2. Aku Ingin Move On

483 14 6
                                    

Aku bertekad melupakan kamu.
Move on darimu.
Aku lelah menjadi orang yang bodoh.
Mencintaimu yang mencintai orang lain.

Minggu ke-42

Sabtu Pagi

🌹

"Gulingmu ketinggalan, Tin."
Wulan meletakkan guling Tina di atas tumpukan kardus yang sudah tertutup rapi dengan selotip.

"Itu warisan buat kamu," sahut Tina sambil tertawa, lalu meraih guling itu dan melemparnya ke atas tempat tidur Wulan.

"Asek! Bisa kupeluk kalau kangen Mas Tri, eh, maksudnya kangen kamu ha-ha-ha ...."

Tina terbahak mendengar gurauan Wulan. Hari ini semua barangnya sudah selesai dikemas dan akan diangkut pulang ke rumah orang tuanya karena bulan depan dia akan menikah.

"Dina pindah ke sini mulai kapan?" tanya Tina.

Dina, teman sekantor sekaligus sahabat Wulan akan menggantikan posisi Tina sebagai teman sekamarnya di paviliun. Semester depan Dina melanjutkan kuliah di kampus yang sama dengan Wulan, sebagai adik angkatannya. Rumah Dina berjarak belasan kilometer dari kampus, masih di kota yang sama tetapi di daerah pinggiran kota. Seperti halnya Tina dan Wulan, lebih efisien dan nyaman jika Dina memilih ngekos di dekat kampus dan kantor.

"Besok mulai diangsur pindahan, katanya. Untung momennya pas, ya, Tin. Kamu mau nikah pas Dina nyari kamar kos," celetuk Wulan, "jadi aku nggak perlu pindah ke salah satu kamar single yang di belakang."

"Kamu kalau di kamar belakang nggak bebas pulang malam, Lan," sahut Tina sambil tertawa geli, "Mbak Yah jam 10 udah ngunci pintu samping padahal kamu kalau belum tengah malam belum pulang ha-ha-ha ...."

Wulan tergelak. Pintu keluar masuk untuk para penghuni kos memang dikunci setiap pukul 10 malam pada hari kerja dan pukul 11 saat weekend. Namun, kamar Wulan dan Tina yang berada di paviliun memiliki pintu keluar pribadi sehingga lebih bebas pulang dan pergi jam berapa saja. Kadang teman-teman kos mereka menumpang lewat dari pintu paviliun ketika pulang kemalaman. Tidak sering dan hanya beberapa teman yang akrab yang melakukannya, seperti Weni, Rosita, atau Naya.  

"Doakan aku segera laku kayak kamu, ya, Tin. Biar nggak jadi jomblo karatan," kata Wulan.

Tina kembali terbahak.
"Kamu terlalu pilih-pilih, sih. Bukan kagak laku," sahut Tina.

Wulan nyengir.
"Enggak gitu, Tin. Memang belum ketemu seseorang yang rasanya klik di hati."

"Jadi yang klik, tuh, yang seperti apa?" tanya Tina.

Ingin rasanya Wulan menjawab, seseorang yang seperti Surya. Mmm, bukan ... bukan seseorang yang seperti Surya, tetapi seseorang itu adalah Surya. Namun, jawaban itu hanya ditelannya di dalam benak saja. Wulan merasa sangat bodoh dan menyia-nyiakan hatinya karena menyimpan perasaan cinta kepada lelaki yang mencintai perempuan lain.

"Tin, aku mau curhat untuk yang terakhir kalinya sebagai teman sekamar." Akhirnya Wulan memutuskan untuk mencurahkan isi hatinya kepada Tina.

"Sebenarnya aku menyimpan perasaan ke seseorang yang udah jadi milik orang lain," lanjut Wulan.

Tina meletakkan gunting yang dipegangnya di atas meja, lalu duduk di tepi tempat tidurnya, menyimak Wulan yang kali ini terlihat serius.

"Aku nggak bisa bilang siapa orangnya. Nanti saja kalau aku udah bisa move on mungkin ... mungkin aku akan cerita ke kamu."

Tina mengangguk dengan tatapan empati.
"Milik orang lain, tuh, maksudnya pacaran, tunangan, atau nikah?" tanya Tina.

"Tunangan, Tin. Udah serius, kan? Bukan sekadar pacaran aja."

Tina mengiyakan. Tentu saja tahap bertunangan termasuk serius karena sudah melibatkan keluarga. Namun, milik orang lain meskipun belum bertunangan, baru tahap pacaran, juga tidak boleh diinginkan apalagi direbut.

"Jadi itu yang bikin kamu nolak semua cowok yang suka sama kamu?" tanya Tina.

Wulan mengangguk.
"Aku pikir, aku bodoh banget kalau terus-terusan mikirin dia dan menepis cowok-cowok baik yang menyukaiku. Aku bertekad akan ngelupain dia. Mulai hari ini."

Tina tersenyum dan bangkit berdiri, lalu berjalan mendekati Wulan. Dirangkulnya bahu Wulan.
"Semangat, ya, Lan. Kamu pasti bisa! Abis ini kalau ada cowok cakep nembak kamu, langsung diterima, ya."

Wulan tertawa. Gundahnya mulai meluruh, berganti dengan sebuah harapan. Semoga tekadnya terwujud. Mampu melupakan Surya dan bisa menyukai lelaki lain yang menyodorkan hati untuknya.

"Makasih, ya, Tin. Meskipun nantinya kita nggak sekamar lagi, aku masih boleh curhat, kan?"

"Tentu saja boleh," jawab Tina, "Udah yuk, siap-siap ke kantor. Jangan lupa entar siang isi KRS di kampus."

🌹🌹

"Kamu pinter ngatur jadwal nikah, ya, Tin. Sengaja nyari waktu liburan kuliah biar bisa bulan madu lama," seloroh seorang teman.

"Yang libur, kan, aku," sahut Tina, "Mas Tri tetep aja sibuk."

"Ya, udah, kamu bulan madu sendiri aja. Cewek sekarang, kan, harus bisa mandiri ha-ha-ha ...." celetuk teman yang lain.

Wulan tertawa mendengar gurauan teman-temannya yang sedang menggoda Tina. Undangan pernikahan Tina sudah dibagikan ke seluruh teman sekelas, hanya tersisa beberapa lembar untuk dosen pengajar yang belum diserahkan.

"Aku duluan gapapa, ya?" pamit Wulan kepada teman-temannya. Beberapa teman sudah permisi pulang karena urusan pengisian KRS untuk kelas mereka sudah selesai.

"Ya ... silakan."

Wulan berdiri dan melangkah keluar pintu kelas. Tak lama kemudian Surya menjejeri langkahnya.

"Balik ke kantor, Lan?"

"Eh, iya, Mas," jawab Wulan seraya menoleh ke arah Surya.

"Kamu dijemput atau bawa kendaraan sendiri?"

"Dijemput itu," gurau Wulan sambil menunjuk deretan becak yang berbaris di dekat gerbang.

Surya tertawa.
"Boleh aku antar? Sekalian aku mau nanya soal kursus."

Wulan memutar otak, mencari alasan agar bisa menghindar dari tawaran Surya. Diintipnya arloji di tangannya. Masih pukul 13.09. Dia sudah punya ijin keluar kantor hingga pukul 14.00.

"Oh, aku nggak langsung ke kantor kok, Mas. Mau makan siang dulu daripada entar sampai kantor harus minta tolong office boy beli."

"Kebetulan aku juga belum makan siang. Yuk, kita makan dulu. Kamu mau makan di mana?" sahut Surya.

Ya Tuhan. Lelucon macam apa ini? Baru saja tadi pagi dia berjanji untuk move on dari Surya, sekarang malah datang godaan seperti ini.

💋💋💋

Seakan tak cukup gundah Wulan karena cinta bertepuk sebelah tangan ... ketika bertekad untuk menjauh dari lelaki yang dia cinta, kini lelaki itu malah mendekat kepadanya.

Lebih mudah baginya untuk melupakan Surya jika Surya tetap bersikap seperti biasanya, menjaga jarak dengan Wulan. Karena kenyataannya toh tak berubah. Surya sudah memiliki tunangan.

Lalu apa yang akan dilakukan oleh Wulan?
Bisakah dia menghindari tawaran Surya?
Ikuti terus kelanjutan ceritanya ya.
Silakan tekan bintang jika kamu menyukai tulisanku.

Terima kasih sudah mampir dan membaca.
Love love love
😘

14/4/2021 (09.00)

Cinta Tak Selalu Indah #3 (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang