Dear, Matthew Altair Keandra.
Dilahirkan secara tidak sempurna, membuat banyak orang memandangku secara berbeda. Banyak sekali larangan yang membuatku menjadi manusia paling lemah, padahal aku tidak ingin dianggap demikian.
Sulit bagiku memahami diriku sendiri, membuatku mencari-cari zona nyamanku sendiri. Memiliki sahabat adalah sebuah bonus yang Tuhan berikan dalam ketidakpastian usiaku. Terima kasih untuk kamu, karena kehadiranmu perlahan aku mampu merasakan semua itu.
Aku pikir, aku sama sekali tidak memiliki masa depan. Tumbuh dalam tubuh yang tidak sempurna, membuatku mawas diri, selalu bersiap, kapan saja Tuhan mengambil nyawaku. Besok? Lima hari? Atau tahun depan? Aku bahkan tidak tahu. Namun, Tuhan selalu memberikan banyak bonus karena aku selalu berhasil melewati hariku. Maka, keinginan pertamaku adalah, membuat banyak orang tersenyum.
--termasuk Ayah.
Aku tahu, tidak mudah bagi Ayah menerimaku, setelah Bunda pergi, tepat saat aku dilahirkan. Rasanya, aku tak pernah melihat senyum Ayah. Maka, yang kulakukan adalah... melakukan berbagai hal yang kupikir akan membuatnya bangga. Sehingga dia akan tersenyum, atau setidaknya... memandang ke arahku.
Hal itu terkadang membuatku berpura-pura. Tidak ingin orang-orang merasakan rasa sakitku, hanya ingin dianggap kuat, sehingga aku merasa kehilangan jati diri. Pasti, rasanya akan menyenangkan, ya? Kalau aku bisa menjadi diriku sendiri? Sayangnya, saat itu keadaan tidak pernah memihakku.
Sejak kecil, aku suka membaca banyak dongeng. Sebab, aku merasa mendapat keajaiban. Seperti ketika aku membaca kisah seseorang yang berhasil membuat seribu bangau, lantas keinginannya terkabul. Bisakah hal itu juga terjadi padaku?
Mungkin, kamu sudah mengerti banyak kisah tentangku. Tentang Ayah yang merasakan luka ketika menatapku, karena aku tumbuh serupa Bunda. Tentang aku yang tak pernah bisa dekat dengannya, yang pada akhirnya membuatku ingin merasakan kehangatan keluarga. Aku bersyukur mengenal Dokter Erlangga dan Bunda Ara. Dari mereka, aku bisa merasakan kehangatan keluarga untuk yang pertama kali. Tolong sampaikan rasa terimakasihku untuk mereka.
Pertama kali, pertemuan kita terasa menyebalkan. Aku merasa, kamu adalah dokter muda yang terlalu arogan. Namun, seiring berjalannya waktu, kebersamaan kita berhasil mengubah pandanganku tentang kamu. Kamu yang begitu mudah menikmati hidup membuatku ingin merasakan hal yang sama.
Kemudian, aku mengenal Satrio. Dari kamu. Mengenal Satrio, membawaku pada fase hidup baru, dimana aku tak pernah ingin melakukan hal ini sebelumnya; aku memiliki keberanian untuk bertahan. Kebersamaan dengan Satrio membuatku berada di atas angin, rasanya menyenangkan ketika memiliki partner yang saling menguatkan karena kami merasakan perjuangan yang sama. Namun, seharusnya aku selalu mengingat, jika Tuhan menciptakan pertemuan, berarti akan ada perpisahan. Kepergian Satrio membuatku takut. Tetapi, melihat kehancuranmu, rasanya ketakutanku tidak sebanding. Untuk pertama kali, rasanya aku ingin menjadi kekuatan bagi orang lain dalam masa terpuruknya. Kemudian, rasa itu berkembang semakin egois, karena aku ingin menjadi pelipur lara, meskipun aku tidak mengerti caranya menyembuhkan luka, juga karena aku bukanlah seseorang yang humoris. Yang kupikirkan saat itu, setidaknya aku bisa berguna bagi orang lain.
Tidak hanya sampai di sana, mengenalmu rasanya membuatku semakin tamak. Dalam satu malam, aku kembali membaca banyak dongeng yang menjadi favoritku di masa kanak-kanak. Kisah yang digemari banyak anak perempuan pada masanya, kisah seorang puteri yang dicintai tulus oleh seorang pangeran. Tidak buta melihat kebaikanmu yang semakin meningkat dari hari kehari. Aku yang tidak pernah memiliki pengalaman apapun terhadap lawan jenis, tentu kesulitan mengartikan segala bentuk perhatianmu padaku. Namun, tiba-tiba sisi terdalam hatiku berbisik, mungkinkah seperti ini rasanya jika dicintai oleh seorang pangeran?
--dan semakin hari aku merasa egois. Kebaikanmu, kebaikan keluargamu, segala hal yang kamu lakukan, membuatku tak ingin lagi merasakan sendirian.
Kemudian, aku bertanya-tanya... bagaimana rasanya jatuh cinta? Apalagi, kamu mulai terang-terangan menunjukan perasaanmu, juga alasan kenapa kamu begitu baik padaku.
Aku selalu bertanya-tanya. Kenapa aku?
Sedangkan, dari hari ke hari aku merasa kesulitan karena Ayah terasa semakin jauh. Angan yang sedari kecil kupupuk untuknya terasa musnah. Rasanya sakit. Tetapi, kamu tidak meninggalkanku dalam setiap prosesnya. Kamu ada ketika aku mulai berusaha menerima untuk tidak berharap pada manusia.
Kamu bilang, aku harus bisa bahagia. Dalam hati, tentu aku menolak keras, bagaimana bisa? Namun, kamu berhasil memahamiku dengan baik, hanya dengan keberadaanmu, aku bisa merasa kebahagiaan, meskipun hanya sejenak.
Tidak hanya itu, diam-diam kamu melakukan banyak hal. Meluruskan berbagai macam kesalahpahaman yang bahkan sebenarnya aku enggan berurusan. Namun, meski tak sehangat kasih sayang Bunda, aku bisa merasakan kasih sayang tulus dari Aunty Reva. Terima kasih untuk itu.
Kemudian, aku mulai bertanya-tanya apa sebenarnya arti cinta. Tentu saja, awalnya sulit bagiku untuk mengerti. Namun, ketika mengingat kamu yang selalu ada di saat terburukku, kini aku mengerti jika arti cinta memang sesederhana itu. Kamu.
Lagi, aku tidak tahu bagaimana membalas kebaikanmu yang bahkan sudah tidak bisa aku hitung. Mengetahui kamu yang berusaha menemui Ayah dan menjelaskan semuanya, membuatku sangat bahagia. Dan begitu Ayah tidur di sampingku, sembari memeluk pinggangku ketika aku menuliskan surat ini untuk kamu, aku merasa, bahwa aku adalah anak perempuan yang beruntung. Bersama Ayah adalah mimpi terbesarku, dan kamu berhasil mewujudkannya untukku.
Melihat langit malam yang begitu cerah, aku mengingat saat kita bersama-sama melihat bintang vega dan altair. Nama yang serupa dengan milik kita. Meski bintang vega memiliki sinar yang lebih terang daripada milik altair, aku sama sekali tidak setuju dengan hal itu, karena altair yang kutahu, bersinar sangat terang, sehingga aku berani menggantungkan harapanku padanya.
Kamu tahu? Aku meminta Ayah membacakan dongeng tentang Altair dan Vega setiap malam. Aku tahu jika Ayah bosan, tetapi dia sama sekali tidak mengeluh. Ketika cerita itu selesai dibacakan, aku selalu merenung. Nama kita seperti takdir yang berhubungan. Tetapi, kisah Altair dan Vega tak seindah kenyataan, karena mereka terlalu banyak berkorban.
Aku tidak tahu bagaimana Tuhan menuliskan takdir kita. Tetapi, satu hal yang perlu kamu tahu, kehadiranmu adalah keajaiban bagiku. Kamu berhasil mengabulkan seluruh impian yang terasa mustahil bagiku. Maka, jika aku boleh meminta, aku ingin tetap hidup, supaya aku bisa membalas cintamu.
Jangan pernah menyalahkan keadaan, jika yang terjadi tidak sesuai dengan keinginan kamu. Berjanjilah untuk selalu hidup baik, dan berbahagialah selalu, Matthew Altair Keandra--Pangeranku.
Yang selalu mencintaimu,
Amoreiza Vega Pradigta.
KAMU SEDANG MEMBACA
BPJS (TERBIT)
ChickLitTidak boleh terlalu lelah, tidak boleh melakukan olahraga berat, tidak boleh terkejut, dan masih banyak 'tidak boleh' lain, yang harus dipatuhi Amoreiza Vega Pradigta, gadis berumur 23 tahun yang dari lahir mengidap Penyakit Jantung Bawaan. Seumur h...