💋16. Kecupan Pertama

389 16 7
                                    

Kamu yang lama aku dambakan,
Kini sudah menjadi milikku.
Aku mencintaimu.
Sungguh mencintaimu.

Jumat Malam

💗

Wulan menyerahkan selembar nota kepada seorang murid yang duduk di seberang front desk dan tersenyum kepada Surya yang baru saja memasuki pintu kantor. Surya duduk di salah satu kursi tamu di ujung ruangan karena kursi-kursi di depan front desk penuh oleh para murid yang membayar biaya kursus atau mengambil buku dan sertifikat.

Sekarang masih pukul 19.15. Kelas Surya baru akan dimulai pada pukul 19.30. Surya memang selalu datang lebih awal dari jadwal kursus agar bisa mengobrol dengan Wulan sebelum masuk kelas. Namun minggu ini Wulan selalu sibuk melayani murid karena minggu ini adalah minggu pertama kelas baru. Diamatinya Wulan yang sedang menunduk, menulis nota. Rambutnya yang sekarang hanya sebatas bahu terurai menutupi pipinya. Surya sedang membiasakan diri menatap Wulan bukan sebagai cinta terpendamnya saja, tetapi sebagai kekasihnya. Serasa masih tak percaya bahwa mereka berdua benar-benar sudah resmi menjadi sepasang kekasih.

"Aku juga berterima kasih, kamu mau menerima aku," ucap Surya tadi malam ketika Wulan menggenggam kedua tangannya. Mereka berdua saling memandang dengan sepenuh rasa cinta hingga beberapa saat. Namun, tiba-tiba sebuah sorot lampu dari mobil yang hendak berbelok memasuki halaman Factory Outlet menerpa mereka yang membuat Wulan tersipu dan melepaskan genggaman tangannya.

Bel tanda pergantian kelas berbunyi. Pintu-pintu kelas mulai terbuka dan murid-murid berhamburan keluar sembari mengobrol. Surya bangkit dari duduknya dan melangkah menuju kelasnya melewati front desk.

"Aku masuk kelas dulu, ya," ucapnya kepada Wulan yang membalas dengan anggukan dan senyuman.

Malam ini Surya memasuki kelas dengan hati berbunga-bunga. Dia menyimak semua materi dari gurunya dengan perasaan bahagia hingga 1,5 jam berlalu tanpa terasa dan bel yang menandakan kelas berakhir kembali berbunyi. Surya membereskan bukunya dengan santai dan tidak tergesa-gesa. Dia sudah tak perlu lagi mencuri-curi waktu agar bisa diam-diam melewatkan waktu lebih lama di dekat Wulan. Sekarang Wulan sudah menjadi kekasihnya. Sudah banyak rencana yang tersusun di benak Surya untuk melewatkan hari-hari bersama Wulan.

"Mas Surya sama Wulan duluan aja. Malam ini aku nggak numpang," kata Ani ketika mereka bertiga melangkah keluar pintu kantor.

"Loh, kenapa?" tanya Surya dengan heran.

"Aku tadi udah bilang Dhoni mau bareng," jawab Ani sembari menunjuk salah satu murid yang sedang mengobrol di teras bersama beberapa temannya.

"Oke. Kalau gitu kami duluan, ya," sahut Surya seraya meraih lengan kanan Wulan dan menggandengnya menuju mobilnya terparkir. Surya tidak segan melakukannya di depan Ani. Wulan melambaikan lengan kirinya ke arah Ani yang membalas dengan kedipan mata dan senyum penuh arti. Spontan Wulan tertawa.

"Ada yang lucu?" tanya Surya. Wulan hanya tersenyum lebar tanpa menjawab yang justru membuat Surya tertawa.

"Ani udah tahu soal kita berdua?" tebak Surya.

Wulan mengangguk dengan senyum malu.
"Makanya dia minta diantar pulang sama Dhoni. Khawatir Mas Surya ngerasa terganggu, katanya."

Surya tertawa sembari membukakan pintu mobil untuk Wulan.
"Aku senang, kok, berkumpul dengan teman-teman kamu. Mereka nggak mengganggu."

Wulan senang mendengar ucapan Surya. Wulan tidak ingin punya pasangan yang membatasi pergaulannya. Dia ingin pasangannya akrab dengan teman-temannya.

"Jadi malam ini mau makan di mana?" tanya Surya sambil meraih tangan kanan Wulan. Mobil Surya baru saja keluar dari gerbang kantor.

"Ada nasi goreng dan bakmi jowo lumayan enak di jalan Menteri Supeno," jawab Wulan. "Dulu salah satu mantan Ani sering ngajak kami makan di sana."

"Oh, iya, memang enak. Oke, kita ke sana, ya," kata Surya. "Mantan Ani kayaknya banyak, ya?" lanjutnya.

Wulan tertawa.
"Resiko orang cantik memang seperti itu. Banyak yang antre."

Surya mengangkat telapak tangan kanan Wulan yang digenggamnya ke bibirnya dan mengecupnya.
"Bagiku kamu jauh lebih cantik. Tapi aku justru berharap nggak ada yang antre."

Wulan tersipu dan salah tingkah. Cahaya lampu jalan yang redup menyembunyikan warna pipinya yang merona. Level hubungannya dengan Surya seakan melalui jalur cepat yang meningkat dengan pesat, dari status teman kemudian menjadi kekasih dan dalam satu hari saja Surya sudah berani mengecup tangannya. Bisa saja besok saat malam minggu pertama, Surya akan mencium pipinya. Surya juga tidak segan melontarkan kata-kata rayuan yang manis kepadanya. Mobil Surya yang sudah mulai memasuki ruas jalan yang dituju, menyelamatkannya dari rasa tersipu.

Mereka berdua keluar dari mobil dan bergandengan tangan memasuki kedai yang ramai. Hanya tersisa dua kursi yang berhadapan di ujung salah satu meja, lalu mereka duduk di sana, mengobrol ringan sembari menunggu pesanan mereka disajikan. Surya memandang wajah Wulan yang duduk di seberangnya dengan tatapan mesra yang membuat Wulan semakin tersipu. Sekali lagi rasa kikuk Wulan terselamatkan oleh kedatangan pelayan kedai yang mengantarkan pesanan mereka. Selesai makan, mereka langsung pulang karena ada beberapa pengunjung yang berdiri dan mengobrol di luar kedai, menunggu giliran duduk. Sepertinya setiap akhir minggu kedai ini selalu ramai oleh pengunjung.

"Ada perlu mampir ke suatu tempat?" tanya Surya.

Wulan menggeleng.
"Enggak. Langsung pulang ke kos aja," jawabnya.

Surya mengangguk dan mengarahkan mobilnya ke rumah kos Wulan. Hanya menempuh waktu sekitar 10 menit, mereka sudah tiba di depan pagar kos.

"Boleh ngobrol dulu bentar di mobil?" tanya Surya. Sekarang sudah pukul 10 malam, tetapi masih ada beberapa kendaraan yang terparkir di depan pagar dan beberapa muda-mudi duduk mengobrol di teras karena jam malam pada akhir minggu ditetapkan pada pukul 11 malam.

Wulan mengangguk. Dia juga belum ingin berpisah dengan Surya. Meskipun hanya duduk bersebelahan tanpa mengobrol, rasanya Wulan akan betah melakukannya semalaman.

"Kenapa rambut panjangmu dipotong?" tanya Surya seraya mengulurkan lengannya dan mengusap-usap kepala Wulan, "kemarin siang, ya, motongnya?"

Wulan sedikit tersentak, sama sekali tak memperkirakan sentuhan Surya pada kepalanya. Dadanya serasa berdesir bagaikan butiran pasir yang tertiup angin. Riuh dan bergemuruh.
"Iya," jawabnya pendek.

Wulan tak berani menjawab dengan kalimat panjang karena khawatr Surya akan menangkap getaran dalam suaranya.

"Padahal aku suka sekali dengan rambut panjang kamu," kata Surya.

Wulan menoleh dan memandang wajah Surya dengan tatapan tertegun. Kecewakah Surya melihat model rambutnya sekarang?
Surya yang melihat tatapan Wulan segera tersenyum dan mengoreksi ucapannya.

"Aku senang melihat rambut panjangmu, tapi kamu mau bermodel rambut seperti apapun bagiku selalu terlihat cantik," ucap Surya seraya menyibakkan rambut Wulan yang terurai di sisi pipi kanan kirinya ke belakang telinga, lalu mendekatkan wajahnya ke telinga kanan Wulan.

"Aku cinta kamu. Aku mencintai hatimu, bukan penampilanmu," bisik Surya mesra, lalu mengecup pipi Wulan.

Tengkuk Wulan serasa meremang. Bahkan tak perlu menunggu hingga malam minggu pertama mereka, malam ini Surya sudah mengecup pipinya.

💋💋💋

Surya mengejar ketertinggalannya hanya dalam satu hari usia hubungan mereka.
Selama setahun belakangan ini dia hanya bisa mendamba Wulan secara diam-diam.

Kira-kira kapan ya, Surya akan berani mencium bibir Wulan?
Ikuti terus kelanjutan ceritanya.
Silakan tekan bintang jika kamu menyukai tulisanku.

Terima kasih sudah mampir dan membaca.
Love love love.
😘

3/5/2021 (21.15)

Cinta Tak Selalu Indah #3 (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang