Klaim - 7

15.4K 2.7K 108
                                    

Playlist : I Promise You - Wanna One.

*****

Altair berulangkali membaca hasil pemeriksaan Vega. Dia yakin sekali pasti ada kesalahan disini. Vega tidak mungkin separah itu, kan? Tetapi, hasil EKG, MRI dan rontgen toraks yang sudah Altair lakukan, memiliki kesimpulan yang sama. Ini sulit dipercaya. Selama belajar dan mendedikasikan diri sebagai dokter, dia dibiasakan harus teliti dalam membaca hasil. Nyatanya, dia sudah berulangkali melakukan dan hasilnya tetap sama.

Atrial Septal Defect.

Altair pikir kondisi Vega tidak akan seburuk ini, mengingat seumur hidupnya gadis itu cukup familiar dengan obat-obatan dan ruang bedah. Nyatanya, kateterisasi yang dilakukan pada gadis itu bertahun-tahun yang lalu tak membuahkan banyak hasil. Sehingga Altair perlu memutar otak untuk melakukan tindakan selanjutnya.

Namun, bagaimana dia mengatakan hal ini kepada Vega? Bahkan, Altair tidak bisa menjamin seratus persen kesembuhan gadi itu. Sedangkan hati Altair tiba-tiba dipenuhi sesak dan amarah entah karena apa. Yang jelas, tekadnya sudah benar-benar kuat, sebesar apapun resikonya, apapun harga yang harus dia bayar, dia akan tetap menjamin kesembuhan Vega dengan tangannya sendiri. Meskipun dia akan melibatkan banyak orang untuk melakukan ini.

"Mas, Vega sudah jadi periksa sama kamu, toh?"

Altair tersentak begitu Erlangga memasuki ruangannya dengan wajah berbinar.

"Uhm, ya..."

Ayahnya itu mendekat padanya, sembari melihat-lihat hasil pemeriksaan Vega yang membuat kepala Altair nyaris pecah.

"Gimana hasilnya? Seharusnya nggak beda jauh dari sebulan lalu saat dia opname, kan?"

Altair menggeleng ragu. Tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya di depan Ayahnya sendiri. "Kenapa... kondisinya makin buruk ya? Bahkan fungsi pompanya juga nggak konstan."

Wajah Erlangga berubah mendung. Entah apa saja yang sudah Vega lakukan dengan orang tuanya, Altair tahu, Vega salah satu sosok penting yang termasuk dalam hidup orang tuanya.

"Jangan sampai Bundamu tahu soal ini." ucap Erlangga dengan serius. "Dan lebih baik kamu diskusi dengan dokter Triasto untuk masalah ini."

Ayahnya menyandarkan diri pada kursi yang ada di depan meja Altair. "Ayah nggak tahu apa saja yang dia lakukan sebelum dia drop terus opname. Meski satu Rumah Sakit, dia jelas menghindari Ayah dengan mangkir kontrol hampir satu tahun lebih."

Altair menghela napas, pantas saja sedari kemarin dia pusing mencari status pasien Vega yang dia pikir hilang karena lompat tanggal begitu jauh. Nyatanya, gadis itu pernah memilih mangkir.

"Bisa Ayah ceritakan gimana awal mulanya Ayah merawat Vega?"

Dahi Ayahnya berkerut, tetapi tetap bercerita sesuai permintaan Altair.

"Ayah rawat Vega sejak dia baru saja lahir. Entah firasat atau bukan, almarhum Ibunda Vega lebih memilih Ayah menjadi dokter bayinya ketika dia melahirkan."

Melihat Ayahnya yang mengambil napas berulangkali, Altair tahu pasti sulit bagi Ayahnya menceritakan itu. Setiap ada pasien yang berkesan dihati Ayahnya, beliau akan mengajak Altair untuk berdiskusi, ataupun sekedar bercerita.

BPJS (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang