Playlist : Ha Sungwoon - I Fall in Love.
*****
Altair menatap puluhan bangau kertas yang berhasil dia lipat di dalam ruang kerjanya. Entah kenapa sejak beberapa hari lalu, setiap ada waktu luang, dia akan melipat bangau kertas, kemudian mengumpulkannya menjadi satu. Nantinya, bangau kertas itu akan dia berikan ke Vega, sebagai bentuk terimakasihnya karena bersedia memberinya makanan sehat.
Belum ada satu minggu, tetapi berat badannya sudah menyusut tiga kilogram. Baginya, itu pencapaian yang sungguh luar biasa. Berulangkali dia menatap perutnya yang tak lagi sebuncit dulu. Ternyata push up, dan sit up memang seberguna itu untuk membentuk otot perut. Namun, sebenarnya bukan hanya itu yang membuat berat badannya cepat turun. Semakin lama mengenal Vega, keraguan dirinya semakin besar. Apa dia benar-benar bisa menjadi tangan Tuhan untuk menyembuhkan gadis itu? Bagaimana jika dia gagal?
Altair mengembuskan napas lelah sebelum akhirnya menatap lembaran catatan yang berisi data para pasiennya. Lembaran paling atas adalah status pasien milik Satrio, tinggal beberapa minggu lagi sebelum dia melakukan operasi pada jantung milik Satrio. Dan sejujurnya, kedekatannya dengan hampir seluruh pasien yang dia rawat malah menimbulkan sedikit rasa tertekan dalam hatinya. Bagaimana jika tidak berhasil? Tentu dia akan merasa kecewa luar biasa, tidak hanya itu, dia pasti juga akan meraskan kehilangan, mengingat dia menganggap hampir seluruh pasiennya bukan hanya sekedar pasien, melainkan keluarga baru.
Suara bel yang berbunyi membuatnya bangkit dan membuka pintu apartemennya dengan cepat, dia cukup terkejut ketika mendapati Ayahnya berada dibalik pintu kayu.
"Tumben Ayah kesini?"
"Memangnya kamu aja yang bebas ke rumah? Ayah nggak boleh ke tempat kamu?"
Altair menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ya nggak gitu, sih."
"Lagi apa, Mas?"
"Oh, baru di ruang kerja tadi, baca-baca status pasien terakhir."
Mungkin, saatnya bagi Altair berdiskusi dengan Ayahnya. Ayahnya itu pasti akan memberikan solusi tentang banyak hal yang cukup banyak terganjal dihatinya.
"Bangau ini... punya Ane ya?"
Melihat Ayahnya yang menunjuk tumpukan bangau kertas di samping meja kerjanya, Altair menggeleng pelan.
"Bukan, punya Vega, aku bantuin dia."
"Ayah kira dia sudah menyerah, atau bahkan selesai bertahun-tahun lalu."
Altair menaikkan sebelah alis. "Ayah tahu?"
Erlangga mengangguk. "Tentu, Vega waktu kecil itu selalu mengatakan apa yang ingin dia lakukan. Bahkan waktu itu dia ingin membuat tiga ribu bangau karena memiliki tiga permintaan."
Altair menatap Ayahnya ragu, "Apa aku... boleh tahu?"
Erlangga tersenyum sembari menepuk pelan bahu anaknya. "Permintaan Vega dulu ada tiga. Yang pertama, dia ingin jantungnya tetap berdetak."
Laki-laki paruh baya itu menunjukkan dua jarinya. "Yang kedua, dia ingin merasakan kasih sayang Ayahnya."
Altair menatap jemari Ayahnya yang menunjukkan angka tiga.
"Yang ketiga, dia ingin bertemu dengan pangeran impiannya."
Altair menatap Ayahnya tidak percaya, keinginan pertama dan kedua sangat mungkin jika itu keinginan terbesar Vega, tetapi yang ketiga? Gadis itu bahkan tak pernah terlihat dengan laki-laki manapun.
"Itu impian sederhana seorang gadis kecil yang tidak pernah merasakan kasih sayang dari keluarganya sendiri. Tetapi, seiring kedewasaan gadis itu, sepertinya dia mulai menutup mimpi itu satu per satu."
KAMU SEDANG MEMBACA
BPJS (TERBIT)
ChickLitTidak boleh terlalu lelah, tidak boleh melakukan olahraga berat, tidak boleh terkejut, dan masih banyak 'tidak boleh' lain, yang harus dipatuhi Amoreiza Vega Pradigta, gadis berumur 23 tahun yang dari lahir mengidap Penyakit Jantung Bawaan. Seumur h...