Klaim - 22

12.2K 1.9K 146
                                    

Yang kangen, cung dulu yukk dari mana aja, jangan lupaa bagi emot 🕊🕊🕊🕊🕊 yang buanyak yahh~
*
*

Playlist : Davichi - Days Without You.
*****
BPJS
Klaim 22
*****

"Vega akan berusaha untuk sembuh, tetapi Vega tidak ingin berjanji."

Gerakan mendorong pintu yang Altair lakukan mendadak berhenti. Menyisakan ruang kecil, tetapi Altair bisa mendengar dengan jelas percakapan yang ada di dalamnya.

"Kenapa?"

"Vega tidak ingin membuat orang-orang berharap."

Genggaman Altair pada kenop pintu mengerat. Perkataan Vega berhasil dia dengar dengan jelas. Namun, mendadak dadanya terasa nyeri, apa memang yang dia lakukan dengan Vega selama ini tak sedikitpun berbekas untuk gadis itu? Jika memang selama ini kehadiran Altair tak berarti banyak, apa kehadiran Ayah kandungnya juga tak sedikitpun membuat semangat Vega kembali penuh? Kenapa seolah gadis itu tak memiliki apapun untuk membuatnya bertahan?

Nyatanya, dari balik celah pintu ini, tatapannya malah bertemu dengan tatapan Ardana, Ayah Vega. Pandangan laki-laki itu menyendu, seolah tidak tahu bagaimana membuat Vega yakin, bahwa dia pasti akan berhasil melalui semuanya. Mungkin, pria paruh baya itu masih terlalu sungkan untuk menuntut lebih, selain karena tidak ingin Vega merasakan beban baru, hubungan ayah dan anak itu baru saja membaik beberapa hari terakhir.

Tak ada pilihan lain, Altair akhirnya membuka pintu lebar-lebar. Lantas tersenyum, seolah tidak mendengar apapun sebelumnya. Laki-laki itu mendekat, sebelum mengusap rambut Vega hati-hati, dan bergabung di sisi Ardana.

"Apa yang kamu rasakan?"

Gadis itu memutar bola mata bosan. "Dokter sudah visit tiga jam yang lalu, kalau dokter lupa, dokter sudah menanyakan hal itu tadi."

Altair tertawa, sebenarnya dalam satu hari ini, sepertinya sudah sekitar tiga kali, dia keluar masuk kamar inap Vega hanya untuk mengecek keadaan gadis itu. Sebenarnya, visit resminya sudah dilakukan pagi tadi, ketika dia mengecek keadaan Vega secara menyeluruh. Tetapi, sebelum praktek poli, dan setelah selesai, dia menyempatkan untuk mampir dan sekedar bertanya. Dia terlalu takut jika Vega kembali mengalami hal-hal yang tidak dia inginkan.

"Aku sudah merasa baik-baik saja. Seharusnya aku sudah bisa pulang, kan?" tanya gadis itu tidak sabaran.

"Tunggu semua hasil pemeriksaan kamu dulu."

Vega terlihat akan protes. Namun, sebelum itu terjadi, Ardana tiba-tiba berbicara, lantas menginstruksikan Altair untuk mengikutinya.

"Ayah mau ngobrol sebentar sama dokter kesayangan kamu ini."

"Tapi--"

Altair buru-buru mengusap telapak tangan Vega, sebelum mengikuti langkah Ardana. Meskipun masih ada perasaan sungkan, dan terasa ganjil, Altair merasa dalam hal ini, komunikasinya dengan Ayah Vega itu jauh lebih baik. Mereka duduk di salah satu bangku yang ada di taman. Entah apa maksudnya, tetapi sepertinya Ayah Vega itu menginginkan pembicaraan yang cukup rahasia.

"Saya ingin membawa Vega untuk berobat di luar negeri." ucap pria itu, ketika keheningan melanda mereka cukup lama.

Altair sudah menduga hal ini. Seorang ayah di sampingnya kini, pasti sedang mengupayakan yang terbaik untuk anaknya. Apalagi, hanya mereka yang saling memiliki satu sama lain.

"Tetapi, Vega dengan percaya diri menolak itu, dan memilih menyerahkannya kepada kamu."

Altair menahan napasnya. Dia tidak tahu, jika Vega mempercayainya sebegini dalam. Sebenarnya, untuk kasus penyakit seperti yang dialami Vega, ada juga banyak orang yang berhasil melaluinya. Sebenarnya, jika Ayah Vega tidak yakin pada kemampuan Altair, tidak perlu ke luar negeri, Altair pasti merekomendasikan para senior terbaiknya. Tetapi, sebagaimanapun berusaha, hanya takdir Tuhan yang bisa menentukan.

BPJS (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang