Entri - 6

16K 2.6K 79
                                    

List 6 : Bisakah sebentar saja, Ayah memandang kearahku?
*****

Vega pikir, dia pasti sudah tidak waras, karena bisa-bisanya menangis dihadapan orang asing seperti Altair. Berulangkali, dia merutuki perasaannya yang cenderung lemah dan sensitif. Bertahun-tahun, dia sudah merasakan kesakitannya sendiri, seharusnya pengabaian dari sang Ayah tidaklah berpengaruh banyak baginya. Namun, sore itu, tembok yang dibangunnya luluh lantak. Bagaimana mungkin dia menangis dihadapan laki-laki asing yang dia kenal? Mau ditaruh mana mukanya setelah ini? Dan juga... bagaimana mungkin dia nyaris mengatakan semuanya pada Altair? Otak Vega pasti benar-benar konslet sekarang.

Sekarang, dia mematut dirinya di depan cermin. Bola matanya membengkak karena dia menangis semalam. Isak tangisnya memang sempat berhenti ketika Altair memancingnya mengeluarkan penyebab dari luruhnya air matanya, tetapi selepas laki-laki itu pergi, dia menangis lagi.

Menangisi tubuhnya yang tidak sehat.

Menangisi kenapa sedari dulu, dia masih diijinkan hidup, dan belum bisa bertemu Bundanya sendiri?

Menangisi, kenapa seumur hidup dia diciptakan dalam kesendirian?

Menangisi, kenapa dia harus berpura-pura kuat dan bahagia dihadapan orang lain?

Vega tahu banyak sekali orang-orang yang menganggapnya seperti Bidadari, faktanya dia tak sesempurna itu. Kadang kali, dia juga ingin menyerah ketika menghadapi semua yang terjadi padanya. Namun, jika dulu masih ada setitik harapan karena tidak sanggup meninggakan Ayahnya seorang diri di bumi, sekarang... apa alasannya untuk bertahan?

Mengingat itu, membuat dadanya kembali sesak.

Apa dia cuti saja, ya?

Namun, lagi-lagi, ketukan pintu yang tidak sabaran mengalihkan atensinya. Siapa yang bertamu pagi-pagi buta seperti ini?

Dengan malas, setelah menata penampilannya agar lebih rapi dan enak dipandang, Vega memutuskan untuk membuka pintu.

"Hai."

Seseorang dibalik pintu melambaikan tangan dan tersenyum canggung.

"Ada apa?"

Lawan bicaranya mengibaskan tangan di depan dada. "Nggak ada apa-apa. Saya cuma mau lihat kamu."

"Aneh." gumam Vega, dengan tangan akan menutup pintu.

"Tunggu!"

Si pengacau di pagi hari itu, menahan daun pintunya. Siapa lagi pelakunya jika bukan Altair? Dan sepertinya, Vega harus benar-benar menghindari laki-laki ini, supaya tubuhnya sinkron dan tidak mengatakan hal-hal yang aneh lagi.

"Apa lagi?" sahut Vega dengan nada tidak bersahabat.

"Kamu... baik-baik saja, kan? Obat rutinnya sudah diminum? Semalam, kerasa sesak nggak?"

"Saya baik-baik saja!" jawab Vega masih sama ketusnya. Kemudian, gadis itu menambahkan. "Tolong, lupakan apapun yang saya katakan pada dokter kemarin. Otak saya lagi kacau."

Sebelah tangan Altair yang masih menahan daun pintu terpaku. "Syukurlah kalau kamu merasa baik-baik saja. Tapi, tawaran saya masih berlaku."

BPJS (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang