3 : Pangeran Muda & Yang Tidak Sepatutnya Duduki Takhta

255 66 10
                                    

Widura adalah bayangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Widura adalah bayangan. Sebuah topik obrolan yang diucapkan bagai lelucon.

Pada akhirnya, Atman menemuinya langsung di ruang kerjanya di Natah Presiden dan segala bayangan itu berubah. Atman bahkan tidak punya nyali untuk sekedar memikirkan presidennya sebagai lelucon.

Widura bangkit dari kursi kerja, kedua tangan tertaut balik punggung, ia nampak begitu formal tapi juga santai dengan gesturnya yang terbuka. Hal yang paling mencolok dari Widura adalah rambut di kepala yang tipis, nyaris botak, serta postur tubuhnya yang sedikit membungkuk ketika berjalan. Seperti suatu kebiasaan yang sudah lama mengakar.

"Akhirnya kita bisa bertemu. Aku sudah dengar banyak tentangmu." Widura menjabat tangan Atman dengan erat. Atman justru merasa canggung, ini pertama kali.

Widura adalah seorang Hara. Dalam urusan adat, ia memang ditakdirkan untuk selalu berada di bawah Atman. Hal-hal yang bisa Atman lakukan, tidak akan boleh Widura lakukan. Dulu, Atman dengan mudah membayangkan hal tersebut jadi nyata dalam pertemuan mereka, namun sekarang tidak lagi.

Widura tahu persis posisinya sebagai seorang Hara. Oleh karena itu ia berdiri saat menyambut Atman dan menjabat tangan lebih dulu, hanya duduk setelah Atman duduk dan mulai minum teh yang disajikan setelah Atman meneguk miliknya sendiri.

Namun, pada saat yang sama, pembawaan Widura begitu tenang, juga waspada. Bahasa tubuhnya membentuk batas tak kasat mata, yang menunjukkan dia yang memegang kendali dalam ranah ini. Di ranah lain boleh saja Atman yang berkuasa, tetapi sekarang Atman mengabdi padanya.

Ruangan dihuni tiga orang: Atman, Widura dan Kepala Staf Kepresidenan. Shaka, Sang Kepala Staf, memberikan daftar provinsi yang diprioritaskan untuk dikendalikan.

Ginyar, jelas masuk ke daftar tersebut, disusul oleh Joyan, kemudian Naraga dan yang terakhir adalah Alodhya sendiri. Atman memeriksa peta yang diserahkan Shaka dan bergidik karena provinsi yang terang-terangan menunjukkan keberatan soal Babad Kasta, berjarak dekat dengan Alodhya.

Provinsi selain yang tertulis dalam daftar masih di bawah kendali; Presiden Widura masih bisa mengandalkan pemerintah daerah.

Semakin jauh mereka membahas Dhatu, Atman sadar bahwa dia tidak dipanggil untuk mendiskusikan tindakan. Dia dipanggil untuk menerima arahan, tidak ada hak untuk mengatur apa saja yang akan dilakukan. Keputusan ini sudah dibuat jauh sebelum Atman datang ke ruangan, kehadirannya hanya berperan sebagai pelaksana tugas dan wajah dari usaha itu sendiri.

"Kita tidak akan menggunakan pendekatan militer di semua wilayah." Widura memulai pembicaraa.

"Maaf?" Atman merengut heran. Kepalanya membuat perhitungan efektivitas tindakan militer dan non-militer. Militer, jelas lebih efektif dan manjur.

Widura mengangguk.

Widura menilai pengerahan militer akan jadi bumerang bagi Shangkara. Ledakan dan segala drama yang dibuat Dhatu sudah berhasil menghasilkan surat larangan berkunjung dari negara tetangga, baru-baru ini penanam modal menunda kesepakatan karena alasan yang serupa.

Senandung Jazirah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang