37. Pengakuan Pertama

123 13 8
                                    

Sungguh berat rasanya jika harus meninggalkan keyakinanku.
Namun, aku tak sanggup kehilangan kamu.

💚💛💜

Kamis Sore

Surya menggendong Bagus-keponakannya yang masih berusia satu tahun dan membawanya duduk di ayunan besi. Keluarga Surya baru saja selesai melakukan sesi foto di halaman belakang rumah. Saat ini sebagian dari mereka mengobrol sembari menikmati hidangan di dalam ruang keluarga. Tidak banyak tamu yang hadir dalam perayaan ulang tahun ibunda Surya. Hanya oakdhe dan budhenya, beberapa sepupu, dan tentu saja abang dan adik Surya yang hadir

"Kamu udah pantes nggendong bayi," gurau Eka-abang Surya yang baru saja menghampirinya.

Surya tersenyum lebar sambil mengusap-usap kening Bagus yang sudah mulai mengantuk, membayangkan bagaimana rupa bayinya kelak. Mungkin akan bermata bulat dan lincah seperti Wulan.

"Piye kabarmu?" tanya Eka seraya duduk di bangku besi sebelah ayunan, "udah berapa bulan kita nggak ketemu, ya?"

"Ya, sejak Bagus ulang tahun. Berapa bulan, tuh, Mas? Tiga bulan? Empat bulan?"

"Empat bulan," jawab Eka. "Kamu kelihatan gemukan sekarang."

"He-he .... Iya, Mas. Naik dua kilo."

"Kenapa? Udah jarang olahraga?" tanya Eka.

"Nggak juga, sih. Masih tetep basket atau lari kalau Sabtu atau Minggu," jawab Surya.

"Mungkin karena hatimu senang. Jadi enak makan enak tidur," gurau Eka.

Surya tertawa pelan, khawatir Bagus yang sudah terlelap di pangkuannya akan terbangun.
"Iya, kayaknya."

"Udah berbaikan lagi sama Lucia?" tebak Eka.

Surya spontan menoleh ke arah Eka dan mengerutkan keningnya.
"Kok, mikirnya ke situ?"

"Oh, bukan, ya? Biasanya, kan, susah senangmu cuma seputar urusan putus sambung, putus sambung sama Lucia."

"Kali ini udah beneran tutup buku, Mas," ucap Surya. "Aku pengin cerita ke Mas Eka tapi jangan bilang siapa-siapa, ya. Terutama ke Mama Papa."

"Apa, tuh?" tanya Eka seraya mencondongkan tubuhnya ke arah Surya, menanti curhatannya.

Surya kembali tertawa pelan, geli dengan sikap tubuh Eka yang terlihat sangat ingin tahu dan penasaran.
"Ya, nggak usah segitunya, kali, Mas. Kayak mau gosip apaan aja."

Eka tertawa dan kembali menegakkan posisi duduknya.

"Mas .... Dulu Mas Eka kepikiran untuk mualaf itu apa alasannya? Karena desakan Mbak Ditta dan keluarganya?"

Eka menatap Surya dengan ekspresi tertegun.
"Kenapa kamu tiba-tiba nanya soal itu?"

"Mmm ... aku pengin tahu aja. Kalau Mas Eka nggak mau cerita juga gapapa."

Eka mengamati raut wajah Surya yang terlihat gugup dan membuat tebakan dalam benaknya.
"Kamu ... lagi dekat sama cewek muslim?"

Surya mengangguk dengan perasaan malu, teringat bagaimana dahulu dia sangat membenci abangnya ketika menyatakan niatnya yang ingin berpindah keyakinan. Eka terperangah melihat anggukan Surya.

"Beneran ini?"

Surya kembali mengangguk. Eka mengulurkan tangannya dan menepuk-nepuk lutut Surya.

"Kamu serius sama dia?"

"Iya, Mas."

"Udah berapa lama kalian jalan?"

"Hampir setengah tahun."

Cinta Tak Selalu Indah #3 (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang