat dan makan di sana. Diletakkannya bungkusan itu di atas meja Yuni yang kosong karena pemiliknya sudah pulang sejak pukul 4 sore tadi.
Biasanya Wulan akan segera mengirim pesan atau menelepon Surya setelah menerima kiriman makanan darinya. Namun, kali ini Wulan tak ingin melakukannya. Dia terakhir kali mengirim pesan kepada Surya tiga hari yang lalu. Pagi hari seusai sahur setelah semalaman dia tak bisa tidur karena memikirkan pengakuan Surya. Selama berjam-jam dia merasa marah kepada Surya dan Lucia hingga kemudian dia merasa bersalah karena telah bertindak kurang adil terhadap Surya.
"Mas, sekarang aku masih marah dan kecewa. Nanti kalau aku sudah siap, aku akan hubungi Mas untuk bicara tentang hubungan kita." Itu bunyi pesan yang pagi itu Wulan kirim kepada Surya.
Memang benar, dia sangat kecewa terhadap pengakuan Surya. Namun, sebenarnya Surya tak mengkhianatinya. Surya melakukan itu sebelum mereka berdua bersama dan Surya berusaha jujur kepadanya. Akan tetapi, tetap saja, setiap kali dia teringat pengakuan itu dan menyadari bahwa Surya dahulu melakukannya bersama Lucia ... dia kembali merasa marah.
Wulan rindu kepada Surya, sangat rindu. Namun, dia juga merasa benci, benci dengan masa lalu Surya. Entah, apa yang harus dia lakukan kini. Wulan tak tahu.
💋💋💋
Jangan lama-lama marahnya ya, Wulan.
Kalau kelamaan, entar Surya digondol lagi sama Lucia 😑Etapi, kalau mendadak ingat lagi tentang itu ... sebal juga, sih, rasanya.
Trus gimana ya ... jadi bingung 😪Ikuti terus kelanjutan ceritanya ya.
Silakan tekan bintang jika kamu menyukai tulisanku.Terima kasih sudah mampir dan membaca.
Love love love.
😘7/3/2022 (22.35)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tak Selalu Indah #3 (18+)
Romance💜 Cinta yang terhalang perbedaan keyakinan, terbentur restu orang tua, dan terganggu oleh mantan tunangan yang berkali-kali datang mengajak balikan 💜 Selamat membaca 🤗 WARNING (18+) Bakalan ada ADEGAN MESRA di beberapa episodenya. Jadi YANG MASI...