Entri - 17

12.3K 2.2K 125
                                    

List 17 : Bagaimana rasanya jatuh cinta?
---coret.

*****
BPJS
Entri 17
*****

Haii sebelum scroll kebawah, siapaaa visualisasi Mas Altair dalam bayangan kalian? [Nanya aja nih yaa~ biar rame, wkwk]

******

Vega tak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Semenjak Altair pergi untuk bekerja, Vega tidak berhenti melihat tutorial memasak, ataupun sekedar menghapal menu resep dari makanan yang akan dia masak untuk nanti malam. Mengingat Altair yang berbuat banyak kemarin, sebenarnya, tak cukup memberi makan malam pada laki-laki itu. Tetapi, Vega tidak tahu apa yang harus dia lakukan selain menyiapkan makanan terbaik untuk Altair. Bahkan, berkirim pesan pada laki-laki itu rasanya canggung sekali. Meski Altair kerap membalas lucu, untuk sekedar membuat Vega terhibur atau mencairkan suasana.

Vega masih terlalu polos untuk mengerti bagaimana memperlakukan laki-laki yang baru saja menyatakan perasaan padanya. Vega tidak mengerti bagaimana bersikap, atau harus melakukan apa. Dia tak bisa lagi memandang Altair dengan cara yang sama. Meskipun laki-laki itu berkata, Vega hanya perlu menikmati semua perlakuan yang Altair berikan. Tetapi, bagaimana bisa? Semakin besar kebaikan yang Altair berikan pada dirinya, semakin besar pula Vega merasa berhutang pada laki-laki itu.

Gadis itu bahkan hampir mengetikkan bagaimana rasanya jatuh cinta pada kolom pencarian di browser miliknya. Konyol, tetapi sepertinya memang rasa itu belum Vega miliki pada Altair. Malah Vega sendiri bingung, kenapa Altair begitu tegas menyatakan perasaan padanya, padahal Vega sama sekali tak punya masa depan?

Karena cinta tak pernah memandang dia ingin hadir kepada siapa, kan?

Tetapi, Vega masih saja merasa tidak pantas. Altair berhak memiliki perasaan itu kepada wanita yang sempurna. Vega masih belum bisa meraba hatinya sendiri, dia yakin perasaannya pada laki-laki itu masih sebatas perasaan terlindungi, seperti seorang adik yang merasa aman jika ada sang kakak di sisinya. Tetapi melihat binar ketulusan dari sepasang netra sehitam batu obsidian itu, membuat Vega harus bersikap sangat-sangat baik kepada laki-laki itu.

Sedangkan, wajah murung Altair yang menyambutnya usai laki-laki itu membersihkan diri, dan makan dengan tenang, membuatnya bertanya dalam hati, apa yang sebenarnya terjadi pada laki-laki itu? Vega bisa saja masih bersikap cuek dan tidak peduli, tetapi sudut hatinya ingin berkata, bahwa Altair juga bisa mengandalkannya meski sekedar menjadi pendengar yang baik. Anehnya, Vega tak lagi bisa berbicara ada laki-laki itu sebebas dulu, alih-alih berkata santai, rasanya canggung dan malu sekali. Untung saja, Altair tidak menertawakannya, bahkan laki-laki itu menawarkan diri untuk mencuci piring.

"Kalau kamu dengar apapun yang berkaitan dengan saya, tolong jangan langsung percaya."

Vega hanya mengangguk, toh Vega tidak pernah mengurusi hidup orang lain. Mengurus hidupnya sendiri sudah terlalu rumit.

"Kalau ragu, kamu bisa tanyakan semua hal yang masih mengganjal di hati kamu. Saya akan selalu menjawab jujur."

Vega mengangguk lagi, sedangkan Altair masih terlihat gelisah di tempatnya.

"Tolong jangan sekalipun pergi dari saya, sebelum mendengar penjelasan saya terlebih dulu, tentang apapun itu."

"Sebenarnya ada apa sih, Mas? Kenapa kamu aneh hari ini?"

Laki-laki itu menghela napas dalam-dalam, kemudian menyandarkan tubuh sembari memijit pelipisnya sendiri. "Tadi ada masalah di luar ekspektasiku. Pasti besok bakal jadi trending topic lagi, padahal bukan artis."

"Ada pasien drop lagi? Atau nggak stabil?"

"Bukan itu. Sebenarnya nggak terlalu penting tapi bahaya juga kalau sampai kedengaran di telinga Ayah." Laki-laki itu melirik Vega, "Kenapa ya, saya gendut tapi banyak yang suka?"

Vega menaikan sebelah alis, lantas tertawa. "Nggak juga, tuh."

"Oh iya lupa, kalau kamu belum bisa kasih saya feedback. Sabar, saya masih sadar diri, perut saya sebelas dua belas sama odading."

Vega hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tapi, benar ya. Jangan sekalipun pergi dari saya, dan percaya sama saya, apapun yang terjadi."

"Diusahakan." jawab Vega kalem, yang langsung disertai protes dari Altair.

"Ah iya, saya belum sempat cerita tentang pertemuan saya dan Ayah kamu, tetapi saya harap kamu tetap fokus dengan kesembuhan kamu."

Vega membuang muka, "Saya sudah nggak berharap segala hal yang berkaitan dengan dia lagi."

Altair menepuk puncak kepalanya, "Saya nggak tahu, kenapa Ayah kamu sepertinya masih terlihat sangat kehilangan dengan meninggalnya Ibu kamu. Bukan menghakimi, tetapi yang saya lihat, Ayah kamu masih belum berdamai dengan dirinya sendiri."

Vega tersenyum miris, "Saya bahkan nggak tahu, secinta apa dia sama Bunda, dan saya nggak ngerti, kenapa dia masih melihat saya sebagai bagian dari masa lalu? Kenapa dia menyalahkan saya karena wajah saya yang begitu mirip dengan Bunda? Apa yang harus saya lakukan?"

Menghela napas dalam, Vega kembali berkata, "Dulu, saya sama sekali nggak pernah berpikir untuk bertahan, saya bahkan siap jika harus menyusul Bunda sewaktu-waktu. Apa baiknya saya tetap ada di dunia?"

Altair meraih tangannya dan menggenggamnya erat, "Please don't. Kamu istimewa, very special for me, juga untuk mereka yang selalu kamu bantu tanpa pamrih. Kamu tahu, apa yang buat saya jatuh cinta sama kamu?"

Laki-laki itu memandang langit ruangan, dengan senyuman yang tidak luntur. "Hati kamu yang murni, saya senang sekali melihat kamu bermain dengan anak-anak Lentera Hati, mengajari mereka, memberikan mereka kasih yang tulus. Saya seperti melihat bidadari yang sedang turun dari langit. Ternyata memang benar, bidadari di samping saya ini memang sehebat itu. Lebih sering memikirkan orang lain, daripada dirinya sendiri."

"Saya nggak sesuci itu." elak Vega, merasa Altair terlalu berlebihan. "Saya berusaha menjadi orang baik, seperti Bunda. Saya nggak punya masa depan, umur saya bisa di ambil kapanpun, maka sebisa mungkin saya harus jadi orang baik, supaya bisa bertemu Bunda."

"Nggak, kamu punya masa depan, pasti punya masa depan. Kamu harus percaya, kita sedang mengusahakannya bersama-sama. Saya siap menjadi sayap kamu untuk terbang, meraih masa depan yang kamu impikan."

"Saya bahkan nggak pernah berani untuk bermimpi." sahut Vega lagi.

Altair dengan sabar masih meladeninya. "Sekarang kamu harus merancang mimpi itu, dan jangan lupa masukan saya di dalamnya."

"Saya bahkan belum pernah jatuh cinta, sama sekali nggak mengerti bagaimana rasanya. Kenapa Mas terlihat seyakin ini?"

Altair menjawabnya dengan tenang, "Karena saya memang tidak pernah seyakin ini selain sama kamu. Mau tahu tes jatuh cinta paling cepat?"

Vega memandang Altair bingung, namun Vega dibuat terkejut, karena tangan Altair yang sedari tadi menggenggamnya diarahkannya tepat ke dada kiri laki-laki itu. Vega bisa merasakan detak jantung Altair yang berdetak sangat cepat, tak jauh beda dengan dirinya jika sedang kambuh.

"Sebenarnya ini masih kurang akurat, karena biasanya baru seperti ini kalau saya lihat kamu dari dekat. Tetapi, yang saya tahu, jatuh cinta dimulai dari rasa nyaman."

Tatapan mereka kembali bertemu, dan tiba-tiba Vega merasa sedang kambuh. Astaga! Apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya? Selama ini Vega nyaman-nyaman saja dengan Altair, tetapi... masa sih?

Bersambung...

Sesuai janji, Mas Embul update, ayooo tim oleng Mas Embul jangan mau kalaah, gaskeun oleng badai biar klaim 17 makin keliatan uwuwwww wkwk

Salam bintang dandelion, semoga bisa lebih 150 komentar juga yah wkwkwk

BPJS (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang